Aniaya Anak Kandung, Ibu di Tangerang Selatan Dibekuk Polisi
Seorang ibu menganiaya anak kandungnya. Alasan penganiayaan, kesal kepada suami yang dinilai lebih memberi perhatian kepada istri pertama.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Polisi Kepolisian Resor Tangerang Selatan menangkap LQ (22) setelah menganiaya anak kandungnya. Video penganiayaan itu beredar di media sosial.
Atas video yang beredar itu, publik mendesak kepolisian turun tangan menyelidiki insiden penganiayaan terhadap bocah berumur 1 tahun 8 bulan itu.
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Tangerang Selatan (Tangsel) Ajun Komisaris Besar Iman Setiawan, Senin (23/11/2020), mengatakan, jajarannya segera bergerak memulai penyelidikan setelah video tersebut tersebar luas. Satuan reserse kriminal Polres Tangsel kemudian menangkap LQ di rumahnya di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, 19 November 2020.
Penganiayaan itu terjadi pada 25 Juni 2020. Motif LQ menganiaya karena kesal terhadap suami yang ia nilai lebih memberi perhatian kepada istri pertama. ”Kekesalan itu dia lampiaskan ke anaknya. Pada saat tersangka melakukan penganiayaan, dia memvideokannya dan mengirim rekamannya kepada suaminya,” kata Iman saat merilis pengungkapan kasus di Markas Polres Tangsel.
Hubungan antara LQ dan suaminya makin memburuk setelah itu. Suami LQ merasa kesal karena menilai tindakan istrinya sudah di luar batas. Mereka pun menjadi lebih sering berselisih sehingga akhirnya LQ memutuskan mengunggah video penganiayaan itu di akun media sosial miliknya.
LQ kini ditahan di Polres Tangsel untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia dijerat Pasal 80 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah menyampaikan, dalam situasi pandemi Covid-19, anak-anak rentan mengalami kekerasan fisik, verbal, ataupun psikis. Itu karena, dalam situasi pandemi, semua rutinitas atau kegiatan anak di rumah membuat kondisi psikis orangtua bertambah.
”Kalau biasanya orangtua melakukan kegiatannya sendiri, sekarang dia harus memikirkan pendampingan terhadap kegiatan anak, apalagi kalau anaknya lebih dari satu. Itu juga memicu kondisi psikologis orangtua yang kemudian dilampiaskan kepada anak,” tutur Margaret.
Oleh sebab itu, penting bagi orangtua untuk mendapatkan advokasi agar bisa melakukan perlindungan terhadap anak di rumah sendiri. KPAI, kata Margaret, akan melakukan pengawasan terhadap kelanjutan kasus penganiayaan yang dilakukan LQ. Saat ini, korban masih menjalani rehabilitas di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).