Sekolah Swasta DKI Siap Kaji Belajar Tatap Muka pada Januari 2021
Dinas Pendidikan DKI Jakarta melakukan persiapan untuk bisa menggelar pembelajaran tatap muka sesuai SKB empat menteri. Akan ada penilaian kesiapan sekolah, khususnya tentang protokol kesehatan.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Musyawarah Perguruan Swasta atau BMPS DKI Jakarta menyambut dan mendukung keputusan bersama empat menteri yang menyatakan pembelajaran tatap muka bisa dilakukan mulai semester genap, Januari 2021. Meski begitu, BMPS meminta pembelajaran tatap muka dilakukan hati-hati, didahului pemetaan sekolah beserta kajiannya yang sudah siap dengan segala protokol kesehatan supaya tidak menimbulkan kluster baru, serta teknis mengajar terbaru dengan adanya keputusan itu.
Imam Parikesit, Ketua Umum BMPS DKI Jakarta, Minggu (22/11/2020), menjelaskan, selama pandemi Covid-19, BMPS selalu melakukan evaluasi. Hasilnya, selama pandemi Covid-19, anak-anak peserta didik yang melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah mulai bosan. Evaluasi lain, meski pandemi, sebagian besar orangtua tetap harus bekerja di luar rumah saat PSBB transisi sehingga peserta didik peserta PJJ tidak mendapatkan pendampingan maksimal.
Lainnya, BMPS mengevaluasi bahwa PJJ itu mahal. ”Kita harus melihat situasi sekolah swasta di Jakarta. Sekolah (baik sekolah dan siswanya) masuk golongan kelas atas baik itu 10 persen, masuk kelas papan menengah sebanyak 30 persen. Sisanya, 60 persen masuk kelas papan bawah,” tutur Imam.
Senin besok, kami akan membahas dan berkoordinasi dengan pengelola sekolah swasta.
Tidak semua anak didik dari sekolah swasta punya gawai dan dana untuk membeli kuota karena PJJ secara virtual itu mahal. Alhasil, ada anak yang harus meminjam gawai orangtua atau bergantian dengan saudaranya. Kalaupun ada bantuan kuota, itu belum signifikan. Hasilnya, capaian pembelajaran melalui cara PJJ tidak maksimal.
Dengan situasi semacam itu, Imam menyatakan, BMPS menyambut gembira dan mendukung keputusan bersama empat menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan.
Meski begitu, pembelajaran tatap muka (PTM) yang akan dimulai pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau tepatnya pada Januari harus dilakukan dengan kehati-hatian. ”Tentunya kami tidak mau menyambut dengan euforia. Kami harus nyambut ini dengan kehati-hatian karena kami tidak mau ini menjadi kluster baru apabila PTM dilakukan,” kata Imam.
Untuk itu, harus ada pemetaan dan kajian dari setiap sekolah di DKI Jakarta. Khususnya, sekolah mana saja yang sangat siap, siap, dan kurang siap. Dengan PTM di masa pandemi, jelas Imam, ada dua hal yang harus dicermati dinas pendidikan: kesiapan sekolah menggelar protokol kesehatan dan teknis belajar.
Untuk protokol kesehatan, mengingat 60 persen sekolah swasta di DKI Jakarta ada di golongan bawah, kemampuan untuk menyediakan thermo gun, hand sanitizer, masker, tempat cuci tangan yang selalu siap, dan pengaturan jaga jarak di sekolah juga perlu dikaji. Bagi sekolah-sekolah tersebut, pasti membutuhkan tambahan biaya lagi. Adapun sekolah-sekolah yang masuk golongan mampu tentu bisa menyiapkan protokol kesehatan.
Kemudian, soal teknis belajar. Dengan PTM, lanjut Imam, tetap ada pembatasan jumlah siswa di kelas yang juga disebutkan dalam SKB empat menteri itu. ”Kalau separuh di kelas, separuh di rumah, apakah gurunya akan dua kali mengajar? Kalau dua kali, bagaimana membayar honor guru, sementara kondisi sekolah swasta sepertu itu?” ujarnya.
Menurut Imam, hal-hal demikian akan disiapkan BMPS bersama pengelola sekolah swasta. ”Senin besok, kami akan membahas dan berkoordinasi dengan pengelola sekolah swasta,” ucapnya.
Perlu persiapan
Nahdiana, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, menjelaskan, terkait SKB itu, banyak hal yang disiapkan dinas karena ada perubahan atau transisi ke normal baru. Ada beberapa pertimbangan yang disiapkan dinas, di antaranya anak-anak dipastikan sehat sejak dari rumah, lalu perpindahan anak dari rumah ke sekolah dan sebaliknya harus diperhatikan. Selain itu, izin dari orangtua juga harus ada.
Dari sisi sekolah, jelas Nahdiana, protokol kesehatan juga disiapkan, di antaranya ada pembatasan jumlah siswa atau rasio maksimum, kajian sekolah dari sisi protokol kesehatan, lalu kesiapan guru. ”Untuk protokol kesehatan, kami mengacu pada protokol kesehatan yang ada,” katanya.
Adapun untuk bisa menggelar pembelajaran tatap muka, dinas pendidikan akan melakukan penilaian kepada sekolah-sekolah di DKI Jakarta. ”Ada review terhadap kesiapan per sekolah yang dilakukan dinas,” tutur Nahdiana.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, menjelaskan, untuk bisa menggelar pembelajaran dengan tatap muka, Ombudsman memastikan dinas harus memiliki indikator satu sekolah betul-betul sudah siap. ”Dinas pendidikan perlu mempersiapkan prasyarat lebih dahulu,” ucapnya.
Untuk itu, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya akan berkoordinasi dengan dinas pendidikan supaya indikator-indikator itu sudah ada dan disimulasikan terlebih dahulu. ”Dan, disdik tidak harus mematok waktu terkait kesiapan itu. Patokan sekolah bisa melalukan PTM bukan waktu, melainkan kesiapan berdasarkan indikator. Itu sebabnya disdik harus melakukan juga pemetaan sekolah yang sangat siap, siap, kurang siap,” tutur Teguh.