Sukarelawan Minta Doni Monardo Mundur dari Ketua Satgas Covid-19
Sukarelawan satuan tugas penanganan pandemi menilai, pemberian masker kepada kelompok massa pemicu kerumunan dinilai langkah yang tak menghargai pekerjaan mereka selama delapan bulan terakhir menghadapi pandemi Covid-19
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembagian masker dan hand sanitizer pada kegiatan di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, masih menyisahkan kekecewaan dari sukarelawan. Atas kekecewaan itu, sukarelawan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengundurkan diri sebagai sukarelawan dan menuntut Doni Monardo mengundurkan diri sebagai Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Sekitar 30 sukarelawan Satgas Penanganan Covid-19 yang mewakil 2.000 sukarelawan se-Jabodetabek, Kamis (19/11/2020), di pintu masuk The Media Hotel and Towers, Jakarta Pusat, berbaris membentang poster menentang tindakan pembagian masker di acara Petamburan hingga pemberian denda Rp 50 juta yang dinilai terlalu ringan.
Koordinator Relawan Pendukung Satgas Covid-19 se-Jabodetabek, Abdul Mupid mengatakan, pemberian 20.000 masker dan hand sanitizer oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada pernikahan putri Rizieq Shihab dan Maulid Nabi Muhammad sebagai langkah tidak tepat.
Pembagian masker menimbulkan banyak protes, termasuk sukarelawan. Menurut Abdul, semestinya acara yang menimbulkan keramaian itu ditertibkan mengikuti protokol kesehatan, bukan justru menyumbang 20.000 masker. Sumbangan itu menimbulkan kesan BNPB atau satgas Covid-19 menyetujui kegiatan yang tidak menjaga jarak tersebut.
”Apalagi, dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta, urusan alat pelindung diri (APD) ,seperti masker, menjadi tanggung jawab penyelenggara acara untuk wajib menyediakannynya. Bukan tugas BNPB atau satgas Covid-19 membagikan itu. Oleh karena itu, kami, sukarelawan satgas penanganan Covid-19, mengecam keras tindakan yang dilakukan BNPB karena telah mencederai usaha yang sudah kita bangun selama delapan bulan terakhir,” kata Abdul.
Selain itu, kata Abdul, atas nama sukarelawan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mendesak pimpinan Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dan jajarannya untuk mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban.
”Ini aksi mosi tidak percaya kepada Pimpinan Satgas Doni Monardo. Sukaelawan sudah bekerja selama ini. Kami tidak mendukung acara yang mengizinkan keramaian tersebut dan membagikan masker,” tutur Abdul, diikuti aksi melepas rompi sebagai bentuk protes terhadap sikap pimpinan BNPB atau Satgas Covid-19. Pelepasan rompi itu sekaligus mereka berhenti menjadi sukarelawan.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menegaskan, pemberian masker bukan bagian upaya mendukung acara tetap berlangsung. Doni menegaskan, dirinya udah berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta agar Peraturan Gubernur Jakarta Nomor 79/2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dijalankan.
Doni menyatakan terus berupaya berkoordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta melalui imbauan lisan dan tertulis untuk tidak mengizinkan acara mengumpulkan banyak massa. Pemprov DKI Jakarta tidak pernah memberikan izin, tetapi tidak diindahkan pihak penyelenggara.
Doni melanjutkan, satgas nasional memberikan masker kepada penyelenggara dan satgas Petamburan agar warga bisa menggunakan masker setelah langkah pemberitahuan tidak bisa diperhatikan dan acara tetap dilaksanakan.
”Sehingga langkah terakhir, kami memberikan masker semata-mata untuk melindungi agar warga tidak terpapar. Pembagian masker bukan bagian upaya mendukung acara. Dari awal kami sudah berkoordinasi dengan gubernur dan wakilnya. Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Dari awal Pemprov DKI tidak pernah mengizinkan melalui surat Wali Kota Jakarta Pusat,” tegas Doni.
Sementara itu, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Penguatan Undang-undang Penanggulangan Bencana (AMPU-PB), Untung Tri Winarso, mengatakan, peningkatan kelembagaan BNPB menjadi Kementerian Penanggulangan Bencana diperlukan agar akses kebijakan dan keputusan nasional dapat dijalankan secara lebih luas.
Hal ini membuat BNPB dapat dilibatkan dalam rapat-rapat kabinet dengan presiden sehingga bisa membuat keputusan dengan level strategis dan cepat.
”Sekarang ini pada praktiknya pelibatan BNPB dalam rapat kabinet hanya pada masa pandemi Covid-19. Ke depan, hadirnya menteri penanggulangan bencana bersama presiden dan kabinet lain dapat menentukan keputusan dengan cepat,” ujarnya, Selasa (17/11/2020).
Peningkatan otoritas BNPB yang setara dengan kementerian juga dinilai akan menguatkan koordinasi antarlembaga untuk menyelesaikan persoalan terkait dengan penanggulangan bencana, terutama bencana dengan skala yang besar.
Namun, kewenangan BNPB juga harus eksplisit tertuang dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Bencana, seperti fungsi koordinasi dan komando dalam status bencana nasional.
Agenda untuk melakukan penguatan kewenangan BNPB telah disampaikan Komisi VIII DPR dalam rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020).
Dalam rapat tersebut, DPR bersama Kemendagri dan Kementerian PAN-RB sepakat mencantumkan nomenklatur kelembagaan BNPB dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Penanggulangan Bencana. Selain itu, disepakati juga pembentukan Dinas Penanggulangan Bencana Daerah (DPBD) di daerah-daerah dan menguatkan kewenangannya dalam melakukan koordinasi, komando, dan pelaksana pada saat terjadi bencana.