Penyelenggara Pesta Pernikahan Meminta Keadilan Perizinan Selama Pandemi
Penyelenggara pesta pernikahan menempuh sederet perizinan demi kelancaran acara di tengah pandemi. Mereka meminta keadilan apabila ada pihak yang dikecualikan dari pelanggaran protokol kesehatan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara pesta pernikahan menuntut keadilan perlakuan penerapan protokol kesehatan. Jika mereka harus mengikuti mekanisme yang ketat, penyelenggara pesta pernikahan lain pun harus mengikuti prosedur serupa. Jangan sampai aturan ketat itu berlaku untuk kalangan tertentu saja.
Pihak-pihak terkait pesta pernikahan menyampaikan kekesalannya karena proses perizinan kegiatan itu selama ini cukup panjang. Mereka cukup sabar mengikuti protokol dari pemerintah, sementara acara pernikahan yang memicu kerumunan ribuan orang di Petamburan itu seakan dibiarkan.
Ketua Umum Perkumpulan Wirausaha Perlengkapan Pernikahan Andie Oyong mengatakan, pembiaran kerumunan saat pernikahan memicu pertanyaan banyak pihak. Mereka mengingatkan agar acara pernikahan tidak lantas menjadi kluster penularan Covid-19. ”Sejauh ini, kami berupaya mengikuti aturan dari pemerintah. Kami memberi masukan terhadap protokol kesehatan yang ada. Namun, mengapa untuk kerumunan di Petamburan itu terkesan dibiarkan. Jumlah orang yang berkumpul sudah sekian banyak, ini yang kami sangat kecewa,” ujar Andie, Rabu (18/11/2020).
Pengusaha jasa pernikahan sejauh ini juga menjalankan aturan baru yang beredar dalam Surat Edaran Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 372/SE/2020 tentang Pengajuan Persetujuan Teknis Kegiatan Pertemuan, Akad Nikah, hingga Upacara Pernikahan. Andie mengatakan, aturan itu mensyaratkan sejumlah berkas permohonan kegiatan, simulasi, serta jaminan kepatuhan protokol kesehatan.
Andie menyatakan, ada sejumlah berkas kegiatan yang telah dipresentasikan oleh pihak penyelenggara pernikahan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, dari sekitar puluhan berkas yang masuk sejak dua pekan lalu, baru dua acara pernikahan yang mendapat izin. Dua acara itu berlokasi di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton di Kuningan, Jakarta Pusat.
Acara pernikahan yang telah disetujui harus menjalankan protokol kesehatan ketat. Hal ini meliputi pembatasan kapasitas pengunjung maksimal 25 persen, tidak mengambil makanan secara prasmanan, serta seluruh pengunjung diminta duduk di kursi yang telah disediakan.
Seluruh bidang jasa dalam pernikahan berkomitmen menjalankan proses perizinan sepanjang itu. ”Detail perizinan kegiatan pernikahan ini sangat panjang, bahkan harus melalui presentasi ke pihak Pemprov DKI Jakarta dan gugus tugas penanganan Covid-19. Sementara situasi di Petamburan bisa langsung berjalan tanpa ada pencegahan dari pihak berwenang,” ucapnya.
Sejumlah warga yang menikah selama pandemi kecewa dengan pembiaran kerumunan di Petamburan. Sebab, mereka susah payah menjaga protokol kesehatan sesuai dengan instruksi yang berlaku selama ini.
Marry Shirliani (41) yang menikah pada April silam mengeluhkan sulitnya prosesi pernikahan di tengah pandemi. Saat itu, dia mengupayakan berbagai penyesuaian agar bisa menjalankan akad di rumah dan berkumpul kecil-kecilan. Mendekati hari akad, ternyata berbagai pelaksanaan nikah hanya bisa berlangsung di kantor urusan agama (KUA)
”Waktu itu akhirnya saya hanya akad di KUA Tebet ditemani orangtua dan adik. Proses itu beres dalam waktu 30 menit saja. Kalau sekarang dengar kerumunan pernikahan di Petamburan, rasanya geram sekali kenapa pemerintah kayak enggak berdaya menindak pelanggar protokol kesehatan,” ucap warga Jakarta Selatan ini.
Nanda Akbar (29), warga Bendungan Hilir, akan menikah akhir November ini di KUA Tanah Abang. Dia juga menyayangkan pemerintah yang kurang tegas dalam menjalankan regulasi protokol kesehatan. ”Jangan karena yang melanggar di Petamburan itu tokoh masyarakat lalu dibiarkan begitu saja. Kalau begitu, siapa saja berhak, dong, untuk mengundang kerumunan di pernikahan,” ujarnya.
Terkait itu, Andie meminta pemerintah adil dalam memberi perizinan kegiatan pernikahan. Sebab, banyak rekan penyelenggara serta lini bisnis pendukung lainnya yang menunggu perizinan untuk kelangsungan bisnis. Mereka takut tidak dapat bertahan apabila pemerintah kembali menerapkan pembatasan ketat akibat ketidakdisiplinan protokol kesehatan.
”Saya berharap ada keadilan dari pemerintah. Jangan sampai kami dibiarkan menunggu lama izin beredar, sementara ada pihak-pihak yang dikecualikan dalam pelanggaran protokol kesehatan,” ucapnya.
Publisher and Chief Operational Officer Weddingku Reza Paramita mengatakan, industri penyelenggara pernikahan telah berusaha bertahan dengan berbagai cara. Bahkan, beberapa pekan kemarin, sebagian pernikahan ada yang berlangsung secara virtual. Dia berharap kegiatan pernikahan secara tatap muka bisa kembali diizinkan sesuai protokol kesehatan.
”Para penyelenggara pernikahan dihadapkan dengan berbagai tantangan, salah satunya karena membengkaknya anggaran untuk menjalankan protokol kesehatan. Kami harap semua pihak bisa menjalankan protokol sesuai instruksi pemerintah,” tuturnya.