Penggunaan masker dan praktik jaga jarak fisik di pasar tradisional makin jarang dilakukan. Padahal, lokasi ini paling berisiko menjadi kluster penularan Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengawasan protokol kesehatan di sejumlah pasar tradisional di wilayah Jakarta makin kendur. Situasi ini berpotensi meningkatkan risiko penularan saat pandemi memasuki bulan kesembilan. Kekhawatiran ini bisa terjadi di tengah berkurangnya pemeriksaan dan pelacakan kasus Covid-19.
Pantauan Kompas pada Selasa (17/11/2020), sejumlah pasar tidak lagi menerapkan pembatasan jarak fisik secara ketat. Instruksi pakai masker yang sangat gencar beberapa bulan lalu kini kerap dilanggar oleh pedagang dan pengunjung pasar.
Di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat, sebagian aktivitas toko berjalan tanpa protokol kesehatan. Setidaknya terhitung ada puluhan pembeli dan pedagang yang tampak melepas masker. Rahmat (53), pedagang di lantai dua pasar tersebut, juga melepas masker saat sedang melayani pembeli.
Rahmat memandang penggunaan masker di pasar kini tidak terlalu ketat seperti pada Juli silam. Sebab, waktu itu diketahui ada empat pedagang yang positif Covid-19 hingga pasar harus ditutup. Beberapa bulan setelah penutupan pasar, Rahmat mengatakan belum ada lagi tes dan pengawasan makin kendur.
”Sudah beberapa bulan sejak penutupan Pasar Tomang Barat, Juli kemarin, kami (pedagang) sudah beraktivitas seperti biasa. Ya, cuma sekarang jadi lebih sepi saja. Sudah enggak ada lagi pengawasan ketat pakai masker. Orang masuk pasar kadang juga enggak diukur suhu tubuhnya,” ujarnya saat ditemui, Selasa siang.
Kondisi serupa juga ditemui di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, serta Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Amri Ramadhan (32), pedagang buah di Pasar Kebayoran Lama, menyebut situasi pengawasan sudah longgar sejak pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di awal Oktober. Pemeriksaan masker kadang berjalan beberapa hari, seperti pada awal pekan.
”Sekarang balik ke pedagangnya lagi, sih, ada yang membuat sekat plastik supaya ada pembatasan kontak fisik. Ada juga pedagang yang memang enggak pakai sekat, bahkan juga enggak pakai masker. Sekarang terserah pembeli, masih mau datang ke lapak pedagang itu atau enggak,” ucapnya.
Minimnya pengawasan protokol kesehatan di kalangan pedagang menjadi keluhan para pembeli. Lina Setiawati (38), pembantu rumah tangga di Jakarta Barat, mengeluhkan wastafel tempat mencuci tangan yang kehabisan sabun di Pasar Tomang Barat, seakan tidak lagi memprioritaskan kepentingan protokol kesehatan.
”Saya lebih memilih cuci tangan dengan sabun daripada cairan hand sanitizer yang membikin kulit jadi kering. Namun, ini beberapa wastafel ada yang kehabisan cairan sabun. Ini, kok, kesannya menyepelekan protokol kesehatan, ya,” ungkapnya.
Dalam pengamatan Kompas, fasilitas cuci tangan di sejumlah pasar tampak tidak terawat. Salah satu wastafel di Blok A Pusat Grosir Tanah Abang, misalnya, kehabisan air dan sabun saat dikunjungi pada Selasa siang. Pengunjung harus masuk ke dalam pasar untuk mendapat fasilitas cuci tangan yang memadai.
Terkait itu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengakui kepatuhan protokol kesehatan makin mengendur di pasar. Ada sebagian kalangan yang menganggap situasi saat ini sudah melandai, padahal penularan Covid-19 masih bertambah setiap hari.
Meski begitu, Ikappi terus melakukan pendekatan kepada pedagang untuk sosialisasi protokol kesehatan. Namun, belakangan, pihak pengelola pasar justru kurang intensif melakukan sosialisasi. Padahal, pasar yang menjadi tempat pertemuan banyak orang paling berisiko menjadi kluster penularan Covid-19.
”Berbicara konteks nasional, ada 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, tetapi tidak sampai 100 kabupaten yang concern terhadap pasar. Di Jakarta, pengawasan protokol kesehatan juga terlihat mengendur,” tutur Abdullah dalam diskusi webinar Mencegah Penularan Covid-19 di Pasar Tradisional, Selasa sore.
Menurut catatan Ikappi, hingga kini tercatat sekitar 1.568 pedagang se-Indonesia terinfeksi Covid-19. Dari jumlah itu, sekitar 65 orang meninggal. Untuk mencegah penambahan kasus, Abdullah berharap pemerintah bisa lebih membenahi fasilitas penunjang protokol kesehatan.
”Pengelola pasar memang menyiapkan tempat cuci tangan di depan pasar, tetapi tidak terjaga dengan baik. Misalnya, ketiadaan persediaan sabun atau sabunnya terlalu bercampur dengan air. Selain itu, tes berkala bagi pedagang juga harus terus berjalan,” ucapnya.
Manajer Bidang Umum dan Humas PD Pasar Jaya Gatra Vaganza mengatakan, pengadaan tes untuk pedagang memang belum ada lagi sejak Agustus lalu. Pengelola pasar masih menunggu jadwal dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk kembali melakukan tes di pasar (Kompas, 16/10/2020).