Literasi Pandemi Belum Menyeluruh, Pelanggaran Tak Juga Surut
Pengalaman mendidik masyarakat mengenai kesehatan komunal selama ini menunjukkan keteladanan adalah kunci kesuksesan. Sikap kepala daerah beserta jajarannya, tokoh masyarakat, hingga artis itu yang ditiru masyarakat
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Literasi masyarakat terhadap bahaya penularan virus korona jenis baru dan keselamatan bersama masih rendah walaupun sudah sembilan bulan pandemi Covid-19 berlangsung. Komunikasi antara pemerintah dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, serta organisasi maupun lembaga yang memiliki banyak pengikut harus lebih intensif lagi agar pesan mengenai protokol kesehatan tidak hanya diterima, tetapi juga ditegakkan setiap hari.
”Jangan sampai semua pihak lupa bahwa hingga saat ini Indonesia dan seluruh dunia masih dalam kondisi pandemi. Pengobatan belum ada, vaksin masih dalam tahap uji coba, dan korban terus berjatuhan. Satu-satunya cara agar selamat ialah menjaga diri sendiri dan orang lain, baik keluarga maupun anggota masyarakat yang lain,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ede Darmawan ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (16/11/2020).
Ia menegaskan bahwa musuh semua orang saat ini adalah penyakit dan kebodohan. Oleh sebab itu, komunikasi dan pemahaman mengenai Covid-19 tidak boleh kendur dilakukan di semua level. Mulai dari pemerintah hingga komunitas akar rumput. Apabila warga memiliki pengetahuan terhadap penyakit ini, ia akan menjaga keselamatan diri dan tidak akan menginginkan musibah penularan Covid-19 terjadi kepada orang lain sehingga penerapan pemakaian masker, menjaga jarak fisik, dan mencegah terjadinya kerumunan orang bisa diterapkan.
”Segala jenis kerumunan sangat berbahaya. Baik berupa unjuk rasa, hajatan, kegiatan ibadah keagamaan, kampanye pemilu yang mengumpulkan banyak orang, wisuda, arisan, maupun sekadar nongkrong di dekat rumah ataupun warung kopi. Pastinya ada alternatif yang aman bagi segala kegiatan itu. Misalnya, pernikahan di kantor urusan agama, unjuk rasa melalui diskusi virtual, dan sebagainya,” ujar Ede.
Menurut dia, masih ada kelompok orang yang keras kepala menafikan keberadaan Covid-19, apalagi takut terhadap akibat penularannya. Minim literasi pandemi ini tidak hanya terjadi pada orang-orang yang berpendidikan rendah, bahkan terjadi fenomena mereka yang berpendidikan tinggi dan semestinya bisa mendudukkan perkara dengan nalar sistematis turut tidak memercayai adanya virus korona jenis baru.
Oleh sebab itu, lanjut Ede, sinergi pemerintah, swasta, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat harus melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang dihormati di komunitas masing-masing dan memiliki banyak pengikut. Potensi mereka sebagai mitra untuk mengajak masyarakat menjaga kesehatan dan keselamatan sesama amat besar.
”Pengalaman mendidik masyarakat mengenai kesehatan komunal selama ini menunjukkan keteladanan adalah kunci kesuksesan. Masyarakat lebih taat kepada orang yang mengatur daripada aturan, secanggih apa pun undang-undang dan peraturan legalnya. Sikap kepala daerah beserta jajarannya, tokoh masyarakat, hingga artis itu yang ditiru masyarakat,” katanya.
Apabila orang-orang yang digugu itu justru bertindak melanggar protokol kesehatan, masyarakat akan kian abai dengan risiko penularan Covid-19. Negara akan kian terbebani dengan jumlah pasien yang sakit dan ekonomi kian melambat akibat resesi tidak pernah pulih. Ede mengingatkan bahwa biarpun para pelanggar membayar denda, penularan tidak akan terhenti dan akan membentuk kluster baru.
Rp 5 miliar
Pada kesempatan yang lain, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Arifin mengungkapkan bahwa total denda pelanggaran protokol kesehatan selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan PSBB transisi telah mencapai Rp 5 miliar. Uang ini dimasukkan ke dalam kas negara yang akan digunakan untuk berbagai program bantuan maupun pemulihan ekonomi selama pandemi.
Ia tetap menekankan pentingnya menjaga jarak fisik dan memakai masker. Tidak boleh ada kegiatan yang mengakibatkan kerumunan orang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menegaskan bahwa segala jenis unit usaha sepeti rumah makan, kafe, perkantoran, dan segala jenis kegiatan seperti pesta tetap boleh diselenggarakan asal meminta izin resmi dari Pemprov DKI Jakarta. Jumlah hadirin juga maksimal 25 persen dari kapasitas ruangan dan semua orang wajib bermasker.
”Pelanggar pasti didenda sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta 79/2020 dan akan ada denda berkali lipat kalau kesalahan itu diulang oleh individu atau lembaga yang sama,” katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jakarta Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani mengumumkan tanggal 16 November ada 664 kasus positif baru. Total di Jakarta sudah ada 119.633 kasus positif dengan pasien aktif yang masih menjalani perawatan atau isolasi mandiri sebanyak 6.957 kasus. Adapun 2.455 orang meninggal.
Persentase kasus positif di Jakarta 9,9 persen. Jumlah itu masih lebih tinggi dari batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 persen.