Lampu kuning untuk Kota Bogor. Rentang satu minggu terakhir, kasus positif melonjak mencapai 27 persen, tertinggi selama masa pandemi. Lonjakan kasus ini mengakibatkan tingkat okupansi ruang isolasi mencapai 76 persen.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Lonjakan kasus positif Covid-19 di Kota Bogor dalam tiga minggu terakhir mencapai 738 kasus atau pada rentang satu minggu terakhir mencapai 27 persen, tertinggi selama masa pandemi.
Wali Kota Bogor sekaligus Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor Bima Arya mengatakan, berdasarkan data tiga minggu terakhir menunjukan lonjakan angka kasus positif. Pada periode 26 Oktober-15 November mencapai 738 kasus positif Covid-19.
”Dari lonjakan kasus, situasi Kota Bogor belum aman. Minggu ini naik 27 persen dari minggu sebelumnya, kenaikan ini merupakan rekor tertinggi selama pandemi. Rata-rata kasus per minggu sebelumnya 20 kasus, lalu naik 30 kasus, dan Minggu ini mencapai 43 kasus. Sementara dua hari kemarin pada Senin-Selasa (16-17/11) turun masing-masing 30-37 kasus sehingga total kasus 2.740 kasus,” kata Bima, Selasa (17/11/2020).
Kenaikan kasus positif Covid-19, kata Bima, masih didominasi oleh kluster rumah tangga atau keluarga. Selanjutnya dari kluster perkantoran. Menurut Bima, terpaparnya lingkungan rumah tangga karena aktivitas anggota keluarga yang bekerja di kantor atau kegiatan luar lainnya. Bima menilai, protokol kesehatan di perkantoran belum terlaksana dengan baik.
Selain itu, lanjut Bima, kenaikan kasus juga terjadi karena dampak dari liburan panjang, yaitu sebesar 12 persen. Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD Kota Bogor) masih merawat 18 kasus positif dari kluster libur panjang. Kenaikan kasus juga terjadi karena kluster aksi atau demonstrasi omnibus law. Setidaknya ada 12 personel Dinas Perhubungan Kota Bogor yang terkonfirmasi positif setelah menjalankan tugas. Sementara dari RSUD Kota Bogor tercatat ada enam kasus positif dari kluster aksi.
”Dari kenaikan kasus itu, tingkat keterisian tempat tidur juga terus naik, yaitu 76 persen, melebihi standar WHO, sebesar 60 persen. Ini lampu kuning untuk keterisian tempat tidur di Bogor,” kata Bima.
Dari lonjakan kasus tinggi itu, Pemkot Bogor akan menggencarkan tes usap sebanyak 1.000 per minggu. Tidak hanya itu, Pemkot Bogor juga akan menambah kembali tempat tidur atau ruang isolasi pasien covid-19 di rumah sakit rujukan.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, pihaknya sudah menambah ruang isolasi pelayanan Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dr Marzoeki Mahdi. Penambahan ruang isolasi itu terkait dengan okupansi rumah sakit rujukan mulai meningkat karena efek beberapa peristiwa, seperti libur panjang pada akhir Oktober lalu.
”Kami tambah enam ruang isolasi bertekanan negatif yang diresmikan di RSJ dr Marzoeki Mahdi. Setelah ini, akan tambah lagi ruang isolasinya. Total saat ini sudah ada 407 ruang isolasi. Penambahan ini juga karena bed occupancy rate (BOR) rumah sakit hampir mencapai 76 persen, jadi sangat tinggi,” kata Dedie.
Bima melanjutkan, kedisiplinan protokol kesehatan menjadi kunci terhindar dari paparan virus. Ia mengimbau, warga selalu jaga jarak dan jangan ada kerumunan dalam jumlah besar karena di situlah paparan virus semakin besar.
”Tidak boleh ada kerumunan massa, kami tegas akan menindak. Kami juga meminta warga yang terpapar untuk segera melapor dan akan diarahkan isolasi di BNN Lido jika tanpa gejala. Jadi, tidak boleh isolasi mandiri di rumah agar lingkungan keluarga terjaga,” kata Bima.
Bima melanjutkan, efek dari liburan akhir Oktober akan menjadi evaluasi menghadapi libur panjang akhir Desember. Menurut dia, pengawasan protokol kesehatan di tempat hiburan dan tempat wisata harus lebih diperketat karena banyak keabaian terhadap protokol kesehatan sehingga turut menyumbang angka kasus positif yang cukup banyak.
”Pelajaran ini (libur panjang) diambil sebagai dasar untuk membuat keputusan yang lebih tegas. Liburan panjang sebaiknya dibatasi. Artinya, harus ada kesepakatan bersama antarmenteri untuk membatalkan dulu,” ujar Bima.