Jalur Terproteksi, Komponen Terpenting Keselamatan Bersepeda
Minat warga bersepeda perlu difasilitasi dengan penyediaan infrastruktur yang mengakomodasi kebutuhan penggunanya. Faktor keselamatan dan keamanan memegang peran penting.
JAKARTA, KOMPAS — Kebanyakan jalur sepeda yang tersedia saat ini belum cukup melindungi keselamatan pesepeda. Untuk membentengi pesepeda dari ancaman kecelakaan, dibutuhkan jalur pesepeda yang terproteksi.
Menurut Ketua Bike to Work (B2W) Indonesia Poetot Soedarjanto, sebanyak 32 nyawa pesepeda di Indonesia melayang sepanjang tahun 2020 karena berbagai sebab, termasuk kecelakaan lalu lintas. Data yang diambil per 10 Oktober 2020 tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber.
Baca juga: Agar Nyaman dan Menyehatkan, Yuk, Kenali Hal-hal Ini Sebelum Bersepeda!
Sementara itu, merujuk data dari Korps Lalu Lintas Polri, Poetot mengungkapkan, ada 3.231 pesepeda yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas sepanjang tahun 2019. Dari jumlah ini, belum diketahui berapa pesepeda yang meninggal ataupun luka-luka.
”Grafiknya terus meningkat dari tahun ke tahun, khususnya dalam tiga tahun terakhir. Kita tidak semata-mata ingin menampilkan jumlah. Bagi kami, satu nyawa saja sangat berarti,” ujarnya dalam webinar Keselamatan Pesepeda di Jalan, Selasa (17/11/2020).
Dalam hal ini, Poetot menegaskan, infrastruktur menjadi komponen paling penting untuk menjamin keselamatan pesepeda. Bahkan, komponen ini jauh lebih penting ketimbang alat pelindung diri. Ketersediaan jalur pesepeda terproteksi harus menjadi prioritas utama.
”Hierarki pengguna jalan itu dimulai dari yang paling tinggi, yaitu pejalan kaki, disusul pesepeda, dan yang paling rendah pengendara kendaraan pribadi. Bagaimana desain jalan raya kita, apakah mengedepankan hierarki ini?” tuturnya.
Baca juga: Pilar Jati Bike Park, Oase di Tengah Gersangnya Ruang Bermain
Menurut Poetot, infrastruktur jalan saat ini belum ramah untuk pesepeda. Ia yang sudah 15 tahun berangkat ke kantor menggunakan sepeda sangat memahami kurangnya jalur pesepeda terproteksi. Ia mencontohkan, tidak ada satupun jalur terproteksi yang dapat dilewati dari rumah ke kantornya yang berjarak 25 kilometer.
”Saya bersyukur selama ini masih selamat dari kecelakaan karena saya membekali diri dengan kewaspadaan. Namun, tidak semua orang, kan, seperti saya,” katanya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Alex Sinaga (29), jurnalis media asing di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Sejak September 2020, hampir setiap hari ia berangkat dari indekosnya di Palmerah, Jakarta Barat, ke kantornya menggunakan sepeda.
Ia biasanya melewati rute Jalan Palmerah-Jalan Penjernihan-Jalan Galunggung-Jalan HR Rasuna Said untuk sampai ke kantor. Di sepanjang jalan tersebut, tidak ada satupun jalur khusus sepeda yang ia temui.
Alhasil, setiap hari ia harus berebut ruang dengan para pengendara sepeda motor dan mobil di jalan raya. Meski mengaku selalu bersepeda di bahu jalan, beberapa kali ia nyaris mengalami kecelakaan.
”Seringnya, lagi enak-enak sepedaan, tahu-tahu ada sepeda motor memotong jalan dari gang ke jalan utama yang saya lewati. Saya harus mengerem mendadak, padahal di belakang banyak kendaraan melaju kencang,” ungkap Alex.
Seringnya, lagi enak-enak sepedaan tahu-tahu ada sepeda motor memotong jalan dari gang ke jalan utama yang saya lewati. Saya harus mengerem mendadak, padahal di belakang banyak kendaraan melaju kencang.
Jalur terproteksi
Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menjelaskan, pembuatan jalur sepeda seyogianya mengedepankan prinsip keselamatan. Untuk itu, jalur pesepeda yang paling ideal adalah jalur sepeda terproteksi.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memproteksi jalur sepeda. Misalnya, memberikan batas pagar atau memberi median dan stik untuk memisahkan jalur sepeda dengan jalur kendaraan bermotor. Hal ini bertujuan untuk menghindari gangguan dari pengendara sepeda motor.
”Kendala di Indonesia ketika membuat jalur sepeda adalah (kebiasaan) parkir di tepi jalan dan (serobotan) sepeda motor,” katanya dalam webinar yang sama.
Sejauh ini, ada tiga model jalur sepeda yang umum dijumpai di kawasan perkotaan. Ketiganya adalah jalur berbagi dengan kendaraan bermotor, jalur di trotoar, dan jalur terproteksi dari kendaraan bermotor dan pejalan kaki.
”Di Jakarta banyak menggunakan lajur sepeda (bike lane). Cukup berat karena sering terganggu dengan pengendara sepeda motor,” ujarnya.
Djoko juga mengingatkan, jalur pesepeda di persimpangan harus disesuaikan dengan jalur penyeberangan untuk pejalan kaki. Jalur tidak boleh dibuat melintasi ujung jalan satu ke ujung jalan lainnya.
Selain keamanan, Menurut Djoko, ada empat syarat lain untuk meningkatkan kualitas infrastruktur bersepeda. Infrastruktur sepeda juga harus nyaman, menarik, terpadu, dan kelangsungan rutenya tidak terputus.
Untuk jalur pesepeda rekreasi, prinsip menarik menjadi yang utama setelah prinsip keamanan. Adapun untuk jalur pesepeda komuter, prinsip kelangsungan rute menjadi yang utama setelah prinsip keamanan.
Ketersediaan infrastruktur pendukung pesepeda ini, menurut Djoko, akan menentukan keberlanjutan kegemaran bersepeda masyarakat. Keberadaan infrastruktur yang memadai akan membuat masyarakat terus menggemari sepeda, bukan hanya di saat pandemi Covid-19.
Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan. Salah satu hal yang diatur adalah mengenai fasilitas pendukung pesepeda, termasuk lajur/jalur pesepeda.
Dalam Pasal 11 Permenhub Nomor PM 59 dijelaskan bahwa lajur/jalur sepeda dapat berupa lajur/jalur yang berbagi dengan kendaraan bermotor, berada di bahu jalan, berada di badan jalan, hingga yang terpisah dengan badan jalan. Lajur/jalur tersebut harus memenuhi faktor keselamatan, kenyamanan, dan kelancaran lalu lintas.
Menurut Direktur Sarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Pandu Yunianto, pembuatan tipe jalur pesepeda ini sangat tergantung dengan ruang jalan yang tersedia. Apabila memungkinkan, dapat dibuat lajur khusus berupa marka lajur sepeda.
”Lajur ini perlu dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas untuk menjaga ketertiban lalu lintas,” ujarnya.
Keamanan bersepeda
Selain jalur sepeda, fasilitas pendukung lainnya yang tidak kalah penting adalah tempat parkir sepeda. Pandu menambahkan, tempat parkir sepeda ini harus tersedia di simpul transportasi, seperti terminal, pelabuhan, dan stasiun serta gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan.
Bagi Alex Sinaga yang memiliki road bike seharga Rp 20 juta, ketersediaan tempat parkir sepeda yang aman sangat ia butuhkan. Hal ini bukan hanya untuk mencegah pencurian unit sepeda, melainkan juga komponen-komponen dari sepeda tersebut.
”Komponen-komponen sepeda kalau diambil, kan, lumayan juga harganya. Apalagi kalau pakai kunci L itu gampang banget diambil,” ujarnya.
Baca juga: Polda Metro Jaya Sita 34 Sepeda dari Komplotan Pencuri dan Penadah
Meski gedung di kantornya saat ini sudah menyediakan tempat parkir sepeda, ia selalu membawa sepedanya ke ruang kerjanya di lantai 20. Sebab, ia masih khawatir dengan keamanan tempat parkir tersebut karena lokasinya yang cukup jauh dengan pos satpam.
Selama ini, ia juga mengamati masih banyak tempat-tempat umum yang tidak melengkapi tempat parkir sepeda dengan CCTV. Padahal, kamera pemantau tersebut penting untuk mengidentifikasi pelaku pencurian komponen-komponen sepeda yang sulit terpantau.
”Saya berharap tempat parkir sepeda diberlakukan sistem yang sama dengan tempat parkir kendaraan bermotor. Yang mau masuk harus ambil karcis dan bayar biaya parkir. Asalkan, fasilitasnya dibuat memadai, seperti disediakan CCTV,” tuturnya.
Dalam hal ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan dua fasilitas pesepeda tersebut. Kemenhub telah menerbitkan surat edaran kepada kepala daerah untuk menyediakan jalur pesepeda dan fasilitas parkir.
”Mudah-mudahan tahun depan fasilitas ini bisa direalisasikan oleh pemerintah daerah,” kata Pandu.
Lebih khusus, Pandu mengimbau kepada kepala daerah agar pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut juga diprioritaskan untuk siswa-siswa sekolah. Harapannya, anak-anak sekolah bisa kembali menggemari sepeda dan menghindari penggunaan kendaraan bermotor.