Kasus Positif Korona Meningkat, Pemkot Bogor Tambah Ruang Isolasi
Remkot Bogor menambah ruang isolasi pasien Covid-19 karena meningkatnya kasus positif harian sehingga membuat ”bed occupancy rate” (BOR) rumah sakit rujukan hampir mencapai 60 persen.
Oleh
AGUIDO ADRI
·2 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menambah ruang isolasi untuk penanganan pasien Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa dr Marzoeki Mahdi. Penambahan ruang isolasi itu terkait okupansi rumah sakit rujukan mulai meningkat karena efek libur panjang akhir Oktober lalu.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, pihaknya menambah ruang isolasi pelayanan Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dr Marzoeki Mahdi. Salah satu alasan penambahan ruang isolasi itu karena kasus positif harian masih meningkat.
”Kami tambah enam ruang isolasi bertekanan negatif yang diresmikan di RSJ dr Marzoeki Mahdi. Setelah ini akan tambah lagi ruang isolasinya. Total saat ini sudah ada 407 ruang isolasi. Penambahan ini juga karena bed occupancy rate (BOR) rumah sakit hampir mencapai 60 persen, jadi sangat tinggi,” kata Dedie, Senin (16/11/2020).
Peningkatan jumlah okupansi di rumah sakit, kata Dedie, tidak lepas dari peristiwa aksi demonstrasi massa menolak omnibus law, libur panjang, dan cuti bersama. Deretan peristiwa itu berdampak pada penambahan kasus Covid-19.
Sementara itu, Wali Kota Bogor sekaligus Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor Bima Arya mengatakan, dalam dua hari terakhir pada Sabtu-Minggu (14-15/11/2020), kasus positif Covid-19 mencapai 97 kasus. Berdasarkan data pada periode 22 Oktober hingga 12 November, ada 538 positif di Kota Bogor.
”Dari angka itu, 12 persennya terpapar saat masa liburan panjang, 40 persen liburan di dalam kota. Kasus meningkat juga karena sumbangan dari transmisi lokal keluarga. Efek liburan panjang menjadi penyebabnya. Kami memprediksi dalam beberapa hari ke depan angka kasus positif masih akan naik,” kata Bima.
Bima melanjutkan, efek dari liburan akhir Oktober akan menjadi evaluasi menghadapi libur panjang akhir Desember. Menurut dia, pengawasan protokol kesehatan di tempat hiburan dan tempat wisata harus lebih diperketat karena banyak yang abai terhadap protokol kesehatan sehingga turut menyumbang angka kasus positif yang cukup banyak.
”Pelajaran ini (libur panjang) diambil sebagai dasar untuk membuat keputusan yang lebih tegas. Liburan panjang sebaiknya dibatasi. Artinya, harus ada kesepakatan bersama antarmenteri untuk membatalkan dulu,” ujar Bima.