Anies Baswedan Klaim DKI Sudah Tegakkan Aturan Atasi Kerumunan
Terkait kerumunan saat acara Rizieq Shihab, Pemprov DKI tegaskan sudah tegakkan penindakan sesuai aturan. Namun, di sisi lain mengakui kurangnya personel untuk membubarkan acara yang diikuti ribuan peserta itu.
JAKARTA, KOMPAS — Terkait kerumunan yang terjadi pada acara Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim sudah melakukan penanganan. Selain sudah mengirimkan surat peringatan, Anies mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah melakukan penegakan aturan.
Ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta seusai Rapat Paripurna dengan agenda pengesahan Raperda APDB Perubahan 2020, Senin (16/11/2020), Anies menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta bekerja berdasarkan peraturan yang ada. ”Ketika kita mendengar kabar ada sebuah kegiatan, secara proaktif mengingatkan tentang ketentuan yang ada. Jadi, kemarin, Wali Kota Jakarta Pusat mengirimkan surat mengingatkan ada ketentuan yang harus ditaati dalam kegiatan-kegiatan,” kata Anies.
Anies lalu membandingkan dengan kegiatan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di Indonesia yang ia pertanyakan tentang surat peringatan tertulis terkait potensi Covid-19 karena pengumpulan massa.
”Anda boleh cek wilayah mana di Indonesia yang melakukan pengiriman surat mengingatkan secara proaktif jika terjadi potensi pengumpulan. Anda lihat pilkada di seluruh Indonesia sedang berlangsung, adakah surat (resmi) mengingatkan penyelenggara tentang pentingnya menaati protokol kesehatan,” kata Anies.
Baca juga : Soal Kegiatan Rizieq, Doni Monardo Minta DKI Tegakkan Protokol Kesehatan
Untuk kerumunan massa di acara Rizieq Shihab, Anies mengatakan, dalam 24 jam sudah dilakukan penindakan. ”Ketika terjadi pelanggaran atas protokol kesehatan, pelanggaran itu ditindak sesegera mungkin. Dalam waktu kurang dari 24 jam, Pemprov DKI Jakarta menegakkan aturan. Artinya, yang melanggar, ya, harus ditindak. Itulah yang kami lakukan,” kata Anies.
Sahat Parulian, Wakil Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta, menjelaskan, terkait kerumunan itu, sejumlah penegakan dan penindakan sudah dilakukan. Di antaranya hukuman sosial dan denda administrasi. ”Kami melakukan itu adalah untuk melaksanakan salah satu tugas dan fungsi kami sebagai penegak perda,” kata Sahat.
Dalam kegiatan tersebut, dijelaskan Sahat, peserta yang datang 10.000-an orang. Satpol PP meski dengan personel yang bertugas 200-an orang, penindakan dan penegakan aturan tetap diakukan.
Dari kegiatan Sabtu silam, Satpol PP sudah menerapkan sanksi sosial kepada 36 orang karena tidak memakai masker. Untuk denda administrasi sekitar Rp 1,4 juta, sedangkan kepada penyelenggara atau panitia dikenai sanksi administrasi Rp 50 juta.
Yang bersangkutan (Pak Rizieq, keluarga, dan Front Pembela Islam) tidak membantah, tidak membela diri, menerima sanksi ini dengan sportif dan lapang dada bahkan membayar langsung secara tunai. Kami sudah minta jangan ada lagi kerumunan di seluruh Jakarta. (Ahmad Riza Patria)
Terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria terkait kerumunan massa pada acara Habib Rizieq, menurutnya, pemprov sudah mengimbau, meminta, mendatangi, bahkan menyurati. Kemudian ketika ada pelanggaran ditindak, diberikan sanksi yang tertinggi Rp 50 juta, kalau diulang lagi Rp100 juta dan seterusnya.
”Yang bersangkutan (Pak Rizieq, keluarga, dan Front Pembela Islam) tidak membantah, tidak membela diri, menerima sanksi ini dengan sportif dan lapang dada bahkan membayar langsung secara tunai. Kami sudah minta jangan ada lagi kerumunan di seluruh Jakarta. Kegiatan apa pun, termasuk keagamaan, dilakukan dalam jumlah terbatas sesuai dengan protokol Covid-19, kemudian sedapat mungkin dilakukan secara online, secara virtual,” kata Ahmad Riza.
Untuk membubarkan kegiatan, Ahmad Riza juga senada dengan Sahat Parulian, ia menjelaskan, adanya keterbatasan jumlah personel. ”Kami sudah koordinasikan saat itu dengan aparat lainnya. Kami tidak bisa berdiri sendiri. Kami sudah imbau dan sosialisasi, ada baliho, spanduk, kami minta, dan sebagainya,” kata Ahmad Riza.
Sementara itu, terkait peningkatan pasien di RS rujukan dan Wisma Atlet, ia juga membenarkan ada hubungannya dengan libur panjang. ”Menurut pemantauan dan pengecekan data di lapangan, salah satu peningkatan beberapa hari ini karena disebabkan libur panjang dua minggu lalu dan ada peningkatan testing yang kita lakukan,” kata Ahmad Riza.
Baca juga : Antisipasi Kerumunan Bisa Dilakukan Lebih Awal
Karena itu, Pemprov DKI terus meningkatkan kewajiban pemprov, yaitu 3T, tracing, testing, dan treatment. ”Kita juga mengharapkan kesadaran masyarakat sekarang ini untuk patuh dan disiplin,” kata Ahmad Riza.
Itu sebabnya, untuk menghindari terjadinya kerumunan massa, Ahmad Riza menegaskan, untuk perayaan tahun baru tahun ini tidak ada perayaan seperti tahun-tahun sebelumnya.
”Kita akan laksanakan cara sesuai protokol pencegahan penularan Covid-19. Tidak ada pengerahan massa seperti tahun-tahun sebelumnya, konser musik konser budaya, tari-tarian, nyanyi-nyanyian, dan sebagainya. Tahun ini tidak ada lagi. Tahun baru ini, kita sedang mencari format yang baik, utamanya tidak ada kerumunan massa,” kata Ahmad Riza.
Ahmad Riza menegaskan, hal itu juga akan berlaku untuk perayaan kembang api di Monas. ”Kalau selama masih ada Covid-19 kita tidak perkenankan kegiatan apa pun yang menimbulkan kerumunan dan menyebarkan virus,” ujarnya.
Sementara di DKI Jakarta, penambahan kasus di Jakarta per Senin ini sebanyak 664 kasus positif. ”Data terkini Dinas Kesehatan, per Senin ini dilakukan tes PCR atas 7.433 spesimen, hasil tes PCR atas 6.021 orang. Hasilnya, 664 positif dan 6.357 negatif,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia.
Untuk rate test PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 135.014. Jumlah orang yang dites PCR sepekan terakhir sebanyak 58.437.
Adapun jumlah kasus aktif di Jakarta turun sebanyak 41 kasus, sehingga jumlah kasus aktif sampai hari ini sebanyak 6.957 orang yang masih dirawat atau diisolasi. Sementara jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini sebanyak 119.633 kasus. Dari jumlah total kasus tersebut, total orang dinyatakan sembuh 110.221 dengan tingkat kesembuhan 92,1 persen dan total 2.455 orang meninggal dengan tingkat kematian 2,1 persen, sedangkan tingkat kematian Indonesia 3,4 persen.
Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 9,9 persen, sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 8,3 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Terpisah, Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah tergagap dalam mengantisipasi kepulangan Rizieq Shibab ke tanah air sehingga berpotensi menjadi sumber kluster-kluster baru dalam penyebaran wabah di tanah air.
”Pendekatan konfrontatif yang dilakukan Menkopohukham, Mahfud MD yang fokus pada penggiringan isu apakah saudara HRS di deportasi akibat overstay saat kembali ke Tanah air menjadi kontraproduktif,” ujar Teguh.
Pendekatan ini, menurut Teguh, mendorong simpatisan HRS untuk unjuk gigi menunjukan empati mereka ke HRS sebagai pimpinan dan panutan mereka. Semestinya pemerintah bisa fokus pada upaya untuk meredam glorifikasi kepulangan yang bersangkutan, termasuk pendekatan konsiliatif.
Baca juga : Hujan Kritik Pasca-keramaian Petamburan
Dampaknya adalah terganggunya pelayanan publik di bandar udara saat kepulangan yang bersangkutan ketika simpatian HRS memenuhi jalan tol dan Bandara. “Pilihan Polri untuk melakukan diskresi berupa pengamanan bukan penghalauan merupakan tindakan paling rasional dan mencegah terhambatnya pelayanan publik yang lebih luas akibat potensi bentrokan antara simpatisan HRS dengan Polri,” kata Teguh.
Kelambatan antisipasi tersebut berlanjut, ketika Wakil Gubernur DKI justru menghadiri acara Maulid Nabi Jumat 13 November 2020 di daerah Tebet yang juga dihadiri oleh HRS walaupun melibatkan masa dalam jumlah yang besar.
“Kehadiran pejabat pada acara yang mengundang massa besar seperti sebuah persetujuan bahwa acara tersebut mungkin dilakukan selama menjalankan protokol kesehatan, padahal tidak akan ada yang mampu memastikan protokol kesehatan di kerumunan massa dengan jumlah sebanyak itu,” kata Teguh.
Ombudsman juga menyayangkan kedatangan Gubernur DKI ke rumah Rizieq pada saat yang bersangkutan harusnya mengisolasi diri selama 14 hari setelah kepulangan dari luar negeri sebagaimana ketentuan dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/313/2020 tentang Protokol Kesehatan Penanganan Kepulangan WNI dan Kedatangan WNA dari Luar Negeri di Pintu Masuk Negara dan di Wilayah pada Situasi PSBB. Tindakan para pejabat tersebut menjadikan imbauan yang disampaikan oleh Walikota Jakarta Pusat pada tanggal 12 November 2020 seperti tiupan angin karena kehadiran mereka tersebut.
Semestinya, pencegahan terhadap berkumpulnya masa dalam acara-acara tersebut dapat diantisipasi kalau pemerintah pusat berkoordinasi lebih baik dengan perintah daerah khususnya Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat dimana penyambutan HRS juga terjadi di Kabupaten Bogor dan melibatkan massa dengan jumlah yang cukup banyak.
Kelemahan koordinasi itu juga tampak pada upaya pencegahan penyebaran covid yang dilakukan oleh Satgas Nasional Penanganan Covid-19 dengan memberikan masker sebanyak 20.000 lengkap dengan fasilitas lainnya. Ombudsman Jakarta Raya menilai, itu bukan pencegahan seperti yang dimaksud dalam upaya mengurangi potensi penyebaran Covid-19.
Baca juga : Kerumunan Dibiarkan, Penegakan Aturan Protokol Kesehatan Lemah
“Pemberian fasilitas di saat mengetahui akan dipergunakan untuk pengumpulan masa dalam jumlah yang besar namanya memfasilitasi. Satgas memiliki tim pakar yang pasti tahu potensi penyebaran Covid-19 saat massa berkumpul walaupun mempergunakan sarana dan prasarana pencegahan covid seperti masker dan hand sanitizer,” kata Teguh lagi.
Karena itu, pemberian sanksi administratif oleh Pemprov DKI kepada Rizieq berupa denda 50 juta, menurut Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, lebih merupakan pemenuhan kewajiban admintrasi bahwa ada upaya pemenuhan prosedur yang dilakukan pemerintah untuk melakukan penegakan. Namun, menurut Teguh hal itu dapat berdampak buruk pada persepsi masyarakat.
”Ada pesan yang disampaikan secara tidak langsung bahwa masyarakat dipersilakan melakukan pengumpulan massa berapa pun jumlahnya, sejauh mampu membayar denda 50 juta,” kata Teguh.
Untuk itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya meminta pusat dan pemerintah daerah memperbaiki tata koordinasi terkait potensi pengumpulan masa dalam jumlah besar yang dikhawatirkan akan menjadi kluster-kluster baru penyebaran korona.
”Sayang sekali uang negara yang sudah dikucurkan begitu besar untuk penanganan Covid-19, kesuksesan tracing yang dilakukan Pemprov DKI, dan kelelahan para front liner seperti tenaga kesehatan yang berjuang mati-matian dalam mengatasi wabah, tersapu cepat seperti debu oleh air hujan akibat kelemahan koordinasi seperti ini,” lanjutnya lagi.
Untuk pemerintah DKI, Ombudsman meminta agar koordinasi forkompimda diperbaiki. ”Imbauan dari Wali Kota Jakarta Pusat seharusnya dikoordinasikan dengan Polda Metro Jaya selaku pemberi izin keramaian sesuai fungsi intelkamnya dan upaya pencegahan bisa dikoordinasikan lebih baik dengan jajaran Polda Metro Jaya,” kata Teguh.