Kemunculan tagar #indonesiaterserah di Twitter dinilai sebagai bentuk kekecewaan warga kepada pemerintah yang tidak tegas menerapkan protokol kesehatan. Seharusnya kerumunan massa dapat diantisipasi sebelumnya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga meluapkan kekecewaan mereka atas tidak adanya antisipasi kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19. Kekecewaan itu diwujudkan dalam tagar #indonesiaterserah yang ramai di linimasa Twitter. Kalangan epidemiolog mengingatkan, antisipasi kerumunan dapat dilakukan lebih awal.
Setidaknya ada 38.000 cuitan per Minggu (15/11/2020) pukul 17.00. Sebagian besar cuitan dalam tagar itu berisi ungkapan kekecewaan dan kritik karena penegakan protokol kesehatan tidak serius diterapkan. Pencuit mempertanyakan sikap pemerintah mengenai imbauan protokol kesehatan, pembatasan sosial, dan pesan-pesan lain terkait Covid-19. Keseriusan penanganan pandemi sejak Maret 2020 pun dipertanyakan kembali.
Kepala Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mendesak agar penegakan aturan protokol kesehatan dilakukan dengan tegas. Sanksi dapat dijatuhkan kepada penanggung jawab suatu kegiatan yang menimbulkan kerumunan supaya ada efek jera. Jangan sebaliknya, pemerintah justru takut sehingga tidak mencegah potensi adanya kerumunan. ”Terapkan denda yang sudah ada sesuai aturan. Jika membandel, biarkan saja terpapar Covid-19,” ujar Tri Yunis Miko Wahyono kepada Kompas.
Menurut Tri, aturan protokol kesehatan harus dilakukan tanpa kecuali. Sebab, kerumunan dalam bentuk apa pun dapat berpotensi menimbulkan penularan Covid-19. Sayangnya, sebagaimana pengamatan Kompas, kerumunan dalam jumlah besar masih terjadi di banyak tempat sejak pandemi melanda Indonesia.
Seruan serupa disampaikan Windhu Purnomo, epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya. Dampak dari kerumunan massa itu dapat dilihat dua pekan setelah peristiwa tersebut terjadi. Untuk menghindarinya, seharusnya satuan tugas di daerah dan pusat dapat mengantisipasinya. ”Artinya, sebelum kerumunan terjadi, ada larangan kegiatan yang memicu kerumunan. Sebab, orang sudah tahu peristiwa yang melibatkan kerumunan atau melibatkan orang banyak,” kata Windhu di Kompas TV, Minggu (15/11/2020) malam.
Seharusnya, kata Windhu, model kerja seperti itu bisa diterapkan. Jika tidak, penanganan pandemi sulit dilakukan. ”Karena, jika dibiarkan, orang lain akan meniru hal serupa jika,” kata Windhu.
Kritik serupa disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam cuitan di akun Twitter-nya. Ia meminta aturan hukum harus dapat diberlakukan secara adil dan tegas. ”Jangan sampai karena kepentingan sesaat kita korbankan masyarakat. Hukum harus adil dan tegas kepada semua lapisan masyarakat, jangan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” cuitnya.
Merespons kritik warga, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Arifin menegaskan bahwa tidak ada pengecualian dalam penegakan protokol kesehatan Covid-19. Seluruh kegiatan yang melanggar akan dikenai sanksi sebagai efek jera. ”Penegakan protokol Covid-19 berlaku untuk semua. Tidak ada pengecualian. Pokoknya acara apa pun yang dilakukan ketika bertentangan dengan protokol Covid-19 akan dikenai sanksi untuk pendisiplinan,” kata Arifin.
Terkait hal itu, Satpol PP DKI Jakarta akan memberikan denda administratif sebesar Rp 50 juta kepada Front Pembela Islam ( FPI) dan pimpinan organisasi itu, Riziq Shihab, selaku penyelenggara acara. Satpol PP DKI melayangkan surat pemberian sanksi kepada Rizieq Shihab pada Minggu (15/11/2020), seperti dikutip Kompas.com.
Dalam suratnya, Arifin menyebut, pelanggaran yang dimaksud adalah tidak adanya pembatasan jumlah tamu undangan sehingga menimbulkan kerumunan. ”Pokoknya acara apa pun yang dilakukan, ketika bertentangan dengan protokol Covid-19, akan dikenai sanksi sesuai ketentuan,” kata Arifin.
Menurut dia, penyelenggara acara itu melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 799 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dan Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.
Penegakan aturan protokol kesehatan juga disampaikan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Idham Azis, Sabtu (14/11/2020). Azis mengimbau semua pihak mematuhi protokol kesehatan dengan senantiasa memakai masker, menjaga jarak aman dengan orang lain, mencuci tangan dengan sabun, dan menghindari kerumunan massa.
Hal tersebut harus dilakukan bersama-sama demi keselamatan bersama dan untuk menyelamatkan semua orang yang ada di Indonesia. Munculnya kerumunan massa tanpa protokol kesehatan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat, seperti yang disampaikan warga ataupun organisasi massa melalui beberapa media. ”Hanya dengan disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan, kita akan terhindar dari pandemi Covid-19,” ucapnya.