Langkah Non-kuratif untuk Kendalikan Wabah Covid-19 di DKI Belum Optimal
Ada-tidaknya dampak dari libur panjang terhadap penyebaran Covid-19 mesti dilihat dalam hasil pengetesan pekan-pekan ke depan.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai terlalu berfokus pada langkah kuratif atau pengobatan untuk menangani wabah Covid-19. Pencegahan dengan edukasi hingga tingkat akar rumput belum kunjung optimal. Kondisi ini berpotensi menyulitkan pengendalian penularan.
”Saya mengharapkan pemerintah jangan hanya menunggu meningkatnya jumlah pasien Covid-19 di rumah sakit baru bergerak. Sisi hulu, dari kehidupan masyarakat, harus terus dipelihara dengan pendekatan kesehatan masyarakat,” kata Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DKI Jakarta Baequni Boerman saat dihubungi pada Kamis (12/11/2020). Tujuannya, masyarakat secara disiplin dan mandiri menjaga diri tidak tertular.
Pengelola Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wismat Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, misalnya, sudah mengimbau masyarakat agar semakin waspada terhadap penularan Covid-19 karena terdapat tren peningkatan pasien di sana dalam tiga hari terakhir. Menanggapinya, Baequni mengatakan bahwa tidak mengejutkan jika insiden atau kasus baru akan kembali meningkat dengan kembalinya kebiasaan atau aktivitas masyarakat seperti sebelum pandemi. Apalagi, tempat-tempat berkumpul dibuka lagi sehingga memperbesar potensi penularan meski para penanggung jawab tempat diwajibkan menerapkan protokol kesehatan ketat, termasuk agar pembatasan jarak terpenuhi.
”Bagi saya sebagai pelaku profesi kesehatan masyarakat, masalah Covid-19 ini tidak akan selesai kalau pemerintah belum melakukan edukasi di tingkat akar rumput secara intensif,” ujar Baequni. Belum masifnya penerapan protokol kesehatan oleh masyarakat di kawasan-kawasan permukiman membuat edukasi selama ini dipertanyakan.
Total pasien yang masuk ke Wisma Atlet pada Rabu hingga pukul 23.51 mencapai 252 orang. Semua diminta waspada karena angka penambahan itu lumayan banyak. (Letkol M Arifin)
Baequni mencontohkan, dalam pengamatannya, masih banyak warga di kampung dan jalan yang tidak memakai masker, tempat cuci tangan mulai rusak dan tidak terpakai, serta sejumlah warga tidak lagi menjaga jarak di tempat keramaian. Selain itu, mitigasi dampak berupa penanganan stigma terhadap warga yang terkonfirmasi positif juga belum terlihat dalam bentuk kegiatan nyata.
Berdasarkan data Wisma Atlet hari Kamis pukul 08.00 (menunjukkan kondisi sehari sebelumnya), pada 11 November terdapat 1.330 pasien positif Covid-19 yang dirawat di RSDC, yakni di Menara 6 dan 7. Jumlah ini lebih tinggi 110 pasien atau 9 persen dibanding kondisi pada 10 November, yang saat itu sebanyak 1.220 orang. Sejak 8 November, pertumbuhan tersebut paling tinggi.
Pasien di Menara 6 dan 7 tanggal 8 November berjumlah 1.036 orang. Tanggal 9 November, jumlahnya naik 8,8 persen menjadi 1.128 orang, kemudian meningkat lagi 8,15 persen pada 10 November menjadi 1.220 orang.
Menara 6 dan 7 ditempati oleh pasien-pasien bergejala, sehingga kedua menara itu disebut RSDC. Adapun Menara 4 dan 5 disebut Flat Isolasi Mandiri karena ditinggali pasien-pasien tanpa gejala atau bergejala ringan.
Letnan Kolonel Laut M Arifin, Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet, menambahkan, total pasien yang masuk pada Rabu hingga pukul 23.51 terdata mencapai 252 orang. ”Waspada, naiknya lumayan banyak ini,” ujarnya.
Penyumbang terbesar pasien baru pada Rabu adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang mengirim 24 pasien positif. Pengirim terbesar kedua yaitu Puskesmas Kelapa Gading Jakarta Utara dan Puskesmas Cakung Jakarta Timur, yang masing-masing merujuk 17 pasien ke sana.
Menurut Arifin, ada kemungkinan dampak libur panjang terhadap penyebaran kasus Covid-19 mulai terjadi meski hal itu mesti dipastikan lagi dari hasil pengetesan. Libur yang dimaksud Arifin adalah libur panjang karena adanya cuti bersama pada momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tanggal merah Maulid Nabi bertepatan dengan Kamis (29/10/2020), tetapi pemerintah menetapkan hari Rabu (28/10/2020) dan Jumat (30/10/2020) sebagai cuti bersama sehingga sejumlah masyarakat bisa menikmati libur lima hari berturut-turut sejak Rabu hingga Minggu (1/11/2020).
Dalam siaran pers daring, juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebutkan, ada-tidaknya dampak dari libur panjang mesti dilihat dalam hasil pengetesan pekan-pekan ke depan. ”Jika dalam minggu-minggu ke depan kasus terkonfirmasi positif tidak sebanyak sebelum libur panjang, itu tandanya masyarakat sudah mulai beradaptasi dalam menghadapi Covid-19,” ucapnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI pun sudah mengkhawatirkan libur panjang Maulid Nabi berisiko mengulang pola sebelumnya. Setelah libur panjang HUT Ke-75 RI disambung libur panjang Tahun Baru Islam 1442 H pada Agustus, tambahan kasus positif harian di Jakarta melonjak. Sebagai gambaran, pada 17 Agustus, kasus positif di DKI bertambah 552 kasus, kemudian pada 30 Agustus bertambah 1.094 kasus. Setelah itu, pada September, Ibu Kota kian ”akrab” dengan tambahan 1.000-an kasus per hari.
Sejauh ini, lonjakan belum terlihat di Ibu Kota. Kurun 7-11 November, hanya dua kali kasus positif harian di Jakarta menembus angka 1.000 kasus, yakni pada 7 November (1.118 kasus) dan 10 November (1.013 kasus). Pada Kamis ini, jika mengacu data Satgas Penanganan Covid-19, tambahan kasus di Jakarta 831 kasus.
Wiku menyatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan satgas-satgas di daerah dalam koordinasi rutin mingguan guna mengantisipasi libur panjang Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Ia mendorong warga yang memanfaatkannya untuk bepergian agar memilih destinasi yang memungkinkan menjaga jarak.