Gaya Mengemudi yang Tepat Ikut Selamatkan Lingkungan
Polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor terus meningkat bersamaan dengan bertambahnya jumlah kendaraan. Sejumlah langkah mesti dilakukan, salah satunya dengan keterampilan mengemudi yang mengurangi gas buangan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan gas emisi dari sektor transportasi tidak bisa dilepaskan dari terus meningkatnya jumlah kendaraan yang melaju di jalan raya. Kemampuan pengemudi untuk menguasai teknik mengemudi yang efisien dan ramah lingkungan berperan penting untuk menekan tingginya emisi ini.
Menurut Kepala Government Relation PT Toyota Astra Motor Iwan Abdurahman, peningkatan jumlah kendaraan di Indonesia dari ke tahun sangat signifikan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 1990 jumlah kendaraan yang beroperasi di Indonesia hanya sekitar 2,8 juta unit. Namun, pada 2018 jumlahnya sudah mencapai 26,7 juta unit.
”Emisi yang keluar dari kendaraan ini berdampak bagi lingkungan. Transportasi menyumbang emisi karbon dioksida (CO2) sekitar 27 persen,” katanya dalam Webinar Institutionalizing Eco-Driving in Jakarta: Lessons Learned from Five Years and Way Forward, di Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Tiga pihak berperan mengendalikan emisi transportasi. Selain pemerintah dan produsen otomotif, konsumen juga turut andil dalam proses pengendalian ini. ”Percuma kalau produsen sudah mengeluarkan fitur-fitur rendah emisi, tetapi penggunanya tidak merawat mobilnya dengan baik. Ujung-ujungnya akan menyebabkan emisi juga,” lanjutnya.
Iwan mengatakan, prinsip eco-driving penting dalam mengemudi. Eco-driving merupakan cara mengemudi yang mengutamakan keselamatan, mengendalikan kecepatan, dan efisien bahan bakar.
Ada beberapa hal, menurut Iwan, yang bisa diperhatikan pengemudi mobil dalam menerapkan eco-driving. Pertama, pastikan tekanan ban sesuai dengan standar pabrik. Tekanan ban yang sesuai standar akan mengurangi hambatan ban sehingga konsumsi bahan bakar semakin efisien. Usahakan juga menyervis kendaraan secara berkala.
Sebelum mengemudi, hindari memanaskan mesin kendaraan sebab hal ini akan membuang bahan bakar. Mesin akan panas dengan sendirinya saat kendaraan melaju.
Selanjutnya, gunakan pendingin ruangan pada suhu 20-23 derajat celsius. Perlu diketahui, pada kecepatan rendah, penggunaan pendingin ruangan akan menyebabkan pemborosan bahan bakar.
Prinsip eco-driving lainnya adalah kebiasaan menginjak pedal gas dan rem dengan halus dan lembut. Pengemudi juga perlu memprediksi lalu lintas di depannya agar akselerasi kendaraan bisa dilakukan secara halus sekaligus mengurangi injakan rem.
”Ketika kita mengemudi secara lancar, bahan bakar yang terbuang lebih sedikit sehingga emisi berkurang,” kata Iwan.
Selain itu, pindah gigi seawal mungkin. Untuk mobil berbahan bakar bensin setidaknya pada 2.500 revolutions per minute (rpm), sedangkan pada mobil berbahan bakar diesel pada 2.000 rpm. Selalu jaga kecepatan stabil di tol dan patuhi rambu batas kecepatan.
Perhatikan jarak berkendara dengan menggunakan aturan tiga detik sebab hal ini dapat mengurangi penggunaan rem yang berlebihan. Selain itu, apabila mobil berhenti selama lebih dari 60 detik, sebaiknya matikan mesin. Hal ini dapat mengurangi pemborosan bahan bakar.
Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KBPP) Ahmad Safrudin mengatakan, konsumsi bahan bakar kendaraan akan lebih hemat 20 persen jika pengemudi menerapkan prinsip eco-driving ini. Namun, berdasarkan pelaksanaan pelatihan eco-driving, penghematannya mencapai 9-14 persen.
”Dengan kata lain, emisi otomatis akan turun. Baik yang berbentuk polusi udara, seperti partikel debu atau karbon monoksida, maupun emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida,” ujarnya.
Dua puluh tahun
Eco-driving sebenarnya sudah dikenalkan di Indonesia sejak tahun 2000, salah satunya oleh Swiss Contact. Pada 2003, Swiss Contact mengembangkan kurikulum eco-driving dengan mempertimbangkan kondisi di Indonesia. Pada 2006, pemerintah mengadopsinya menjadi acuan untuk pelatihan eco-driving.
”Kami kemudian coba mengadopsinya menjadi eco-riding pada 2011 karena di Indonesia banyak sekali sepeda motor,” kata Ahmad Safrudin.
Sejak Desember 2015, KPBB bersama sejumlah pihak, seperti Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Traffic Management Center, dan Clean Air-Asia, membuat program eco-driving di Indonesia. Program yang berjalan selama lima tahun ini dibagi menjadi beberapa fase.
Program pada fase pertama bertujuan melakukan asesmen eco-driving yang sudah berjalan selama 15 tahun terakhir. Pada fase kedua, dilakukan penelitian perilaku pengemudi di Jabodetabek.
Sementara program pada fase ketiga adalah mendorong perubahan kebijakan agar semua pengemudi memiliki kompetensi mengemudi. Harapannya, prinsip eco-driving menjadi syarat untuk pengurusan surat izin mengemudi (SIM).
”Untuk mencapai hal ini, perlu keterlibatan sekolah mengemudi. Mereka harus memiliki pelatih-pelatih yang andal,” tambah Ahmad.
Menurut Stevanus Ayal dari Institut Studi Transportasi (Instran), pengetahuan masyarakat tentang eco-driving saat ini masih relatif rendah. Padahal, eco-driving ini sangat erat dengan keselamatan mengemudi di jalan raya.
”Eco-driving dan keselamatan berlalu lintas adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Orang masih sering beranggapan untuk mengemudi secara aman dulu. Untuk ekonomisnya belakangan,” ungkapnya.
Menurut Ayal, inilah pentingnya menjaga keberlanjutan dari program-program pelatihan eco-driving ini. Targetnya, semua pengemudi kendaraan bermotor di Indonesia untuk menerapkan eco-driving.
”Dengan memasukkan eco-driving ke dalam persyaratan membuat SIM, masyarakat akan berbondong-bondong mencari kompetensi tersebut,” ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pihaknya telah menyelenggarakan program pendidikan dan latihan (diklat) serta sertifikasi pengemudi angkutan umum. Program yang dilaksanakan sejak 2018 ini telah menyasar 3.351 pengemudi.
”Target kami, pada tahun 2022 nanti sebanyak 6.620 pengemudi memiliki kecakapan mengemudi angkutan umum,” ujarnya.
Menurut dia, eco-driving menjadi salah satu materi yang diajarkan dalam diklat dan sertifikasi tersebut. Kompetensi tersebut wajib dimiliki oleh para pengemudi angkutan umum.
Ke depan, program ini tidak hanya menyasar para pengemudi angkutan umum. Program ini juga akan diberikan kepada para pengemudi kendaraan pribadi.
”Dengan begitu, kita bisa mendapatkan efisiensi bahan bakar dan udara yang lebih bersih,” pungkasnya.