Pemerintah pusat dan daerah harus membuat program penggerak UMKM lokal. Jangan sekadar memberikan bantuan tunai karena permasalahan para pengusaha adalah kecemasan untuk memulai kembali usaha di kala tak menentu ini.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 tidak hanya memukul ekonomi, tetapi juga mental para pedagang besar serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Meskipun pemerintah pusat dan daerah telah memberikan stimulus fiskal, tetap perlu ada pendampingan bagi para pelaku UMKM untuk membangun rasa percaya diri dan bangkit kembali berjualan. Jika tidak, perputaran uang di akar rumput terhenti dan Indonesia kian terperosok dalam resesi.
”Masalah mental ini menjadi hambatan utama bagi para pelaku UMKM karena pandemi benar-benar menjadikan mereka ketakutan serta tidak tahu kepastian mereka bisa berdiri lagi,” kata Vivie Diartana, pelaku UMKM kuliner serta pendiri Chasafa Social, sebuah lembaga pelatihan UMKM, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (10/11/2020). Lembaga ini tengah membina 50 UMKM yang dalam tahap merintis dan telah meluluskan lebih dari 100 UMKM yang kini sudah mandiri.
Pemerintah pusat melalui bank-bank negeri telah mengucurkan stimulus fiskal bagi pelaku UMKM sebesar Rp 2,4 juta untuk empat bulan ke depan. Masih banyak pengusaha kecil yang mengantre agar bisa mengakses bantuan ini, tetapi bagi mereka yang telah menerima bukannya dibelanjakan agar uang tersebut berputar di masyarakat, malah ditabung karena takut keadaan kian memburuk. Akibatnya, kegiatan ekonomi tidak bertambah (Kompas, 10 November 2020).
Vivie menjelaskan, bantuan itu niscaya harus dibelanjakan. Caranya ialah agar para pelaku UMKM membeli bahan-bahan kebutuhan pokok untuk usaha mereka. Apabila pedagang sendiri tidak mau berjualan, jangan harap pembeli akan berminat untuk menyisihkan pendapatan mereka. Pelaku UMKM disarankan mulai berjualan dalam skala kecil, misalnya setengah atau sepertiga dari kuantitas reguler sehingga mereka tidak memiliki risiko rugi yang tinggi. Jika ada penambahan pesanan penjualan dapat dilakukan secara bertahap.
”Ibarat memancing, stimulus fiskal itu adalah umpan yang harus segera disebar. Jangan menunggu air tenang dan ikan berdatangan, kita para pelaku UMKM yang harus menjemput bola. Pembeli tidak akan belanja kalau tidak tahu barang apa saja yang dijual,” tuturnya.
Media sosial
Vivie memaparkan, peran media sosial di masa pandemi sangat besar terhadap UMKM. Para pelaku usaha yang tidak familier dengan pasar daring, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Blibli, sebenarnya bisa memanfaatkan media sosial biasa seperti Whatsapp, Facebook, dan Instagram. Kekuatan mereka menjangkau pembeli tidak bisa diremehkan. Tips yang diberikan di Chasafa Society ialah mulai dari orang terdekat, seperti kontak-kontak di telepon genggam dan media sosial.
Setiap hari pelaku UMKM disarankan memasang foto produk yang mereka jual sebagai pesan status di media sosial. Jika bisa diumumkan kepada semua kontak yang terdaftar. Menurut Vivie, Chasafa mencatat metode ini berhasil mendatangkan pembeli harian meski jumlahnya di bawah 10 orang. Hal itu tidak masalah karena prioritas di masa pandemi ialah memutar modal, bukan memperoleh laba besar dalam waktu singkat.
”Tips serupa juga berlaku kepada para pelaku UMKM kuliner, seperti penganan hingga warteg. Penawaran paket makanan harian ke tetangga, terutama mereka yang bekerja sehingga tidak bisa memasak sendiri. Dimulai kecil-kecilan, misalnya tiga hingga lima paket ditawarkan per hari,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, banyak pelaku UMKM tidak mengetahui bahwa berbagai layanan kurir menawarkan kerja sama berbiaya murah. Apalagi akibat pandemi perusahaan kurir juga memberikan potongan harga demi menarik minat lebih banyak pelaku UMKM untuk memanfaatkan jasa mereka.
Di samping itu, lanjut Vivie, Kementerian Koperasi dan UMKM ataupun dinas-dinas UMKM tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus membuat program untuk menggerakkan UMKM lokal. Jangan sekadar memberikan bantuan tunai karena permasalahan para pengusaha adalah kecemasan untuk memulai kembali usaha masing-masing.
Vivie menyarankan agar bisa membuat program yang mengarahkan para pelaku UMKM berbelanja bahan baku produk mereka secara lokal dengan harga terjangkau atau menyediakan laman penjualan daring. Setidaknya upaya itu bisa memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengusaha bahwa mereka tidak dilepas sendirian.
Lihat dan tunggu
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, kecemasan juga melanda para pengusaha menengah dan besar di Ibu Kota. Semua masih mengedepankan prinsip lihat dan tunggu karena situasi belum terbaca. Mereka ragu ekonomi bisa pulih pada kuartal IV. Akibatnya, belum ada perusahaan yang mau melakukan ekspansi atau setidaknya meningkatkan produktivitas karena tidak mau mengeluarkan biaya operasional terlalu besar.
”Apalagi banyak perusahaan terpaksa merumahkan atau melepas pekerjaannya karena tidak memiliki uang untuk menggaji mereka. Perusahaan-perusahaan ini belum siap untuk mempekerjakan kembali orang-orang yang mereka lepas, apalagi merekrut tenaga baru,” tuturnya.
Harapannya ialah dari tender proyek pemerintah agar melibatkan banyak subkontraktor kecil-kecil. Jangan cuma perusahaan besar-besar pemenang tender sehingga pada saat satu proyek berjalan, ada berbagai perusahaan kecil yang menyuplai bahan baku turut aktif.
Guru Besar Ekonomi Trisakti Tulus Tahi Hamonangan Tampubolon mengatakan, justru mental ini sangat berbahaya karena melanggengkan resesi. Perusahaan diimbau agar segera aktif kembali beroperasi meski dalam skala kecil-kecilan per unit usaha.