Penghargaan untuk Tenaga Kesehatan lewat Donasi Alat Pelindung Diri
Ada warga yang mengapresiasi perjuangan tenaga kesehatan. Sebagian orang menyalurkan rasa salut itu lewat penggalangan donasi alat pelindung diri bagi mereka yang membutuhkan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lisa Fajri (30) tidak akan lupa momen ketika ayahnya sempat dinyatakan positif Covid-19 sekitar Juli 2020 silam. Saat ayahnya harus isolasi mandiri, tenaga kesehatan dari rumah sakit adalah satu-satunya pihak yang bisa menolong hingga pulih. Dalam situasi itu, para tenaga kesehatan tetap menjalankan profesi meski rentan dengan risiko penularan virus.
Lisa merasa keluarganya begitu diperhatikan. Pelayanan tenaga kesehatan (nakes) untuk mereka pun seakan tanpa pandang derajat orang. Hal itu kemudian mendorong rasa salut dan empati kepada berbagai kesulitan yang dialami tenaga kesehatan.
Karena empati pula, Lisa terus menggalang donasi untuk alat pelindung diri (APD) bagi para nakes. Dia sebenarnya telah memulai gerakan ini sejak April 2020. Namun, belakangan dia merasa aksinya berarti lebih banyak untuk orang lain, terutama setelah ayahnya sempat tertular Covid-19.
”Saya melihat sendiri kerja nakes menolong pasien Covid-19. Kalau mereka masih dihadapkan pada masalah keterbatasan APD, atau alat kesehatan lain, kok, rasanya sedih sekali gitu,” ujar warga Bekasi, Jawa Barat, saat dihubungi Selasa (10/11/2020).
Pada momen peringatan hari pahlawan kali ini, dia merasa perlu mengucap rasa terima kasih kepada mereka yang menjadi garda terdepan penanganan pandemi Covid-19. Situasi pandemi juga menggerakkan empati Lisa dalam rutinitas donasi APD. Lewat akun @DonasiAPD di media sosial Instagram, dia kerap membuka donasi untuk baju hazmat, masker, serta pelindung wajah. Dari kegiatan tersebut, dia berhasil mengirim donasi APD ke sejumlah daerah di Indonesia.
Lisa bersyukur karena di tengah inisiatif gerakan itu, banyak orang yang ikut bergabung. Dalam setiap tahap donasi, ada saja orang yang menyumbang uang, tenaga, agar kegiatan tersebut bisa berjalan lancar. Langkah yang Lisa lakukan mungkin kecil, tetapi tetap menolong mereka yang membutuhkan. Nyatanya, puskesmas di berbagai daerah kerap meminta bantuan kiriman karena kekurangan stok APD, mulai dari lingkup Pulau Jawa, Sumatera, hingga Nusa Tenggara Barat.
Hal serupa juga dialami Yosafat Dwi Kurniawan (32), perancang busana yang menggalang donasi APD selama April-Juni silam. Dirinya mengirim ribuan APD ke sejumlah daerah, tetapi jumlah itu pun masih saja kurang.
Lisa dan Dwi hanyalah sedikit cerita yang mewakili inisiatif gerakan donasi APD untuk nakes. Meski banyak keterbatasan, mereka tetap berupaya memenuhi kebutuhan APD yang aman untuk para nakes. Yosafat, misalnya, memandang kalau kebutuhan APD yang aman bagi nakes sangat penting di awal-awal masa pandemi. Dia waktu itu mendapat banyak masukan soal desain baju APD, saat stok belum cukup banyak tersedia dari pemerintah pada April.
Dengan berbagai keterbatasan, desain baju APD dari Yosafat terlaksana. Baju APD buatannya itu setidaknya dapat digunakan bagi petugas kesehatan di puskesmas dan yang menjemput pasien Covid-19. ”APD itu sebenarnya bukan untuk standar keamanan tinggi, tetapi setidaknya bisa digunakan bagi petugas puskesmas serta mereka yang berada di garda terdepan,” ujar Yosafat.
Donasi APD yang dikirim warga itu masih menjadi kebutuhan terbesar para nakes hingga kini. Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mengatakan, kekurangan APD menjadi salah satu faktor risiko kematian nakes. Faktor kedua karena dipicu oleh kualitas APD dan kedisiplinan pemakaian.
”Survei di Jatim, ada 23 persen (nakes) belum mendapat APD dan 40 persen mendapat APD, tapi tidak sesuai standar. Kemungkinan APD terkonsentrasi di rumah sakit, sedangkan layanan primer masih kurang. Di luar Jawa kondisinya bisa lebih parah,” tuturnya.
Hingga Senin (9/11/2020) tercatat sebanyak 323 tenaga kesehatan meninggal akibat Covid-19. Mereka yang meninggal terdiri dari 159 orang dokter, 10 dokter gigi, 113 perawat, 22 bidan, 4 laboran, 6 apoteker, 2 terapis gigi, 3 rekam radiologi, 2 sopir ambulans, 1 sanitarian, dan 1 tenaga farmasi.
Jasa besar
Meski situasi saat ini sulit, warga berharap para nakes tidak berhenti merawat orang-orang sakit selama pandemi Covid-19. Yosafat, misalnya, sangat berterima kasih dengan nakes yang tetap melayani ibunya saat operasi kanker.
”Para nakes bisa saja cuti, atau ambil alasan lain untuk menghindari pasien selama pandemi. Tetapi mereka tetap bekerja, menjalankan hal sesuai dengan sumpah profesi mereka. Saya merasa sangat berterima kasih,” ucapnya.
Begitu pula Lisa, yang merasa terbantu karena orangtuanya sempat positif Covid-19. Di setiap paket kiriman APD untuk nakes, dia menyisipkan ungkapan terima kasih dan dukungan. Sebab, hanya nakes yang punya keahlian merawat pasien Covid-19.
”Saya selalu sisipkan kata, Terima kasih tim medis, doa dan dukungan kami untukmu. Hanya kata itu yang bisa saya berikan untuk mereka. Kalau bukan mereka yang merawat, lalu siapa lagi?” ucap Lisa.