Mencegah Penularan Covid-19 dengan Konsultasi Daring
Puskesmas Pondok Betung di Tangerang Selatan mencoba mengurangi kerumunan pasien dengan menyediakan layanan konsultasi daring. Langkah serupa diharapkan juga diterapkan puskesmas lainnya.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 membuat para pelayan masyarakat di bidang kesehatan memikirkan cara baru dalam memberikan layanan secara aman. Puskesmas Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten, memulainya dengan menghadirkan layanan konsultasi secara daring. Berkat inovasi itu, kerumunan dan antrean pasien di puskesmas mampu diminimalisasi.
Deretan kursi di ruang tunggu Puskesmas Pondok Betung banyak yang belum terisi pada Rabu (11/11/2020) siang. Waktu buka pelayanan poli di puskesmas masih tersisa empat jam lagi, tetapi suasana di dalam puskesmas sepi. Hanya satu hingga tiga pasien tampak duduk menunggu antrean di loket. Tidak terlihat antrean pasien di ruang tunggu.
Suasana lengang itu sedikit banyak disebabkan layanan konsultasi daring yang diterapkan Puskesmas Pondok Betung sejak akhir Maret 2020. Kini pasien tidak perlu harus datang untuk berkonsultasi tentang keluhan penyakit yang mereka derita. Pihak puskesmas menyediakan dua nomor telepon yang tersambung dengan aplikasi Whatsapp. Satu nomor khusus untuk penyakit Covid-19 dan satu nomor lagi untuk penyakit lainnya. Setiap hari ada satu dokter yang bertugas menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien.
”Pada prinsipnya layanan konsultasi atau pemeriksaan secara online itu bersifat alternatif atau pilihan. Kalau semisal keluhan penyakit dirasa tidak cukup dikonsultasikan lewat Whatsapp, pasien bisa langsung datang ke puskesmas. Ada dua dokter yang bertugas jaga setiap hari, satu melayani pasien secara offline dan satu lagi secara online,” tutur Kepala Subbagian Tata Usaha Puskesmas Pondok Betung Lisa Fantina.
Pandemi menjadi momentum untuk membenahi layanan dan berinovasi. Puskesmas-puskesmas lainnya didorong berinovasi dalam memberikan layanan daring di tengah masa pandemi.
Setiap hari, puluhan pasien mengirimkan keluhan penyakit mereka ke nomor Whatsapp tersebut. Dokter yang bertugas jaga akan melayani pertanyaan demi pertanyaan dari para pasien. Sebelum pandemi Covid-19, dalam sehari Puskesmas Pondok Betung melayani 100 hingga 150 pasien.
Dari pantauan Kompas di aplikasi Whatsapp milik Puskesmas Pondok Betung, dokter merespons pertanyaan dari setiap pasien dalam waktu sekitar 3 hingga 6 menit. Keluhan mereka bermacam-macam, mulai dari anak yang kehilangan nafsu makan hingga penyakit gatal-gatal di kulit. Pasien cukup mengirim foto luka atau menceritakan detail keluhan, dokter kemudian akan membuatkan resep untuk diambil di puskesmas.
Menurut Lisa, proses tersebut bisa mengurangi kerumunan atau antrean pasien di puskesmas sebab proses melengkapi syarat administrasi dan pembuatan resep dilakukan melalui aplikasi Whatsapp. Saat resep sudah siap, sesuai jam yang disepakati, pasien hanya perlu datang ke puskesmas untuk mengambilnya tanpa harus mengantre.
Kendati demikian, pihak Puskesmas Pondok Betung tetap mempersilakan pasien untuk datang memeriksakan diri secara langsung apabila penjelasan dokter secara daring dirasa kurang memuaskan. Dokter akan melihat situasi di dalam puskesmas terlebih dulu. Bila suasana di ruang tunggu masih penuh, dokter akan memperkirakan kapan antrean sudah mulai berkurang dan memberitahukan kepada pasien untuk datang sesuai waktu perkiraan tersebut.
”Dengan konsultasi online ini diharapkan bisa mengurangi pertemuan fisik antara nakes (tenaga kesehatan) dan pasien sehingga bisa mencegah penularan,” kata Lisa.
Para nakes selama ini berada di garis depan dalam upaya penanganan pandemi Covid-19. Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat, hingga Oktober 2020 ada 155 dokter yang meninggal akibat Covid-19. Sementara Persatuan Perawat Nasional Indonesia mencatat, hingga 7 November 2020 ada 113 perawat yang meninggal karena Covid-19. Secara akumulasi, 3.141 perawat tertular penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu.
Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi menyampaikan, dokter umum lebih berisiko tertular Covid-19 karena mereka berada di garis paling depan. Saat bertugas di layanan primer atau klinik, mereka lebih sering bertemu dengan pasien yang belum diketahui membawa virus atau tidak (Kompas, 10/11/2020).
Kendala sosialisasi
Layanan konsultasi secara daring di Puskesmas Pondok Betung bukan tanpa hambatan. Lisa mengungkapkan, kendala terbesar yang dihadapi dalam menjalankan program tersebut adalah sosialisasi yang belum optimal kepada masyarakat. Menurut Lisa, sosialisasi di tengah pandemi cukup rumit karena kegiatan yang mengumpulkan massa sangat dibatasi. Untuk sementara sosialisasi dilakukan melalui media sosial dan pengumuman di puskesmas.
Kurangnya sosialisasi ini pula yang menyebabkan banyak warga Kelurahan Pondok Betung yang belum mendapat informasi layanan konsultasi daring. Rere Parafu (41) yang datang ke Puskesmas Pondok Betung untuk mengantar anaknya berobat mengaku belum mengetahui ada layanan konsultasi secara daring kepada dokter.
”Kalau tahu ada layanan konsultasi daring, saya tidak akan datang langsung karena takut juga, kan, situasi masih pandemi begini, siapa tahu ketularan di puskesmas,” katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (Tangsel) Deden Deni mengatakan, konsultasi daring yang dilakukan Puskesmas Pondok Betung sesuai dengan semangat menerapkan protokol kesehatan pada masa pandemi untuk mencegah penularan antara pasien dan nakes.
Kendati demikian, Deden mengakui belum semua puskesmas di Tangsel melakukan hal serupa. Itu karena, kata dia, kondisi penduduk di setiap kecamatan di Tangsel berbeda-beda sehingga perlu ada penyesuaian di setiap puskesmas. Suatu program belum tentu cocok diterapkan di puskesmas lainnya.
”Tapi, konsultasi online ini selain mencegah penularan juga bisa memberikan kepastian waktu pelayanan,” kata Deden.
Ke depan, Deden menyatakan akan mendorong puskesmas-puskesmas lainnya untuk berinovasi dalam memberikan layanan daring di tengah masa pandemi. Bagi Deden, pandemi menjadi momentum untuk membenahi layanan dan berinovasi. Dengan begitu, saat pandemi berlalu kelak, kualitas pelayanan kesehatan berkualitas hasil dari inovasi bisa tetap bertahan.