Omzet Turun Drastis, Pedagang Pasar Meminta Perhatian dari Pemerintah
IKAPPI sedang berjuang agar ada peningkatan daya beli masyarakat, setelah ada penurunan omzet pedagang sekitar 55 sampai dengan 70 persen seluruh Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS - Pedagang pasar yang tergabung dalam Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) meminta perhatian serius dari pemerintah untuk memantau persebaran Covid-19 di pasar. Pedagang pasar tradisional menjadi salah satu yang berisiko terpapar korona.
Ketua Bidang Infokom DPP IKAPPI Reynaldi, Senin (9/11/2020) kemarin menjelaskan, permintaan itu disampaikan karena berdasarkan data dari IKAPPI jumlah pedagang pasar yang terpapar virus korona terus bertambah dalam beberapa bulan terakhir dengan kasus kenaikan dan tingkat kematian yang tinggi.
Dari data yang dihimpun IKAPPI, lanjut Reynaldi, total ada sekitar 1.568 pedagang pasar terpapar virus corona dengan total kasus meninggal dunia pekan ini sebanyak 65 kasus di 28 provinsi, 109 kabupaten/kota, dan terjadi di 275 pasar. Sementara angka kematian karena Covid-19 pada pekan lalu 55 kasus.
IKAPPI, menurut Reynaldi, mendorong pemerintah daerah lebih fokus lagi pada protokol kesehatan dan memperkuat tes usap atau tes cepat di pasar-pasar seluruh Indonesia.
“Selain itu, kami meminta pemerintah pusat dan daerah dapat memberikan stimulus kepada para pedagang dalam menjaga agar pasar tradisional tetap bertahan. Sebab pasar harus tetap berjalan sebagai penopang perekonomian daerah dan pusat distribusi pangan rakyat. Apalagi di masa resesi saat ini, dan dampak La Nina akan sulit di hadapi pedagang,” kata Reynaldi.
Saat ini, IKAPPI sedang berjuang agar ada peningkatan daya beli masyarakat, setelah ada penurunan omzet pedagang sekitar 55 sampai dengan 70 persen seluruh Indonesia.
“Kami terus berusaha bertahan untuk menghadapi beberapa kondisi kedepan menghadapi Natal dan tahun baru. Maka kami meminta kepada pemerintah untuk menjadikan pasar tradisional sebagai pusat pondasi perekonomian lokal atau perekonomian daerah sehingga kita bisa menjaga agar pasar dan perekonomian terus tumbuh,” ujar Reynaldi.
Belum ada kenaikan kasus
Sementara itu, libur panjang di pekan terakhir Oktober 2020 sudah lewat 10 hari. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan, belum ada kenaikan angka kasus positif Covid-19 yang signifikan. Pemprov DKI masih menunggu hingga sepekan lagi untuk melihat dampak dari libur panjang tersebut.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balaikota DKI Jakarta, Senin menjelaskan, dengan adanya libur panjang di pekan terakhir Oktober lalu, Pemprov DKI Jakarta mewaspadai akan munculnya klaster keluarga.
“Namun kalau melihat angka kasus harian di Jakarta, sampai hari ini tidak ada yang signifikan. Di libur panjang kemarin sampai hari ini belum kelihatan dampaknya terkait Covid-19. Mudah-mudahan sampai seminggu ke depan, kita harapkan tidak ada klaster baru terkait liburan panjang,” jelas Ahmad Riza.
Menurut Ahmad Riza hal itu bisa terjadi dengan adanya pesan yang terus menerus disampaikan ke masyarakat agar masyarakat tidak memanfaatkan libur panjang dengan pergi ke luar kota ataupun aktivitas ke luar kota.
Baca juga : Ibu Kota Waspadai Kluster Liburan Panjang Akhir Oktober
Terkait angka kasus yang tidak signifikan itu, bila dicermati dalam laman resmi corona.jakarta.go.id pada tanggal 1 – 7 November 2020, angka kasus positif harian kisarannya antara 620 – 931 kasus dengan positivity rate atau persentase kasus positif harian di Jakarta berkisar 7,6 – 14,8 persen.
Sementara pada 25 – 31 Oktober atau saat pekan libur panjang terjadi, angka kasus harian antara 550 – 981 kasus dengan persentase kasus positif harian antara 7,5 – 12,2 persen.
Diakui Ahmad Riza, di hari-hari setelah libur panjang, jumlah orang yang dites menurun, namun penurunan tidak banyak. “Prinsipnya, kami terus melakukan upaya peningkatan testing-nya. Targetnya terus sampai 9.000 – 10.000 per hari, itu secara bertahap kita tingkatkan,” kata Ahmad Riza.
Ahmad Riza bahkan menyebut, angka tes yang dilakukan DKI Jakarta memberikan kontribusi lebih dari 45 persen terkait tes dari angka nasional. “Jadi kan banyak sekali Jakarta. Dari 34 provinsi, Jakarta merupakan yang paling banyak melakukan testing. Angkanya mencapai 45 persen dari jumlah semua,” jelasnya.
Ia juga memastikan petugas laboratorium tetap bertugas, meski dengan pengaturan jadwal atau sif kerja. Dari 58 laboratorium di Jakarta, saat ini kapasitas tes sudah 16.711 sampel per hari.
Terkait kasus harian, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dwi Oktavia memaparkan, per Senin ini sebanyak 4.913 orang dites PCR dan memperoleh sebanyak 5.992 spesimen. Dari jumlah tes tersebut, ada tambahan 539 kasus positif dan 4.374 negatif.
"Untuk rate tes PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 127.600. Jumlah orang yang dites PCR sepekan terakhir sebanyak 59.195," jelas Dwi.
Adapun jumlah kasus aktif di Jakarta turun sebanyak 348 kasus, sehingga jumlah kasus aktif sampai hari ini sebanyak 7.522 orang yang masih dirawat atau isolasi. Sedangkan, jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini sebanyak 112.743 kasus. Dari jumlah total kasus tersebut, total orang dinyatakan telah sembuh sebanyak 102.844 dengan tingkat kesembuhan 91,2 persen, dan total 2.377 orang meninggal dunia dengan tingkat kematian 2,1 persen sedangkan tingkat kematian Indonesia 3,4 persen.
Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 9,3 persen, sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 8,3 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Sementara, terkait pemberlakuan kembali pembatan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi mulai pekan ini, Ahmad Riza memastikan, dalam PSBB transisi jilid dua ini meski ada pelonggaran tetap diselenggarakan dengan batasan-batasan tertentu seperti yang sudah dilakukan dua minggu sebelumnya.
Secara umum sama seperti dua pekan sebelumnya, hanya ada beberapa penambahan, salah satunya adalah resepsi pernikahan yang dimungkinkan diberlakukan dengan beberapa syarat. Di antaranya kapasitas 25 persen dari kapasitas gedung atau ruang pertemuan, dan pihak pengelola gedung diminta mengajukan proposal terkait protokol kesehatan.
“Kami sudah datang beberapa waktu lalu, saya hadir melihat langsung simulasi dari resepsi pernikahan. Alhamdulillah baik sekali protokol kesehatan dari mulai masuk ada hand sanitizer, cuci tangan, pengecekan suhu, pengisian buku tamu, duduk berjarak, makannya juga diatur tidak prasmanan, foto diatur tidak berdekatan dan bersalaman, semua diatur. Mudah-mudahan itu jadi contoh yang baik dan ke depan bisa dilaksanakan resepsi pernikahan,” kata Ahmad Riza.
Baca juga : DKI Tambah 1.210 Sukarelawan Penelusur Kontak Pasien Covid-19
Adapun untuk resepsi ini, lanjut Ahmad Riza, tetap ada pengawasannya. Masing-masing pengelola diminta membuat Pakta Integritas untuk melaksanakan protokol Covid-19. “Kami juga minta pengawasan dari internal dan dari eksternal. Dari internal artinya dari pihak penyelenggara, keluarga, dan komunitas masing-masing yang menyelenggarakan dari pengelola gedung, pihak hotel, dan sebagainya,” kata dia.
Untuk sektor-sektor lain, juga tetap ada pengawasan secara berkala. Pengawasan itu juga ada di internal. “Jadi gugus pusat provinsi dan semua unit kegiatan punya petugas yang memantau sampai tingkat RT RW bahkan di setiap rumah, kita minta anggota keluarga di setiap rumah untuk menunjuk satu orang sebagai kader Covid-19, sebagai penghubung yang terus berkoordinasi dengan RT RW setempat untuk melaporkan situasi kondisi di rumah,” kata dia.