Pengawasan, Kunci Pelonggaran di DKI Tetap Aman Covid-19
Menurut data epidemiologis selama penerapan PSBB transisi kali ini, Gubernur DKI Anies Baswedan mengklaim wabah Covid-19 di Jakarta lebih terkendali dan menuju kategori aman.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan memperpanjang kembali pembatasan sosial berskala besar transisi atau PSBB transisi selama dua pekan ke depan. Namun, perpanjangan ini disertai tambahan pelonggaran, salah satunya resepsi pernikahan di gedung dibolehkan secara terbatas.
Pelonggaran ini menyusul pelonggaran sebelumnya pada bidang usaha lain, yaitu pembukaan bioskop. Agar tidak menjadi sandungan baru untuk pengendalian Covid-19 di Ibu Kota, pengawasan kepatuhan pada protokol kesehatan di sektor-sektor yang dibuka jadi kunci.
”Semoga saja, Pemerintah Provinsi DKI bisa melakukan pengaturan sedemikian rupa dengan melakukan pengawasan secara terus-menerus terhadap pelonggaran-pelonggaran yang sudah dilakukan,” tutur Baequni Boerman, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DKI Jakarta, saat dihubungi pada Minggu (8/11/2020).
Ia memahami masyarakat mulai jenuh dengan segala pembatasan yang menghalangi kehidupan mereka. Karena itu, ia bisa mengerti dengan upaya pemerintah dan pemerintah daerah agar semua bidang kehidupan bisa berjalan kembali. Komprominya, pemerintah mengampanyekan tatanan kehidupan baru, yakni mendorong masyarakat terbiasa beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat, terutama 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan).
Dengan keterisian tempat tidur isolasi mandiri 60 persen, itu merupakan batas ideal. Artinya, Pemprov DKI siap jika nantinya terjadi lonjakan kasus dan sebagian dari kasus tersebut harus menjalani perawatan di RS. (Anies Baswedan)
Baequni belum bisa menilai siap-tidaknya Pemprov DKI menerapkan pelonggaran secara bertahap. Ia menantikan evaluasi terhadap pelonggaran itu, terutama lewat penelusuran ada-tidaknya pembentukan kluster penularan Covid-19 dari resepsi.
Melansir dari Kompas TV, Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria menyebutkan, dibolehkannya resepsi pernikahan di gedung jadi bagian dari pelonggaran dalam perpanjangan PSBB transisi di Jakarta. ”Jadi, dimungkinkan selain akad nikah di gedung atau di tempat lainnya, juga diberi kesempatan untuk resepsi pernikahan dengan syarat dan ketentuan yang diatur,” ujar Ariza, sapaan akrabnya.
Baca juga : Usaha Pariwisata DKI Jakarta Dibuka Bertahap, Diskotek dan Spa Paling Akhir
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI menginformasikan, acara resepsi pernikahan bisa dihelat setelah pengelola gedung meminta izin pada pemprov. Prosesnya, pengelola mengajukan permohonan dengan melampirkan prosedur operasional standar yang menunjukkan penerapan jaminan protokol kesehatan. Setelah itu, tim gabungan Pemprov DKI mengevaluasi.
Pengelola gedung lantas dipanggil untuk presentasi dan diskusi guna memastikan prosedur dan protokol kesehatan yang akan dilaksanakan memenuhi standar. Setelah itu, simulasi digelar di gedung, kemudian pemprov baru akan memutuskan menyetujui pengoperasian gedung untuk resepsi pernikahan atau meminta pengelola merevisi permohonannya.
Pengelola gedunglah yang bertanggung jawab jika ada pelanggaran protokol kesehatan atau muncul kasus baru dari resepsi di sana. Dengan demikian, mereka mesti memastikan penyelenggara pernikahan (wedding organizer) serta pihak pengantin mau menjalankan pembatasan yang sudah ditentukan.
Ketentuannya, antara lain, semua tamu harus duduk, tidak ada prasmanan, dan makanan tamu disiapkan. Fasilitas cuci tangan harus tersedia, tempat duduk tamu diatur pada jarak yang aman, semua tamu mengenakan masker, dan jumlah individu di dalam gedung maksimal 25 persen dari kapasitas total. Jumlah orang yang bisa masuk gedung dengan demikian bergantung kondisi masing-masing sehingga simulasi sangat penting bagi pemprov untuk mendapatkan gambaran.
Kepala Bidang Industri Pariwisata Disparekraf DKI Bambang Ismadi mengatakan, dari lebih dari 25 gedung untuk resepsi pernikahan di Jakarta, belum ada yang diberikan izin untuk resepsi. Data terakhir, permohonan sudah diajukan 13 pengelola gedung, terdiri dari gedung atau balai pertemuan dan hotel.
”Semuanya masih dalam tahap verifikasi dokumen dan menunggu dijadwalkan untuk presentasi di hadapan tim gabungan Pemprov DKI,” tutur Bambang.
Untuk mencegah resepsi pernikahan melonjakkan kasus Covid-19 di Jakarta, pemprov menyiapkan mekanisme pengawasan. Bambang menyebutkan, bentuknya bisa berupa pengawasan oleh Disparekraf, pengawasan gabungan sejumlah instansi, atau bahkan lewat penyamaran petugas sebagai tamu, yang diistilahkan dia sebagai mistery guest.
Namun, pemprov tidak hanya mengandalkan sumber dayanya sendiri. DKI juga mendorong masyarakat dan media untuk melaporkan melalui kanal-kanal yang tersedia.
Baca juga : Pintu Teater Telah Dibuka Kembali
Lewat siaran pers, Gubernur DKI Anies Baswedan menyatakan PSBB transisi diperpanjang dua minggu, berlaku pada 9-22 November. Ini berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1100 Tahun 2020.
Menurut data epidemiologis selama penerapan PSBB transisi kali ini, Anies mengklaim wabah Covid-19 di Jakarta lebih terkendali dan menuju kategori aman. Namun, ia mengingatkan, penularan masih terjadi meskipun sedang melambat.
”Pemprov DKI Jakarta dapat menerapkan kebijakan rem darurat (emergency brake policy) apabila terjadi kenaikan kasus secara signifikan atau tingkat penularan yang mengkhawatirkan sehingga membahayakan pelayanan sistem kesehatan,” ucapnya.
Kasus aktif menurun hingga 55,5 persen selama dua pekan terakhir, dari 12.481 kasus pada 24 Oktober menjadi 8.026 kasus di 7 November. Tingkat kesembuhan pada angka 90,7 persen tanggal 7 November, sedangkan setiap dua pekan sebelumnya pada angka 78,9 persen (26 September), 82,3 persen (10 Oktober), dan 85,4 persen (24 Oktober).
Tingkat kematian cenderung stabil di angka 2,1 persen, baik dari data 24 Oktober maupun 7 November. Sementara setiap dua pekan sebelumnya, tingkat kematian pada angka 2,4 persen (26 September) dan 2,2 persen (10 Oktober).
Pertumbuhan kasus positif pun menunjukkan tren perlambatan setiap dua pekan dari waktu ke waktu. Kurun 24 Oktober-7 November, laporan kasus kumulatif naik 9,87 persen dari angka 100.220 kasus menjadi 111.201 kasus. Persentase kenaikan itu lebih rendah dibandingkan periode 26 September-10 Oktober (naik 18,03 persen dari 70.184 ke 85.617) dan periode 10-24 Oktober (naik 14,57 persen dari 85.617 ke 100.220).
Anies menambahkan, Pemprov DKI mencatat penurunan keterpakaian tempat tidur isolasi harian (ruang rawat inap) maupun ruang unit perawatan intensif (ICU) di 98 rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta. Angka secara berturut-turut dari 10 Oktober, 17 Oktober, 24 Oktober, 31 Oktober, dan 7 November untuk keterpakaian tempat tidur isolasi harian adalah 66 persen, 63 persen, 59 persen, 54 persen, dan 56 persen. Sementara angka untuk keterpakaian ruang ICU secara berturut-turut 67 persen, 66 persen, 62 persen, 59 persen, dan 60 persen.
Angka 60 persen merupakan batas ideal. ”Artinya, Pemprov DKI siap jika nantinya terjadi lonjakan kasus dan sebagian dari kasus tersebut harus menjalani perawatan di RS,” ujar Anies.
Agar ketersediaan semakin aman, Anies menuturkan, Pemprov DKI akan terus memperbesar kapasitas yang bisa ditangani di ruang rawat inap maupun ICU. Pengetesan dan pelacakan kontak erat juga dilaksanakan secara masif dan meluas.
Sementara itu, data pengamatan perilaku 3M di masyarakat oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menunjukkan, masih ada pekerjaan rumah guna meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Dibandingkan awal November, tingkat kepatuhan sekarang memang naik, dengan rincian kepatuhan memakai masker pada angka 70 persen, menjaga jarak 60 persen, dan mencuci tangan 35 persen.
Sementara itu, data pada 2 November menunjukkan, tingkat kepatuhan memakai masker pada angka 60 persen, menjaga jarak 55 persen, dan mencuci tangan 30 persen. Namun, angka pernah lebih tinggi sebelumnya. Angka secara berturut-turut untuk 19 Oktober dan 26 Oktober terkait kepatuhan memakai masker adalah 75 persen dan 70 persen, menjaga jarak 70 persen dan 65 persen, serta mencuci tangan 40 persen dan 30 persen.
”Persentase kepatuhan masyarakat untuk 3M harus mencapai minimal 80 persen untuk dapat mengendalikan potensi penularan Covid-19,” ucap Anies. Karena itu, pemprov akan terus bekerja sama dengan jajaran forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) dalam penegakan hukum atas pelanggaran protokol kesehatan di DKI.
Nilai reproduksi efektif (Rt) pada 7 November menunjukkan skor 1,04, lebih tinggi dari skor 1 November (1,03). Namun, ada perbaikan dibandingkan Oktober, yang tercatat menunjukkan skor 1,06 pada 12 Oktober dan 1,05 di 24 Oktober. Rt menjadi indikasi tingkat penularan di masyarakat.
Tim FKM UI lantas menganalisis dengan membandingkan nilai Rt dengan estimasi kasus baru (onset) dan persentase masyarakat yang di rumah saja (mengurangi mobilitas). Hasilnya, penduduk yang di rumah saja menurun sejak Oktober dan sekarang stabil pada kisaran 45 persen. Estimasi kasus baru menurun signifikan pada Oktober, tetapi sedikit naik di awal November. Estimasi kasus baru adalah pengukuran epidemiologi berdasarkan waktu pertama kali kasus positif mengalami gejala, bukan waktu pelaporan kasus konfirmasi positif dari hasil uji laboratorium.
Tim FKM UI juga menilai pengendalian Covid-19 di Jakarta. Dari indikator pengendalian yang ada, skor DKI turun 4 poin dari 67 pada 1 November menjadi 63 pada 8 November. Namun, pengendalian wabah di DKI relatif stabil jika dibandingkan dengan skor pada Oktober, yang angkanya 60 pada 18 Oktober dan 64 pada 24 Oktober.
Bekasi
Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, tidak melarang warganya untuk menggelar resepsi pernikahan di masa pandemi Covid-19. Meski demikian, pemerintah daerah meminta warganya agar selalu mematuhi protokol kesehatan saat menggelar resepsi pernikahan, termasuk mengubah pola resepsi ke sistem drive thru.
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, Pemerintah Kota Bekasi sudah mengizinkan warganya untuk menggelar resepsi pernikahan dengan catatan mematuhi protokol kesehatan. Namun, banyak warga di daerah itu masih cemas akan bahaya wabah covid-19 jika berada di tempat keramaian yang berpotensi terjadinya penularan covid-19.
”Jadi, resepsi model drive thru bisa menjadi salah satu opsi dalam melangsungkan resepsi pernikahan. Sebab, dengan sistem ini, tidak terjadi titik keramaian karena yang hadir pun silih berganti,” kata Tri, di Bekasi, dalam siaran pers yang diterima Kompas, Minggu (8/11/2020).
Kepatuhan terhadap protokol kesehatan sangat penting di daerah itu karena Kota Bekasi merupakan daerah yang masih berisiko tinggi terhadap penularan Covid-19. Daerah itu menjadi satu-satunya daerah di Jawa Barat yang dikategorikan daerah zona merah penularan Covid-19.
Berdasarkan data dari laman corona.bekasikota.go.id, akumulasi kasus Covid-19 di daerah itu hingga Minggu mencapai 7.260 kasus. Rinciannya, 391 kasus masih dirawat, 143 kasus meninggal, dan 6.726 kasus sembuh.
Kota Bekasi juga kembali memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional atau adaptasi tatanan hidup baru (ATHB) hingga 2 Desember 2020. Di masa perpanjangan ini, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga organisasi kemasyarakatan diajak bersama-sama dengan pemerintah daerah menyampaikan ke warga agar selalu taat pada protokol kesehatan.
Dalam Surat Keputusan Wali Kota Bekasi Nomor: 300/Kep.527-BPBD/XI/2020 tentang Perpanjangan Keempat Adaptasi Tatanan Hidup Baru Masyarakat Produktif Aman Covid-19 disebutkan, masa perpanjangan ini akan dioptimalkam dengan pelaksanaan test PCR secara masif hingga mencapai target 10.000 test PCR. Tujuannya untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di Kota Bekasi pasca-libur dan cuti bersama tahun 2020.