Sempat ditutup selama masa pembatasan sosial, kini satu per satu bioskop mulai dibuka lagi. Namun, minat warga untuk menonton di bioskop cukup rendah karena takut terpapar virus korona baru.
Oleh
Albertus Krisna (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Sekitar tujuh bulan lamanya pintu teater bioskop di seluruh Indonesia ditutup alias tidak beroperasi. Tepatnya mulai 20 Maret sejak dikeluarkan Surat Edaran Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Nomor 155/SE/2020. Kebijakan ini kemudian berlaku nasional setelah ditetapkan Permenkes RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB pada 3 April 2020.
Penutupan ini cukup ironis karena terjadi ketika jumlah bioskop mulai menjamur di Indonesia. Berdasarkan catatan laman filmindonesia.or.id, sepanjang 2019 ada penambahan 58 bioskop dengan 2.110 layar di ibu kota provinsi dan kota-kota lainnya.
Sebelum pandemi, penontonnya juga terus bertambah banyak. Menurut data Puslitbang Film Indonesia, pada 2018, jumlahnya 129,5 juta. Angka ini tercatat meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 dan 2016 yang masing-masing masih berada di angka 108,2 juta dan 100,6 juta penonton.
Pengalaman menonton di bioskop sebelum terjadi wabah juga dilakukan sepertiga lebih responden jajak pendapat Kompas dengan frekuensi beragam. Frekuensi terbanyak, yaitu beberapa bulan dalam setahun (17,3 persen) dan sebulan sekali (10,1 persen). Bahkan, ada juga 5,2 persen yang hobi menonton seminggu sekali.
Jika dikelompokkan berdasarkan usia, kebiasaan menonton film di bioskop masih identik dengan generasi muda. Terlihat dari mereka yang pernah menonton, tiga perempat lebih dari responden berusia kurang dari 26 tahun dan 44 persen dari usia 26-35 tahun. Selebihnya responden usia 36-45 tahun (26,6 persen), usia 46-55 tahun (21 persen), dan paling rendah usia lebih dari 55 tahun (13,5 persen).
Minat rendah
Akhirnya bioskop dibuka kembali. Diawali tanggal 17 Oktober oleh bioskop XXI di Ternate, Pontianak, Bandung, Banjarmasin, dan Samarinda. Hingga 3 November, tercatat sudah ada 28 dari total 218 bioskop XXI yang dibuka. Sementara pembukaan bioskop di Jakarta diawali oleh CGV Indonesia sejak 22 Oktober.
Izin pembukaan bioskop ini juga dibarengi aturan protokol kesehatan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Protokol itu, di antaranya jumlah penonton di satu teater di waktu yang sama dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas.
Pengunjung juga wajib memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer. Selanjutnya, mengukur suhu tubuh, menjaga jarak antar-pengunjung minimal satu meter, hingga melakukan pemesanan tiket secara daring.
Meski sudah ada sejumlah protokol kesehatan ketat, minat warga pergi di bioskop saat pandemi masih rendah. Hanya 10,3 persen responden saja yang akan menonton jika bioskop dibuka kembali di kota mereka tinggal. Sementara sisanya, 10,8 persen responden, ragu-ragu. Bahkan, hampir 70 persen mengatakan tidak akan menonton ke bioskop.
Pola ini seragam terjadi di semua kelompok usia, termasuk generasi muda yang paling familiar dengan kebiasaan nonton di bioskop. Meski demikian, keinginan menonton responden usia kurang dari 26 tahun terpantau lebih tinggi (21,14 persen) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yang tidak lebih dari 10 persen.
Khawatir tertular
Lesunya keinginan warga menonton film di bioskop selama pandemi bukan tanpa sebab. Alasan klasik karena masih pandemi dan takut tertular virus disebutkan 20,2 persen responden. Selanjutnya, paling banyak beralasan karena tidak suka menonton di bioskop (25,8 persen).
Sebanyak 7,6 persen menyebutkan, lokasi bioskop jauh dari tempat tinggal. Hingga kini persebaran bioskop mayoritas ada di daerah perkotaan dengan proporsi 80 persen. Hal ini membuat penduduk perdesaan relatif sulit menjangkau tempat hiburan ini.
Sisanya 6,7 persen karena tidak ada dana. Ini dapat diartikan harga tiket menonton di bioskop masih dianggap mahal bagi sebagian warga, terutama ketika masa pandemi ini.
Mereka yang masih ragu-ragu untuk memasuki bioskop memiliki alasan tersendiri. Alasan paling banyak disebut adalah masih pandemi dan takut tertular virus (41,1 persen). Kemudian penerapan protokol kesehatan dianggap belum ketat (19,6 persen).
Selain itu, hampir 9 persen menyatakan film di bioskop tidak menarik. Alasan tersebut cukup dilematis saat ini. Pembatasan kapasitas dan sedikitnya jumlah penonton membuat produsen film cenderung menunda menayangkan film-film baru mereka di bioskop. Padahal, ibarat toko, jika tidak ada barang dagangan yang bagus atau film yang menarik di bioskop, minat menonton warga semakin tergerus.
Dibukanya kembali pintu teater bioskop ibarat oase di tengah padang gurun. Kebijakan ini bagai air segar bagi para pengelola, pekerja, pengunjung bioskop, dan para sineas. Disiplin pada protokol kesehatan menjadi hal terpenting agar semuanya dapat bergerak normal kembali. Jika tidak disiplin, penularan virus bisa terjadi dan warga kian enggan menonton di bioskop.