Sejumlah komunitas lingkungan sudah mengungkap aliran cairan diduga limbah itu sejak 2016. Mereka saat itu bahkan menutup saluran pembuangan dari pabrik yang mengalirkan cairan.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, calon wakil wali kota Tangerang Selatan nomor urut 1, melihat ada cairan berwarna hijau tosca yang masuk Sungai Cisadane. Pegiat lingkungan menduga cairan itu limbah dari salah satu pabrik di Tangsel. Dinas Lingkungan Hidup berjanji untuk mengecek temuan tersebut.
”Kami akan cek,” ucap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tangsel Toto Sudarto lewat aplikasi pesan singkat, Rabu (4/11/2020). Pihaknya bakal merunut dari lokasi pabrik yang diduga membuang limbah ke Sungai Cisadane tersebut untuk memastikannya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Banksasuci Foundation Ade Yunus menduga cairan berwarna itu berasal dari pabrik yang berlokasi di Serpong Utara, Tangsel. Jaraknya sekitar 500 meter dari Sungai Cisadane.
Ade mendampingi Sara, sapaan akrab Saraswati, saat menyusuri Cisadane pada Selasa (3/11/2020) Mereka berangkat dari Banksasuci, Cibodas, Kota Tangerang.
Bahan cair diduga limbah mengalir hampir setiap hari. Kadang berwarna hijau tosca. Kadang-kadang bisa biru, kadang-kadang pink. (Ade Yunus)
Setelah 40 menit perahu melaju, Sara terkejut dengan aliran cairan hijau tosca yang diduga datang dari pabrik tisu. ”Saya menyusuri Cisadane untuk melihat potensi dibuat ekowisata dan transportasi air, tetapi menyedihkan melihat aliran limbah berwarna hijau tosca masuk sungai tanpa melewati proses filterisasi dan pengolahan,” ujar Sara dalam keterangan tertulis.
Mirisnya, air Cisadane juga merupakan sumber air bersih yang diolah perusahaan kemudian disalurkan ke rumah-rumah warga, terutama di kawasan Tangerang Raya. Sara melihat terdapat pipa-pipa perusahaan air yang mengambil air dari sungai itu. Proses semacam ini sudah berjalan sejak masa penjajahan tahun 1930-an.
”Saya ingin mengajak warga di sepanjang bantaran Sungai Cisadane untuk tidak lagi membuang sampah ke sungai. Karena bagaimanapun air Sungai Cisadane ini adalah sumber air minum untuk bersama,” tutur Sara.
Ade menambahkan, dari pemantauannya, bahan cair diduga limbah mengalir hampir setiap hari. ”Itu kemarin pas hijau tosca. Kadang-kadang bisa biru, kadang-kadang pink (merah muda),” ucapnya.
Ade mengakui bahwa ia dan komunitas pencinta lingkungan lainnya belum bisa memastikan bahan tersebut limbah atau bukan. Namun, Pemerintah Kota Tangsel pun belum kunjung memberi pernyataan resmi soal hasil uji laboratorium cairan itu, padahal para pegiat lingkungan setidaknya sudah dua kali melayangkan surat ke pemkot.
Banksasuci bersama Yayasan Peduli Lingkungan Hidup, Cisadane Ranger Patrol, dan Janur Indonesia mengungkapkan, aliran cairan diduga limbah itu sejak 2016. Mereka saat itu bahkan menutup outlet dari pabrik yang mengalirkan cairan.
Pencemaran bukan cerita baru bagi Sungai Cisadane. Pada akhir September 2014, Pemerintah Kota Tangerang memerintahkan sistem pembuangan dua pabrik yang berlokasi di Kelurahan Panunggangan Barat, yaitu PT Leo Graha Sukses Pratama, yang bergerak di bidang kertas, dan PT Cisadane Raya Cemical, industri pengepakan minyak goreng, ditutup sementara. Keduanya disebut telah mencemari Sungai Cisadane (Kompas, 2/10/2014).
Pada 2013, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang mencatat, 266 dari sekitar 500 pabrik, terutama yang berdekatan dengan daerah aliran sungai, mencemari lima sungai yang membelah kota ini, termasuk Cisadane. Sebanyak 32 pabrik sudah mendapat sanksi administrasi (Kompas, 5/6/2013).
Selain dugaan polusi sungai oleh pabrik, Sara juga menyoroti pencemaran Cisadane akibat tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Tangsel, yang sebagian tumpah ke dalam sungai. Ade mengatakan, jika sudah masuk musim hujan, air hujan bakal masuk ke dalam sampah lalu mengalir masuk sungai. Sejumlah warga di kawasan Tangsel dan Kota Tangerang pun akan menghirup aroma busuk.