Rabu Besok, DPRD DKI Mulai Bahas Rancangan APBD 2021 di Puncak
Pembahasan APBD 2021 berjalan paralel dengan APBD Perubahan 2020.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, sambil menunggu pengesahan APBD Perubahan 2020 yang telah disepakati DPRD dan Pemprov DKI Jakarta, pembahasan APBD 2021 dipastikan dimulai pada Rabu (4/11/2020) di kawasan Puncak, Bogor.
Besaran APBD 2021 yang akan dibahas senilai Rp 77,7 triliun. Jumlah itu lebih kecil dibandingkan dengan APBD 2020 sebesar Rp 87,95 triliun, yang dikoreksi menjadi Rp 63,23 triliun dalam APBD Perubahan 2020. Pandemi Covid-19 menjadi faktor penyebabnya.
Mohamad Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Selasa (3/11/2020), di DPRD DKI Jakarta seusai rapat paripurna menjelaskan, status DKI Jakarta sampai hari ini masih pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi. Artinya, untuk pertemuan-pertemuan masih berlaku pembatasan kapasitas.
Dengan anggota Dewan yang menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar) berjumlah 56 orang, ditambah SKPD yang harus hadir, jumlahnya bisa ratusan orang. ”Kalau tetap di gedung, aturan pembatasan kapasitas 50 persen tidak terpenuhi. Jadi, kami putuskan pembahasan di Cisarua, Puncak,” ujarnya menjelaskan.
Abdurrahman Suhaimi, Wakil Ketua Badan Musyawarah DPRD DKI Jakarta, secara terpisah menjelaskan, agenda pertama adalah rapat banggar bersama eksekutif atau tim anggaran pemerintah daerah (TAPD). Dalam pembahasan pertama itu, pihak pemprov akan memberikan penjelasan mengenai Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Provinsi DKI Jakarta 2021. Selanjutnya rapat pembahasan akan dilangsungkan hingga awal Desember 2020.
Paralel dengan pembahasan APBD 2021, pekan ini DPRD DKI masih akan menggelar rapat paripurna mendengarkan pemandangan umum fraksi-fraksi terkait penjelasan Gubernur DKI Jakarta atas RAPD Perubahan 2020. Agenda pemandangan umum fraksi itu akan digelar pada Kamis (5/11/2020).
Pada Selasa (3/11/2020), DPRD DKI Jakarta menggelar Rapat Paripurna dengan agenda penjelasan Gubernur DKI terhadap Raperda APBDP 2020. Dalam penjelasannya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memaparkan besaran angka APBD Perubahan 2020 yang disepakati menjadi Rp 63,23 triliun. Sementara APBD penetapan 2020 adalah Rp 87,95 triliun. Perubahan terjadi karena adanya pandemi Covid-19.
Dari postur anggaran APBD 2020, perubahan yang terjadi dan termuat dalam postur anggaran APBD Perubahan 2020, untuk pendapatan asli daerah (PAD) dari semula Rp 57,561 triliun di APBD Penetapan 2020, berubah menjadi Rp 38,085 triliun. Dana perimbangan yang awalnya diproyeksi Rp 21,618 triliun, berkurang menjadi Rp 16,885 triliun. Lain-lain, PAD yang sah semula Rp 3,016 triliun berkurang menjadi Rp 2,095 triliun. Lalu, penerimaan pembiayaan yang di APBD penetapan 2020 sebesar Rp 5,760 triliun malah bertambah menjadi Rp 6,166 triliun.
Untuk belanja tak langsung, dari yang semula diproyeksi Rp 34,675 triliun berubah menjadi Rp 33,635 triliun. Untuk belanja langsung dari semula Rp 44,935 triliun, berkurang menjadi Rp 25,146 triliun. Adapun pengeluaran pembiayaan yang semula Rp 8,345 triliun berubah menjadi Rp 4,450 triliun.
Untuk anggaran penanganan Covid-19, Anies memaparkan, sebesar Rp 5,19 triliun digelontorkan Pemprov DKI Jakarta.
Ditambahkan Taufik, dalam postur anggaran APBD Perubahan 2020 sudah termasuk anggaran pinjaman pemerintah pusat, PEN. Untuk tahun ini, dana PEN untuk DKI Jakarta yang cair sebesar Rp 3,2 triliun.
”Jadi harus dipahami, anggaran pinjaman PEN itu untuk membiayai proyek yang telah ditetapkan. Bukan proyek baru. Namun, untuk proyek yang sudah ditetapkan tahun anggaran, tetapi mandek gara-gara Covid-19. Proyek itu rata-rata proyek multiyears atau tahun jamak,” tuturnya.
Molor dari jadwal
Secara terpisah, Anthony Wirza, anggota Fraksi PSI, mengkritisi proses pembahasan KUA-PPAS 2021 yang tumpang tindih dengan pembahasan APBD Perubahan 2020. Fraksi Partai Solidaritas Indonesia menilai Pemprov DKI terkesan tidak serius mengelola anggaran.
”Penyerahan dokumen KUA PPAS tahun 2021 oleh Pemprov DKI terlambat 4 bulan dari yang seharusnya sehingga jadwal pembahasan disusun serba terburu-buru. Perlu diingat bahwa DPRD bukan tukang stempel. Saya tidak tahu mengapa Pemprov DKI menunda-nunda penyerahan dokumen KUA-PPAS 2021. Ini menandakan gubernur tidak taat aturan dalam mengelola uang rakyat,” kata Anthony melalui keterangan tertulis.
Menurut Anthony, jadwal penyusunan APBD tahun 2021 diatur di Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 Tahun 2020. Menurut peraturan tersebut, Pemprov DKI seharusnya menyampaikan rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli.
Sementara itu, jadwal pembahasan KUA-PPAS tahun 2021 di Pemprov DKI Jakarta menurut rencana baru dimulai pada 4 November dengan rapat Banggar dengan agenda penjelasan dari eksekutif. Setelah itu, pembahasan di tingkat komisi, lalu diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan KUA PPAS antara gubernur dan DPRD.