Proyek MRT Jakarta Segmen Harmoni-Kota Belum Dapat Kontraktor
Hingga lewat batas waktu, belum ada satu kontraktor Jepang pun mengajukan penawaran pengerjaan proyek MRT Jakarta fase 2a. Jakarta terus berkomunikasi dengan JICA agar ada solusi supaya proyek bisa tepat waktu di 2027.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan fase 2a MRT Jakarta, khususnya segmen dua dari Harmoni-Kota, belum juga lancar. Sampai akhir Oktober 2020, PT MRT Jakarta belum juga memperoleh kontraktor pemenang lelang yang akan menggarap paket pekerjaan CP 202 dan CP 205 itu.
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Jumat (30/10/2020) menjelaskan, paket CP 202 adalah paket pekerjaan untuk pembangunan konstruksi bawah tanah atau terowongan dari Harmoni ke Mangga Besar. Sementara CP 205 adalah paket pengadaan sistem perkeretaapian dan rel.
Untuk paket CP 202, seperti yang sudah diberitakan, sampai saat ini sudah mengalami dua kali gagal lelang. Untuk memitigasi atau sebagai solusi, PT MRT Jakarta akan melakukan penunjukan langsung kontraktor.
Seperti dijelaskan Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar dalam forum jurnalis MRT Jakarta, Senin (19/10/2020), untuk bisa melakukan penunjukkan langsung itu, pihak MRT Jakarta sudah mendapatkan persetujuan dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA). Namun, untuk bisa melakukan penunjukan langsung kontraktor yang akan mengerjakan CP 202, tetap harus menunggu kepastian dari lelang CP 205.
Apabila tetap tidak ada solusi, MRT Jakarta meminta supaya JICA tidak menuntut MRT Jakarta menggunakan kontraktor Jepang.
Sebenarnya, pada 26 Oktober 2020 adalah batas waktu di mana para kontraktor Jepang bisa memasukkan dokumen sebagai peserta lelang. Namun, ternyata hingga 26 Oktober, belum juga ada kontraktor Jepang yang memasukkan dokumen penawaran.
Supaya fase 2a tidak semakin mundur penyelesaian proyeknya, Silvia melanjutkan, saat ini untuk pengadaan CP 202, PT MRT Jakarta tengah memfinalisasi dokumen tender untuk dapat digunakan sebagai penunjukan langsung (direct contracting). Harapannya, bulan depan penunjukkan langsung sudah bisa dilakukan.
MRT Jakarta juga terus fokus mencari solusi bagi pengadaan CP 205. Dengan belum ada satu kontraktor Jepang pun yang tertarik memasukkan dokumen penawaran, PT MRT Jakarta kembali memberikan perpanjangan waktu selama dua minggu bagi para kontraktor untuk dapat memasukkan dokumen mereka.
”Tentunya sambil saat ini ada pembahasan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang terkait solusi bagi CP 205. Karena CP 205 ini merupakan paket pengadaan sistem perkeretaapian bagi keseluruhan fase 2 dan kita membutuhkan kontraktor Jepang untuk mau memasukkan proposal supaya jadwal proyek fase 2a terjaga,” jelas Silvia.
Waktu perpanjangan dua minggu yang diberikan kepada para calon peserta tender itu, ditegaskan Silvia, sudah tidak bisa diubah lagi. Sebab, perpanjangan dua minggu adalah waktu yang bisa diterima dalam jadwal pengerjaan konstruksi fase 2a.
Untuk diketahui, pengerjaan fase 2a dari Bundaran HI ke Kota awalnya dirancang selesai pada akhir 2024. Namun, seiring pandemi Covid-19 dan adanya kegagalan tender yang pertama pada CP 202, jadwal penyelesaian proyek bergeser. Fase 2a kemudian dibagi dalam dua segmen pengerjaan dengan segmen 1 dari Bundaran HI ke Harmoni akan selesai di Maret 2025 dan segmen 2 dari Harmoni ke Kota dijadwalkan selesai Maret 2026.
Selanjutnya, seiring kegagalan lagi pengadaan CP 202 dan pengadaan CP 205 yang berkepanjangan, membuat target penyelesaian segmen 2 bergeser mundur ke Agustus 2027.
Kehadiran Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia, pekan lalu, memang memberikan dukungan bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia, salah satunya MRT. Dengan kendala yang dihadapi MRT Jakarta hari ini, Pemerintah Jepang dan JICA dikatakan tetap akan membantu mendorong para kontraktor Jepang untuk mau berpartisipasi dalam proyek MRT Jakarta.
Dengan perpanjangan dua minggu ini, lanjut Silvia, MRT Jakarta terus berkomunikasi dengan JICA, khususnya apabila dalam dua minggu tetap belum ada kontraktor yang memasukkan dokumen lelang, harus ada solusi. Apabila tetap tidak ada solusi, MRT Jakarta meminta supaya JICA tidak menuntut MRT Jakarta menggunakan kontraktor Jepang.
”Kita tidak mau jadwal proyek makin mundur tak menentu dan berakibat pada biaya proyek yang makin besar. Itu kondisi yang tidak baik bagi kita. Harus ada keputusan jelas untuk CP 205,” ujar Silvia.
Seperti diketahui, proyek MRT Jakarta dikerjakan dengan dana pinjaman dari Pemerintah Jepang yang disalurkan melalui JICA. Skema pinjaman yang dipakai adalah JICA ODA Loan dengan skema Special Terms for Economic Partnership (STEP) di mana pinjaman pendanaan ini mengikat (tied loan) sehingga sangat terikat dengan kriteria kontraktor utama harus berasal dari Jepang. Nantinya, kontraktor Jepang pemenang lelang akan berkonsorsium dengan perusahaan konstruksi Indonesia.
Terkait kendala tersebut, MRT Jakarta juga menyebut sudah ada beberapa kontraktor non-Jepang atau kontraktor internasional yang menyatakan tertarik dengan proyek MRT Jepang itu.