Tersangka Provokator Kerusuhan Unjuk Rasa Bisa Bertambah Lagi
Polda Metro Jaya memastikan masih ada tambahan pembuat dan pengelola akun media sosial yang dikejar. Apalagi, sejumlah nama sudah dibidik dan masuk daftar pencarian orang alias buron.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejauh ini, Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan belasan remaja pembuat dan pengelola akun media sosial sebagai tersangka penghasut massa. Merek terutama memprovokasi pelajar sekolah menengah kejuruan untuk rusuh dalam demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, penelusuran aktor lain belum selesai sehingga jumlah tersangka masih mungkin bertambah.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana mengatakan, pihaknya masih mendalami motif yang mendorong para pembuat dan admin akun media sosial itu menghasut agar demo rusuh, sekaligus kemungkinan dalang di balik mereka.
”Siapa penggerak dari mereka ini? Kami akan terus melakukan pengejaran,” kata Nana dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (27/10/2020).
Nana memastikan masih ada tambahan pembuat dan pengelola akun yang dikejar. Apalagi, sejumlah nama sudah dibidik dan masuk daftar pencarian orang alias buron.
Nana menjelaskan, para provokator daring ini terungkap dari pengembangan personel Direktorat Reserse Kriminal Umum terhadap pelaku-pelaku tindak pidana saat demo. Setelah itu, pencarian aktor di balik akun media sosial juga dilanjutkan Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
Setidaknya ada 14 pembuat dan pengelola media sosial yang ditangkap Polda Metro Jaya karena diduga memicu kerusuhan dalam demo anti-omnibus law tanggal 8, 13, dan 20 Oktober di Jakarta. Mereka adalah pembuat grup percakapan Whatsapp (WAG) ”JAKTIM OMNIBUSLAW” berinisial FIQ (17), admin WAG ”JAKTIM OMNIBUSLAW” berinisial MNI (17) dan MA (15), pembuat WAG ”DEMO OMNIBUSLAW 7/8” AP (15), dan admin WAG ”DEMO OMNIBUSLAW 7/8” FSR (16).
Selain itu, ada pembuat WAG ”STM SEJABODETABEK”, K (18); admin WAG ”STM SEJABODETABEK”, MR (15) dan MN (15); penyebar unggahan provokatif lewat Facebook berinisial MAR (16); pembuat akun grup Facebook ”STM Sejabodetabek”, JF (17); admin grup Facebook ”STM Sejabodetabek”, GAS (16), MI (16), dan WH (16); serta pengelola akun Instagram @panjang.umur.perlawanan, FN (17).
Menurut Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat, tidak semua pengelola media sosial provokatif terus di balik layar. Buktinya, K, MR, dan MN diketahui ikut menyerang petugas dalam demo 13 Oktober. Mereka melempari petugas yang sedang berjaga di sekitar pos polisi Stasiun Gambir.
Nana menuturkan, terdapat akun-akun media sosial pengunggah konten hasutan yang saling terkait. Ia mencontohkan, FIQ membuat WAG ”JAKTIM OMNIBUSLAW” karena sebelumnya masuk anggota WAG ”DEMO OMNIBUSLAW 7/8” dan diminta adminnya, FSR, untuk membuat grup lagi mengingat keterbatasan jumlah anggota yang bisa masuk dalam satu WAG.
Selain itu, FIQ juga tergabung dalam WAG ”STM SEJABODETABEK” dan grup Facebook ”STM Sejabodetabek”.
Grup Facebook tersebut semacam muara dari berbagai macam akun media sosial dan percakapan. Selain ada anggota grup Facebook yang masuk WAG ”STM SEJABODETABEK”, ada pula yang masuk WAG lainnya lagi. Grup turunan WAG ”STM SEJABODETABEK” pun bukan hanya WAG ”DEMO OMNIBUSLAW 7/8”, begitu juga grup turunan ”DEMO OMNIBUSLAW 7/8” bukan cuma ”JAKTIM OMNIBUSLAW”.
Karena itu, Nana memastikan masih ada tambahan pembuat dan pengelola akun yang dikejar. Apalagi, sejumlah nama sudah dibidik dan masuk daftar pencarian orang alias buron.
Terkait keikutsertaan pelajar-pelajar dalam demo yang kemudian berujung ricuh, berdasarkan pemeriksaan, alasan mereka, antara lain, penasaran dengan atmosfer demo, terutama yang disertai kerusuhan. ”Di sinilah ada kelompok yang memanfaatkan, memprovokasi mereka, sehingga jiwa mudanya terpacu untuk ikut melakukan anarkisme,” ujar Nana.
Jasra Putra, Komisioner Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), berharap inisiatif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan mendorong adanya ruang diskusi tentang RUU Cipta Kerja di pembelajaran sekolah bisa meminimalkan ketertarikan para siswa ikut kerusuhan dalam demo. Melalui diskusi yang difasilitasi guru, mereka mendapat informasi yang benar dan layak bagi anak sesuai usianya, serta diberi kesempatan mengekspresikan suara mereka terhadap isu-isu tentang RUU Cipta Kerja.
”Ini langkah positif untuk mengalihkan anak ke ruang dialog yang aman dan nyaman karena kalau mereka turun ke jalan, apalagi situasi Covid-19 ini, kan, tidak direkomendasikan,” ucap Jasra. Selain itu, penyampaian orang-orang dewasa dalam demo juga bisa jadi tidak sesuai untuk usia anak-anak.