Penawaran emas dengan harga jauh di bawah pasar itu ”too good to be true” alias bohong besar. Ini juga berlaku untuk semua penawaran dengan modus serupa. Jangan mau tertipu.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·6 menit baca
Dari kampung permukiman padat di Jurang Mangu Timur, Tangerang Selatan, RPS (31) beserta suami dan anak-anaknya pindah ke sebuah kompleks perumahan. Setidaknya empat mobil dan satu sepeda motor ratusan juta rupiah ikut menjadi ”anggota keluarga” di rumah baru. Namun, sejak beperkara dengan puluhan orang, bahkan kemungkinan ratusan orang, kemewahan dadakan itu berangsur meninggalkan mereka.
Anggota satuan pengamanan (satpam) menjaga gerbang Nuansa Asri Cipadu dengan alat penyemprot di tangan, Rabu (21/10/2020). Setiap kendaraan yang melewati mereka didisinfeksi terlebih dahulu. Belok ke kanan, rumah-rumah bertingkat berbaris menyambut. Jalan di antara dua blok memiliki lebar 8 meter, lebih dari cukup bagi dua mobil melaju berlawanan arah.
Satu keluarga tahun lalu menjadi warga baru. Mereka menempati salah satu rumah berpagar logam yang bermotif floral dan bercat putih.
Mereka adalah RPS beserta suami, SF, dan anak-anak mereka. Kabarnya, rumah yang standarnya memiliki luas bangunan 100 meter persegi dan luas tanah 130 meter persegi tersebut saat ini laku dijual seharga Rp 2 miliar lebih per unit. ”Rumah-rumah di blok itu memang tergolong menengah ke atas. Kalau saya, menempati blok rumah-rumah kecil, ha-ha-ha,” kata pengurus warga setempat, Sekretaris RT 006 RW 004 Jurang Mangu Timur, Prasetyo Wibowo.
RPS dan keluarga sebelumnya tinggal di rumah orangtua SF di permukiman Jalan H Sarmili, kurang dari 10 menit berkendara dari Nuansa Asri Cipadu. Meski dekat, kedua permukiman tersebut layaknya dua dunia yang berbeda.
Masuk lewat gapura Jalan H Sarmili dari Jalan Ceger Raya, sejumlah bagian jalan, terutama di tikungan, hanya cukup dilintasi satu mobil. Tidak seperti rumah di Nuansa Asri Cipadu yang seluruhnya memiliki halaman dan garasi, banyak rumah mungil di H Sarmili yang ketika membuka pintu langsung bertemu jalan. Letak rumah pun tidak beraturan, saling berpacu memanfaatkan lahan yang masih kosong.
Akses masuk ke gang rumah keluarga besar SF pun hanya selebar 3 meter, ”dibentengi” pagar atau tembok rumah warga lain.
Lingkaran setan bisnis jual beli emas secara daring dengan harga jauh di bawah pasar. Ketika jumlah barang yang dipesan berkurang atau bahkan tidak ada pemesan lagi, penyaluran barang ke pengecer dan konsumen lantas macet.
Kejomplangan tidak cukup berhenti pada pemandangan lingkungan rumah. Prasetyo mengatakan, para tetangga beberapa kali membicarakan gaya hidup SF dan RPS yang gonta-ganti mobil. Awal mula menghuni Nuansa Asri Cipadu, SF menyetir Mitsubishi Pajero Sport. Setelah itu, mobil beranak pinak dengan kehadiran Honda Freed, Toyota Alphard, dan Mini Cooper.
Ada pula tetangga yang melihat SF memiliki Harley Davidson Fat Bob, yang informasinya saat ini seharga lebih kurang Rp 840 juta. Dari berbagai kendaraan kelas atas tersebut, Prasetya hanya pernah melihat Mini Cooper.
Karena penghuni baru ini langsung menonjol dengan kekayaannya, Prasetyo dan warga lain menaruh tanda tanya. Bisnis apa yang dijalankan sampai bisa mendatangkan keuntungan instan?
Jawaban datang bersama kerumunan orang yang mencari-cari RPS sejak akhir April lalu. Saat itu, menurut Prasetyo, sudah masuk Ramadhan 1441 H. Dari cerita mereka yang datang, ia mengetahui bahwa RPS punya usaha penjualan emas yang unik, yakni dengan sistem pre-order atau pemesanan (uang dulu, barang belakangan) dan iming-iming harga sangat murah dibandingkan dengan harga pasaran.
Selain itu, banyak pembeli logam mulia yang disuplai RPS bukanlah konsumen akhir, melainkan pengecer yang juga menampung uang pemesanan sejumlah konsumen. Di bawahnya lagi, ada pengecer lagi dan lagi hingga mencapai konsumen akhir. Konsepnya mirip downline.
Lingkaran setan
MI (29), pengecer emas yang secara tidak langsung mendapat pasokan dari RPS, menjelaskan, bisnis RPS tergolong berskema ponzi. Skema itu memberikan imbalan keuntungan besar bagi pengecer atau harga barang jauh lebih murah bagi konsumen.
MI mencontohkan, pada April 2019, emas ditawarkan seharga sekitar Rp 570.000 per gram, sedangkan harga wajar kala itu berkisar Rp 660.000-Rp 690.000 per gram. Itu pun harga dari pengecer yang mendatangkan emas bagi MI, yang membeli emas dari RPS.
Namun, imbalan besar diikuti oleh syarat, yakni pembelian harus dengan cara memesan, tidak cash and carry atau ada uang ada barang. Agar bisa menawarkan harga murah, pelaku bisnis ini tidak mengumpulkan keuntungan, tetapi melakukan permainan uang.
MI memberikan ilustrasi. Anggap saja harga normal emas Rp 1 juta per gram. Kepada para pemesan gelombang pertama, penjual menawarkan dengan harga Rp 500.000 per gram, dengan syarat pembeli menunggu satu bulan.
Setelah dua minggu, penjual membuka gelombang pemesanan lagi dengan harga serupa. Pesanan-pesanan masuk lagi beserta uangnya. Uang dari gelombang kedua digunakan untuk menutup kekurangan uang guna mendapatkan emas bagi pemesan gelombang pertama, mengingat ada selisih Rp 500.000 per gram antara harga penawaran dan harga pasar. Sementara itu, agar emas tersedia bagi pemesan gelombang kedua, pemesanan gelombang ketiga dibuka. Begitu seterusnya.
”Ini lingkaran setan,” ujar MI. Ketika jumlah barang yang dipesan berkurang atau bahkan tidak ada pemesan lagi, penyaluran barang ke pengecer dan konsumen lantas macet.
Kemacetan itulah yang membuat rumah RPS digeruduk massa yang merasa menjadi korban. Bahkan, ada yang sampai menginap karena tidak kunjung ditemui RPS dan suaminya. Mereka sudah menyetorkan uang dalam jumlah raksasa ke RPS, tetapi emas tidak kunjung sampai di tangan. Mereka masih maklum jika gagalnya pemesanan diganjar dengan pengembalian uang. Namun, uang pun tidak pulang.
Bagaimana mereka tidak mengamuk. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri mencatat, total kerugian yang dilaporkan para konsumen RPS mencapai Rp 271,59 miliar. Itu setara dengan 135 rumah kelas menengah atas yang dibeli RPS dan SF di Nuansa Asri Cipadu.
”Ini lingkaran setan,” ujar MI. Ketika jumlah barang yang dipesan berkurang atau bahkan tidak ada pemesan lagi, penyaluran barang ke pengecer dan konsumen lantas macet.
Tampaknya, sudah ada konsumen RPS yang menuntut harta keluarganya dibagikan untuk setidaknya mencicil pengembalian uang ke konsumen-konsumen di bawah mereka. Sebab, sepengamatan Prasetyo, mobil-mobil kini tidak lagi menghiasi muka rumah RPS. Bahkan, lampu di luar rumah sekarang amat jarang dinyalakan, menghadirkan kesan suram.
Dari pantauan pada Rabu siang, hanya ada satu motor bebek di teras rumah RPS. Saat Kompas mencoba menemui RPS atau SF, seorang perempuan muncul dari balik pintu dan memberi tahu bahwa pemilik rumah sedang tidak di tempat.
RPS kini tidak hanya pusing dengan teror dari konsumen-konsumennya. Sebab, ada yang sudah menempuh jalur hukum dengan melaporkan dia ke polisi.
Direktur Tipideksus Bareskrim Brigadir Jenderal (Pol) Helmy Santika mengatakan, RPS sudah berstatus tersangka. Pemeriksaan dia dan saksi sudah selesai. ”Berkas sudah selesai dan siap dilimpahkan ke jaksa penuntut umum,” ucapnya (Kompas.id, 19/10/2020).
Helmy mengatakan, tersangka menggunakan hasil kejahatannya untuk biaya hidup, belanja properti, dan kendaraan. Semuanya sudah disita oleh penyidik.
Saat Kompas mencoba mengonfirmasi, nomor telepon seluler RPS dan SF tidak aktif. Di rumah keluarga SF di Jalan H Sarmili, YT (41) yang adalah kakak SF atau kakak ipar RPS, menyatakan, keluarga besarnya tidak banyak tahu terkait perkara yang menimpa mereka berdua.
Mereka baru terinformasi setelah massa turut mendatangi kediaman di Jalan H Sarmili untuk mencari RPS dan SF. ”Mending kalau datang satu-dua, ini gerombolan. Ada sampai belasan ke sini seingat saya. Ada yang bawa bayi datang malam-malam juga,” tutur YT.
Pedagang kantin sekolah tersebut menambahkan, ayah dan ibunya sampai jatuh sakit karena mendengar kabar itu. Saat ditanya oleh orang yang datang, ayahnya menjawab ia hanya tahu SF dan RPS berdagang, tetapi tidak tahu punya usaha emas.
Meski demikian, polisi belum bisa memastikan bahwa gaya hidup glamor RPS dan keluarganya merupakan hasil penyalahgunaan uang pemesan emas karena penyidik perlu mendata aset RPS terlebih dahulu. Helmy mengatakan, penyidik perlu waktu untuk pemberkasan dan penyitaan aset, yang belum mendapatkan izin khusus dari pengadilan.
Begitulah balada hidup RPS. Bisnisnya membuat kemewahan datang mendadak ke hidup keluarganya. Namun, bisnisnya pula yang membuat kemewahan meninggalkan mereka.