Pemahaman Warga soal Covid-19 Masih Dangkal, Jangan Buat Aturan Populis
Pencegahan sebagai senjata utama melawan Covid-19 hingga kini belum maksimal diterapkan. Perkara ini memang merupakan masalah berkelindan yang dilandasi masih tidak mengertinya masyarakat mengenai Covid-19.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kunci penyelamat masyarakat dari penularan Covid-19 adalah menerapkan protokol kesehatan dengan selalu memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Sudah tujuh bulan pandemi berlangsung, pemahaman mengenai konsep ini tetap belum sepenuhnya merasuk di masyarakat, bahkan untuk wilayah semaju Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Hal tersebut dirasakan Kamaludin, warga Sawangan, Depok, yang merupakan penyintas Covid-19. Ia dan istrinya, Yuni, tertular virus korona jenis baru ini pada April. Setelah sembuh, pasangan suami istri ini giat menjadi aktivis penyebar pengetahuan mengenai Covid-19 di lingkungan tempat tinggal mereka.
Setelah empat bulan pandemi melanda, Kamaludin pada Agustus ketika dihubungi mengungkapkan bahwa pengalaman buruk keluarganya mengarungi musibah Covid-19 tidak menjadi pelajaran bagi tetangga. Mereka menganggap bahwa kebetulan keluarga tersebut mengalami nasib naas dan berpendapat bahwa penyakit itu tidak akan datang ke warga yang lain. ”Sekarang mulai ada perubahan, tetapi belum sedrastis yang diharapkan,” kata Kamaludin ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Ia menjabarkan, jumlah warga yang memakai masker kian banyak. Akan tetapi, belum semua tetangga melakukannya. Masih ada sejumlah orang yang tidak menaati protokol kesehatan dan berperilaku seolah tidak ada bahaya penularan Covid-19 yang mengancam. Padahal, saat ini ada satu keluarga yang tengah menjalani perawatan dan isolasi karena tertular.
Pengakuan Anita H, seorang karyawati swasta, tidak jauh berbeda. Perusahannya menerapkan piket masuk 50 persen dari jumlah maksimal karyawan. Ketika memasuki kantor, petugas keamanan memang memeriksa suhu dan di dalam kantor karyawan diatur duduk dalam bilik-bilik berjauhan. Akan tetapi, ketika jam kerja, masih ada karyawan yang berbicara panjang lebar di telepon tanpa memakai masker. Jendela tidak dibuka karena kantor sepenuhnya memakai penyejuk udara.
Ketika jam makan siang, ada karyawan yang membeli makanan di pedagang kaki lima (PKL) di sebelah gerbang kantor karena tidak sempat membuat bekal. Menurut Anita, masih banyak PKL yang tidak bermasker. Tidak ada yang menegur mereka, termasuk petugas satpam kantor yang setiap saat berdiri persis di dekat gerobak-gerobak.
”Akhirnya saya yang inisiatif menegur PKL supaya bermasker sebelum menyiapkan makanan, tetapi beberapa malah bete mukanya. Penginnya, sih, dari kantor bisa ngasih tahu ke PKL kalau enggak semua pegawai bisa membawa bekal. Kalau para PKL mau pegawai tetap jajan di mereka, penjualnya harus pakai masker, dong,” tuturnya.
Ketua Perhimpunan Ekonomi Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany menjelaskan, biaya yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah akan semakin besar apabila pendekatan penanganannya fokus kepada pengobatan, dalam hal ini perawatan dan isolasi. Pencegahan sebagai senjata utama melawan Covid-19 hingga kini belum maksimal diterapkan.
Perkara ini memang merupakan masalah berkelindan yang dilandasi masih tidak mengertinya masyarakat mengenai Covid-19, bahayanya, cara penularan, dan cara perlindungan dari risikonya. Selain itu, ada juga faktor watak masyarakat yang cenderung meremehkan masalah dengan menganggap tidak akan tertular, apalagi tubuhnya tidak menunjukkan gejala sakit.
”Kebijakan yang diambil pemerintah pusat dan daerah bersifat populis. Langkah ini sebetulnya tidak masalah jika persepsi masyarakat terhadap Covid-19 seragam dalam artian memahami risiko bahaya dan dampaknya bagi diri masing-masing. Contohnya seperti di Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru yang komunikasi ke masyarakatnya gencar, didukung pula dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Namun, di Indonesia pemahaman terhadap Covid-19 itu sendiri sangat dangkal, bahkan banyak yang belum tahu,” ujarnya.
Pada periode 7-14 September 2020, Badan Pusat Statistik melakukan survei mengenai persepsi masyarakat terkait Covid-19 dengan 90.967 responden. Terungkap 17 persen dari mereka tidak percaya akan tertular Covid-19 meskipun tidak bisa menjelaskan alasan risiko itu tidak mengancam mereka. Didalami, ada tiga alasan munculnya pemikiran dan perilaku seolah kebal virus korona di masyarakat.
Pertama karena responden tidak melihat adanya penegakan aturan ataupun pemberian sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. Kedua karena menganggap protokol kesehatan mengganggu pekerjaan, misalnya masker membuat gerah dan jaga jarak fisik menyulitkan komunikasi secara akrab. Ketiga ialah karena melihat aparatur pemerintahan setempat, termasuk penegak hukum, berperilaku santai dan tidak menjalankan protokol kesehatan.
Khusus Jakarta sudah siap mengundangkan Peraturan Daerah DKI Jakarta mengenai pencegahan Covid-19. Di dalamnya tertera sanksi administratif, keuangan, dan sosial bagi para pelanggar protokol kesehatan. Sejumlah pakar melihatnya sebagai preseden yang baik, tetapi tidak menjamin pengendalian pandemi jika penerapannya tidak seindah di atas kertas. Apalagi, secara praktik, kegiatan pemerintahan jelas mengutamakan ekonomi.
”Segala sesuatu dilakukan secara prematur, mulai dari sosialisasi sampai pembuatan kebijakan. Akibatnya, masyarakat bingung. Daripada pusing, menurut mereka, lebih baik menjalankan segala sesuatu sebagaimana biasanya,” kata Hasbullah.
Ia menerangkan, tanpa kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan, pandemi tidak akan terkendali. Jumlah paling sedikit masyarakat harus patuh bermasker dan menjaga jarak adalah 85 persen. Di bawah angka itu risiko penularan masih besar.
”Ini penyebab Indonesia belum bisa keluar dari gelombang pertama pandemi Covid-19, termasuk Jakarta yang secara aturan sudah bisa dibilang canggih, tetapi pergerakan manusianya masih tinggi dan kecepatan analisis hasil tes PCR (reaksi berantai polimerase) ataupun penelusuran kontak pasien positif masih butuh beberapa hari,” tuturnya.