Polisi Tangkap Enam Peserta Unjuk Rasa yang Keroyok Reserse
Aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja banyak melibatkan anak-anak atau pelajar. Mereka datang tidak hanya ikut berunjuk rasa, tapi juga terlibat kerusuhan yang menyebabkan korban dan kerusakan fasilitas publik.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi mengungkap kasus pencurian dengan kekerasan dan pengeroyokan yang menimpa anggota Polri berinisial AJS seusai mengamankan unjuk rasa penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, Jumat (9/10/2020) dini hari. Subdirektorat 3 Reserse Mobil Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap dan menangkap enam pelaku.
Keenam tersangka yang ditangkap berinisial MRR (21), Y (29), FA (24), AIA (25), SD (18), MF (17). Tersangka MRR, SD,dan MF diketahui ikut dalam unjuk rasa. Sementara Y dan FA bertugas menjual telepon seluler korban ke situs penjualan daring senilai Rp 2,2 juta. Adapun AIA penadah telepon seluler korban.
”Para pelaku mengeroyok dan mengambil satu telepon seluler milik korban. Mengetahui korban merupakan anggota Polri, para pelaku langsung mengeroyok sehingga korban luka berat. Kami masih mengejar dua pelaku pengeroyokan lainnya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus dalam keterangan daring. AJS dikeroyok pukul 01.00 di depan Hotel Paragon, Jalan Gajah Mada, Taman Sari, Jakarta Barat.
Yusri menuturkan, pengeroyokan terkait unjuk rasa pada Kamis (8/10/2020) di sekitar Istana Merdeka, Jakarta Pusat, yang berakhir ricuh hingga merembet ke wilayah Taman Sari. Lewat Jumat tengah malam, ricuh tak kunjung reda sehingga polisi berusaha membubarkan massa yang disusupi perusuh, termasuk para pelajar.
Ricuh tersebut mengakibatkan pos polisi di Jalan Hayam Wuruk arah Roxy, Jakarta Barat, terbakar. Aksi perusuh sempat dicegah warga lainnya, tetapi warga justru menjadi sasaran kemarahan dan pengeroyokan.
”AJS kemudian melerai pengeroyokan itu. AJS yang berusaha melerai justru ikut dianiaya para tersangka. Tas selempang milik korban berisi telepon seluler, jam tangan, dan kartu identitas serse dirampas para pelaku. Kerugian ditafsir sekitar Rp 10 juta,” kata Yusri.
Para tersangka tersebut dijerat Pasal 365 KUHP dengan ancaman sembilam tahun penjara, Pasal 170 KUHP dengan ancaman lima tahun penjara, dan Pasal 480 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.
Dipulangkan
Terkait demostrasi pada Selasa (20/10/2020), Yusri mengatakan, polisi menangkap sejumlah massa yang diduga atau dicurigai akan menimbulkan kericuhan. Secara keseluruhan, demonstrasi berlangsung damai.
”Memang ada riak sedikit. Karena kami tahu modus operandi para pelaku anarko dan anak STM atau SMK yang sering terjadi saat demostrasi. Dari PMJ (Polda Metro Jaya), kami menangkap 33 orang. Sebelum dan sesudah unjuk rasa total kami menangkap 270 dari seluruh jajaran polres metro dan sudah dipulangkan. Ini bentuk preventif yang kami lakukan,” kata Yusri.
Sebanyak 270 orang yang ditangkap tersebut diminta membuat surat peryataan untuk tidak mengulangi. Syarat lain kepulangan mereka, yaitu harus dijemput orangtua. Yusri mengatakan, ke 270 orang itu merupakan orang yang berbeda dengan pengunjuk rasa yang pernah ikut sebelumnya.
Dari hasil pemeriksaan lainnya, modus yang dilakukan pengunjuk rasa yang ingin berakhir rusuh tidak hanya menyelinap di kerumunan massa lainnya, tetapi juga memprovokasi di media sosial Facebook dan Instragram. Bentuk provokasi, antara lain, membawa batu dan raket. Polisi masih menyelidiki dan mengejar otak di balik ajakan untuk mendorong kelompok anarko dan SMK, salah satunya SMK dari Bogor, turun ke jalan.
”Dengan diamankannya tiga admin media sosial itu, alhamdulillah kemarin berkurang yang datang demo ke sini. Tetapi, kalau ada yang mau coba-coba lagi menghasut, memprovokasi, kami akan kejar terus. Kami masih kejar satu admin facebook STM se-jabodetabek,” katanya.
Komisioner KPAI Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi, Jasa Putra, mengatakan, pihaknya mengawasi keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang berlangsung di Patung Kuda pada Selasa lalu.
KPAI yang menurunkan dua staf dan satu komisioner ke lapangan memastikan anak-anak yang terlibat terlindungi hak-haknya. Pengawasan lapangan dilakukan pada pukul 13.30 hingga 17.30 itu berkoordinasi dengan Kanit PPA Mabes Polri dan Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
”Masih banyak anak-anak yang terlibat demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Keterlibatan ratusan anak itu mulai dari SMP hingga SMA/SMK dan bahkan ada yang mengaku sudah tidak sekolah lagi,” kata Putra.
Putra melanjutkan, keikutsertaan anak-anak karena ajakan teman lewat media sosial, sekedar ingin tahu terkait kegiatan demo, dan datang karena keinginan sendiri. Keterlibatan anak-anak dalam aksi unjuk rasa tanpa membawa subtansi atau ketidaktahuan apa yang disuarakan sangat disayangkan karena dalam masa pandemi Covid-19 mereka berisiko terpapar. Sejumlah anak-anak itu juga kedapatan merokok.
”Dari koordinasi dengan Kanit PPA Mabes Polri Komisaris Ema Rahmawati, ada 171 pelajar yang diamankan. Mereka sudah didata dan diharapkan tidak ikut unjuk rasa lagi. KPAI mengapresiasi Polri-TNI serta massa mahasiswa, buruh, yang bisa menjaga aksi berjalan secara damai, sehingga masa anak yang hadir setidaknya dapat terlindungi dari situasi yang tidak kita inginkan,” kata Putra.