Target Selesai Proyek MRT Jakarta Fase 2A Bakal Mundur Satu Tahun
Pembangunan fase 2A MRT Jakarta terkendala gagal lelang pada paket 202 dan 205, dan tak ada peminat pada paket 206. Hal ini berpotensi membuat proyek MRT kali ini baru akan selesai tahun 2027.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT MRT Jakarta memastikan pandemi Covid-19 dan risiko pekerjaan menyebabkan turunnya minat kontraktor asal Jepang mengikuti tender pengadaan untuk pengerjaan proyek pembangunan fase 2A. Hal itu membuat konstruksi dan tahapan operasional MRT fase 2A terancam mundur ke 2027 atau bergeser satu tahun dari target awal.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, dalam agenda Forum Jurnalis MRT Jakarta yang digelar secara daring, Senin (19/10/2020), menjelaskan, sama seperti fase 1, MRT Jakarta fase 2A dibangun dengan dana pinjaman dari Pemerintah Jepang.
Bentuk dana pinjaman yang disalurkan melalui Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) itu ialah JICA ODA Loan, dengan skema Special Terms for Economic Partnership (tied loan), sehingga sangat terikat dengan kriteria kontraktor utama harus berasal dari Jepang. Nantinya kontraktor Jepang itu akan berkonsorsium dengan perusahaan konstruksi Indonesia.
Dengan adanya pandemi Covid-19 yang tengah melanda menyebabkan risiko tinggi terhadap keseluruhan proyek fase 2 MRT Jakarta. Terdapat sejumlah kendala terhadap pengadaan paket kontrak (CP) 202 Harmoni-Mangga Besar, CP 205 sistem perkeretaapian dan rel, serta CP 206 untuk pengadaan kereta (rolling stock).
Seperti diketahui, untuk paket fase 2A, pekerjaan dibagi dalam dua segmen. Segmen 1 untuk paket kontrak CP 201 yang mengerjakan terowongan dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia sampai dengan Stasiun Harmoni sepanjang 2,8 kilometer dengan membangun dua stasiun di antaranya, yaitu Stasiun Thamrin dan Stasiun Monas.
Meski pengerjaan proyek juga sempat mundur, untuk paket pekerjaan CP 201 itu sekarang sedang dalam proses berjalan dan per 30 September 2020 telah mencapai 8,38 persen. Dijadwalkan, ujar William, dengan proses pengerjaan 58 bulan, maka untuk CP 201 selesai pada Maret 2025.
Yang menjadi perhatian MRT Jakarta untuk segera dicarikan solusinya, lanjut William, adalah kendala di segmen 2 yang di dalamnya ada paket pekerjaan konstruksi CP 202 Harmoni-Mangga Besar, CP 205, dan CP 206. Keterlibatan dan ketertarikan kontraktor Jepang dalam fase 2A ini minim. Selain karena Covid-19, di wilayah Asia Tenggara juga sedang masif ada pembangunan MRT seperti di Filipina, Thailand, dan Myanmar sehingga sumber daya kontraktor sangat terbatas.
Adapun untuk lelang internasional konstruksi CP 202 bahkan sudah dua kali proses lelang dan gagal. ”Dengan demikian, kami meminta persetujuan dan arahan dari JICA, dan oleh JICA, ada tiga arahan. Pertama limited competitive bidding yang dibatasi peserta lelangnya; kedua international shopping untuk pembelian barang; dan ketiga adalah direct contracting atau penunjukan langsung,” tutur William.
Selanjutnya, pada konsultasi MRT Jakarta, kepada Pemprov DKI Jakarta, dengan Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Keuangan, MRT Jakarta mengusulkan metode penunjukan langsung. Pemprov DKI bersama Kemenhub dan Kemenkeu sudah berkonsensus memilih metode penunjukan langsung. ”JICA sudah menyetujui,” kata William.
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda), menjelaskan, meski penunjukan langsung, tetap yang akan diberi kesempatan adalah para kontraktor Jepang. Sebab, para kontraktor yang ditunjuk haruslah yang sudah berpengalaman dan sudah terlibat dalam pengerjaan proyek.
”Karena JICA memberikan kriteria bagi penunjukan langsung ini adalah kontraktor yang sudah pernah terlibat untuk sipil, mungkin kita akan mendekati kontraktor CP 201 dan CP 203 yang adalah konsorsium Jepang-Indonesia. Ini kita lakukan dalam koridor tied loan,” tutur Silvia.
Untuk bisa melakukan penunjukan langsung, lanjut Silvia, itu baru akan dilakukan setelah ada kepastian dari pengadaan CP 205 dan CP 206. Adapun jadwal lelang terbaru untuk CP 205 adalah pada 26 Oktober 2020 setelah mengalami empat kali perpanjangan pengadaan.
CP 206 masih dalam proses market sharing oleh JICA pada Oktober 2020 ini. Untuk CP 206 ini pun, William melanjutkan, yang adalah pengadaan kereta itu menyesuaikan karena akan melayani keseluruhan pengembangan sistem. Untuk CP 206, juga ada kendala. Sebab, saat market sounding di Jepang, minat kontraktor untuk ikut nihil.
”Dengan adanya kendala pada tiga paket itu, rencana segmen 2 itu jadi mundur lagi. Akibat dari terjadinya perlambatan pada CP 202 dan 205, serta ketiadaan peminat untuk CP 206, segmen 2 yang menurut rencana selesai di 2026, sekarang mundur ke Agustus 2027. Ada satu tahun perlambatan,” kata William memastikan.
William melanjutkan, agar proyek fase 2A tersebut dapat berjalan lancar, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang sedang melakukan koordinasi dan penjajakan tingkat tinggi.
”Diharapkan agar Pemerintah Jepang dapat lebih kuat lagi mendorong pelaku industri perkeretaapian di Jepang untuk terlibat dalam proyek MRT Jakarta fase 2A ini. Jika minat pelaku industri di Jepang kurang, maka opsi pengadaan melibatkan kontraktor internasional lainnya dari luar Jepang kiranya dapat dibuka dan disetujui bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang,” paparnya.
Saat ini, sejumlah kontraktor dari China, Inggris, dan Korea Selatan sudah bertanya-tanya dan mengumpulkan informasi terkait dengan MRT Jakarta.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria secara terpisah dalam kunjungan ke Depo MRT Lebak Bulus, 2 Oktober 2020, menegaskan, perlambatan atau mundur satu tahun ke 2027 itu sangat lama. ”Kita akan melakukan terobosan-terobosan untuk melaksanakan hal ini,” ucapnya.
Hal yang bisa dilakukan, menurut Ahmad Riza, menjalin kerja sama dengan negara lain yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang sama membangun moda transportasi berbasis rel seperti MRT Jakarta.