Melihat Wajah Ibu Kota dari ”Wabah” Bersepeda
Mumpung antusiasme menggenjot masih hangat, gencarkan penyediaan trotoar dan jalur sepeda ke ruas-ruas jalan selain Sudirman-Thamrin agar makin banyak warga yang memalingkan muka dari kendaraan bermotor pribadi.

Fathahillah (kiri) dan Agung bersepeda di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin tersohor sebagai zona bisnis Jakarta yang akrab dengan kepadatan arus lalu lintas. Namun, wabah Covid-19 yang kemudian menyulut ”wabah” bersepeda menggeliatkan ruas jalan elite itu sebagai ruang publik idola bagi pengayuh roda angin. Bukan tidak mungkin gairah itu nantinya memoles wajah Jakarta menjadi lebih manusiawi setelah pandemi.
Awan tak mampu menahan sinar matahari yang hendak memanggang kulit, Kamis (15/10/2020), di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Namun, dua pesepeda, Fathahillah (38) dan Agung (28), tak menunjukkan gurat kelelahan di wajah mereka saat mengayuh di tepi jalan. Senyum mengembang alamiah ketika sesekali keduanya bersenda gurau.
”Ini memang sedang mengejar matahari, ha-ha-ha,” seloroh Agung saat menghentikan laju sepeda lipatnya dekat Kawasan Niaga Terpadu Sudirman (SCBD). Saat itu, sudah beberapa menit melewati pukul 10.00. Mungkin terpengaruh kampanye berjemur, ia dan Fathahillah sengaja sampai di sana ketika terik dibandingkan dengan pukul 07.00 atau 08.00 saat matahari masih ”jinak”.
Keduanya bertolak dari lingkungan tinggal mereka di Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur, kemudian menggenjot ke Pasar Senen, Jakarta Pusat. Dari sana, mereka berlanjut ke arah Bundaran Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda, lalu masuk ke Jalan MH Thamrin, ke Jalan Jenderal Sudirman, hingga nantinya putar balik di Bundaran Senayan. Mereka akan menempuh jarak total 25,5 kilometer ketika sudah sampai di rumah lagi.
Mumpung antusiasme menggenjot masih hangat, gencarkan penyediaan trotoar dan jalur sepeda ke ruas-ruas jalan selain Sudirman-Thamrin agar makin banyak warga yang memalingkan muka dari kendaraan bermotor pribadi. (Ahmad Safrudin)

Fathahillah (kiri) dan Agung beristirahat di sela-sela bersepeda di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Agung mengakui, mereka terjangkit demam bersepeda di masa pandemi Covid-19. Setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta dilonggarkan lewat PSBB transisi pada bulan Juni, ia dan Fathahillah mulai mencoba ikut arus. Sepeda yang sudah lama tersimpan diperbaiki dan sejumlah suku cadang baru dipasang. ”Seru ternyata, lama-lama jadi hobi,” ujar karyawan swasta itu.
Akhirnya, rata-rata sepekan sekali ruas Sudirman-Thamrin jadi bagian dari rute gowes mereka. Agung dan Fathahillah pun sebenarnya lebih sering beramai-ramai bersepeda dengan teman-teman nongkrong lainnya. Kamis itu, hanya mereka berdua yang sedang lowong.
Baca juga : Refleksi Tiga Tahun Anies Baswedan: Jarak Target dengan Capaian Masih Jauh
Fathahillah menambahkan, mereka menyukai ruas Sudirman-Thamrin karena relatif lebih mulus dibandingkan dengan jalan-jalan lainnya. Selain itu, jejeran gedung pencakar langit beragam rupa dan bentuk menjelma sebagai pemandangan memesona. ”Gedungnya juga jadi ngalangin (menghalangi) matahari,” katanya.
Meski diawali dengan hanya ikut-ikutan, kegemaran bersepeda di kala wabah berbuah manfaat bagi Fathahillah. Rasa nyeri di dada mulai berkurang pada penderita penyakit jantung ini. Ia pun jadi lebih suka bergerak dibandingkan dengan saat sebelum Covid-19 melanda.

Kristian bersepeda di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Pesepeda lain yang ditemui di dekat persimpangan Jalan Sudirman-Setiabudi Raya, Kristian (21), menyebutkan, ia merasa tubuhnya lebih enteng dan kuat sejak menggeluti hobi mengayuh sekitar tiga bulan silam. ”Mau sepedaan ke mana pun enggak capek. Sudah biasa,” ujar pemuda asal Sulawesi Utara itu.
Hari Kamis pagi, Kristian mengendarai sepedanya untuk berjumpa kawan di sekitar kawasan Sudirman, 12 kilometer jauhnya dari tempat tinggal di Manggarai, Jakarta Selatan. Karena bersepeda santai, mahasiswa baru ini memilih melintasi jalur sepeda di trotoar daripada berbagi ruang dengan sepeda motor dan mobil di jalan raya.
Trotoar dengan ubin-ubin yang rata serta naungan pohon-pohon yang rindang membuat Kristian tidak berlebihan menggunakan energinya. Selain itu, jalur Sudirman-Thamrin yang cenderung lurus memang memanjakan pengguna sepeda.
Agung, Fathahillah, dan Kristian merupakan bagian dari ledakan jumlah pesepeda di Sudirman-Thamrin pada era Covid-19 ini. Dalam survei Institute for Transportation and Development Policy, jumlah pesepeda di sepanjang ruas jantung Ibu Kota ini rata-rata naik, bahkan ada yang kenaikannya lebih dari sepuluh kali lipat!

Warga bersepeda di ruas Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (13/9/2020).
Kenaikan tertinggi itu terjadi di lokasi survei Halte Dukuh Atas untuk arus pesepeda yang mengarah ke utara, dari 21 pesepeda menjadi 235 pesepeda. Data awal diambil dari hasil survei pada salah satu hari di bulan November 2019, sedangkan data berikutnya adalah hasil survei pada satu hari di bulan Juni tahun ini. Catatan ITDP, peningkatan volume sepeda se-DKI rata-rata 500 persen.
Pengalaman Mail Thime, pendiri komunitas sepeda ”Bike Bro!”, sejalan dengan tren tersebut. Komunitas yang berdiri pada 2016 dan bermarkas di Kebagusan, Jakarta Selatan, itu awalnya hanya beranggotakan 15 orang. Setelah pagebluk menggebuk, anggotanya membesar jadi 45 orang. ”Mungkin karena jenuh WFH (bekerja dari rumah) sehingga memilih bersepeda,” ujarnya.
Efek sampingnya, hampir semua toko kehabisan stok sepeda dan suku cadang. Thime yang piawai memodifikasi dan membangun ulang sepeda pun kebingungan karena kerap harus menunggu lama untuk mendapatkan suku cadang sepeda. Selain itu, harga suku-suku cadang ikut naik, berkisar 100-200 persen.
Baca juga : Kasus Baru Bermunculan

Mail Thime, pendiri komunitas sepeda ”Bike Bro!”, mengecek rantai sepeda di bengkel markas komunitas di Kebagusan, Jakarta Selatan, Jumat (16/10/2020).
Direktur Asia Tenggara ITDP Faela Sufa menuturkan, tren bersepeda tidak hanya melanda Jakarta. Di berbagai belahan dunia, bergerak tanpa kendaraan bermotor—termasuk bersepeda, berjalan, mengemudikan skuter, hingga bersepatu roda—memang kian populer di era korona. Sebab, cara bermobilitas tersebut disadari sebagai strategi ampuh untuk tetap bisa menjaga jarak dari orang lain jika dibandingkan dengan menumpang angkutan umum dan untuk terbebas dari jebakan kemacetan lalu lintas jika dibandingkan dengan memakai kendaraan bermotor pribadi.
Pesan dari dunia itu juga ditangkap oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan dituangkan dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 51 Tahun 2020 yang melandasi PSBB transisi fase pertama, mulai Juni lalu. Pasal 21 mengamanatkan, semua ruas jalan diutamakan bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda sebagai sarana bermobilitas untuk jarak yang mudah dijangkau.
Pergub itu juga menyatakan bahwa penggunaan sepeda didukung dengan peningkatan penggunaan jalur sepeda yang telah terbangun dan penyediaan parkir khusus sepeda. Bahkan, perkantoran dan pusat perbelanjaan mesti menyediakan ruang parkir sepeda hingga 10 persen dari kapasitas total parkir.
Pak Gubernur tidak ketinggalan mengampanyekan gerakan bersepeda lewat sejumlah unggahan di media sosial pribadinya. Pada Sabtu (10/10/2020), misalnya, ia mengunggah aktivitas bersepeda pagi sambil meninjau perbaikan fasilitas umum yang rusak akibat kericuhan demonstrasi menolak omnibus law.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) bersepeda menuju tempat peletakan batu pertama pembangunan Jalasena pada Minggu (23/12/2018) pagi di Pulau D, yang sekarang bernama Pantai Maju, di Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Memaksa pemerintah
Kembali ke Sudirman-Thamrin, lonjakan jumlah penggowes di sana ”memaksa” Pemerintah Provinsi DKI dan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya menyediakan ruang husus bagi pesepeda. Sebab, trotoar Sudirman-Thamrin yang selebar 13 meter per sisi sudah kurang memadai untuk membatasi jarak antarindividu di sana, baik untuk yang berjalan kaki maupun bersepeda di jalur sepeda trotoar.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo bersama Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo pun mencanangkan jalur sepeda sementara di ruas Sudirman-Thamrin, Juni silam. ”Harapannya, dengan (jalur sementara) ini, lalu lintas tidak bercampur antara pesepeda dan pejalan kaki sehingga kita bisa menekan penyebaran Covid-19,” ucap Syafrin, Kamis (18/6/2020).
Baca juga : Pesepeda Meningkat, Dishub DKI Buat Jalur Sementara di Sudirman-Thamrin
Jalur sepeda sementara itu ditandai dengan pembatas kerucut-kerucut jalan (traffic cone) yang ditempatkan di badan jalan sebelah kiri, bersisian dengan trotoar. Jarak antara kerucut dan tepi trotoar sekitar 1,5 meter. Panjang jalur sepeda 7 kilometer. Namun, karena dipasang untuk dua arah, total jalur sepeda sementara Sudirman-Thamrin sepanjang 14 kilometer.
Jalur sepeda sementara tidak diberlakukan sepanjang hari. Sambodo menyebutkan, pada Senin-Jumat, jalur itu hanya berlaku pukul 06.00-08.00 dan 16.00-18.00. ”Di luar jam-jam itu pembatas kami pinggirkan karena arus lalu lintas juga cukup deras,” ucapnya.

Pengendara sepeda menggunakan jalur khusus sepeda di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (16/8/2020).
Hari Sabtu dan Minggu, jalur sementara diberlakukan pukul 06.00-10.00 dan 16.00-19.00. Namun, jalur sepeda di hari Minggu biasanya dilebarkan sehingga ruas yang bisa dilalui kendaraan bermotor menciut. Itu karena besarnya animo warga berolahraga di Sudirman-Thamrin setiap hari Minggu.
Kebijakan memanjakan pesepeda di Sudirman-Thamrin tergolong paling maju dibandingkan dengan di ruas-ruas lain. Besi-besi tempat bersandar sepeda disediakan di berbagai titik, terutama dekat pintu masuk stasiun moda raya terpadu (MRT).
Yang ingin menggenjot, tetapi tidak punya sepeda pun difasilitasi dengan sarana sepeda sewa yang ditempatkan di sejumlah lokasi di Sudirman-Thamrin. Cukup mengunduh aplikasi Gowes di ponsel dan mengisi saldo untuk pembayaran, kunci sepeda sewa bisa terbuka dan dibawa menyusuri Sudirman-Thamrin.

Sepeda sewa Gowes tersedia di dekat Stasiun MRT Bendungan Hilir, Jalan Jenderal Sudirman, seperti terlihat pada Kamis (15/10/2020).
Peluang perubahan
Namun, Thime khawatir popularitas bersepeda hanyalah euforia sesaat. Setelah pandemi usai dan kehidupan normal kembali berjalan, sepeda ditinggalkan kembali. Ia pun mulai mengendus rasa bosan dari anggota Bike Pro! yang bergabung karena sekadar ikut-ikutan tren masa kini.
Meski demikian, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menerjemahkan kekhawatiran Thime tersebut sebagai dorongan bagi Pemprov DKI untuk segera memanfaatkan wabah bersepeda saat ini. Sebab, tren ini, terutama di lintasan Sudirman-Thamrin, bisa menjadi jalan masuk mengobati penderitaan kronis Ibu Kota: kemacetan dan polusi udara.
Bagi Safrudin yang karib disapa Puput, Sudirman-Thamrin punya nilai strategis sebagai pusat perhatian di Ibu Kota. KPBB pun menggaungkan pengurangan penggunaan kendaraan bermotor pribadi lewat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB/CFD) sejak 2001, yang juga dimulai di Sudirman-Thamrin. Setelah menanggung caci maki masyarakat yang bertubi pada awal pelaksanaannya, HBKB kian merengkuh sukses hingga kemudian digelar sepekan sekali oleh Pemprov DKI, tiap hari Minggu.
Karena Sudirman-Thamrin layaknya figur publik, kesuksesan HBKB di sana mendapat perhatian luas sehingga kota-kota lain juga menerapkan program serupa. Sayangnya, masalah kemacetan dan polusi tetap mendera Jakarta.

Pengelola moda raya terpadu (MRT) menyediakan tempat parkir sepeda dekat Stasiun Setiabudi Astra di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, seperti terlihat pada Kamis (15/10/2020).
Kebijakan ganjil genap sempat diberlakukan lagi pada PSBB transisi fase pertama karena volume kendaraan bermotor naik di tengah berbagai pembatasan aktivitas. Emisi gas buang kendaraan tentu bakal memengaruhi tingkat polusi udara yang kemudian berdampak ke kesehatan warga.
Baca juga : Hasil Evaluasi Pemprov DKI, Ganjil Genap Tetap Dilanjutkan
Karena itu, Puput mendorong Pemprov DKI tidak menunggu tren bersepeda surut untuk beraksi. Mumpung antusiasme menggenjot masih hangat, gencarkan penyediaan trotoar dan jalur sepeda ke ruas-ruas jalan selain Sudirman-Thamrin agar makin banyak warga yang memalingkan muka dari kendaraan bermotor pribadi.
Jika pemprov beralasan masih fokus menangkal Covid-19, penyediaan trotoar dan jalur sepeda bisa dimasukkan dalam program penanggulangan penyakit itu. Sebab, makin banyak yang berjalan kaki dan bersepeda untuk bepergian, makin berkurang penggunaan kendaraan bermotor pribadi, imunitas warga akan meningkat menghadapi virus karena polusi menurun.
Seandainya berjalan, Anies bakal mewariskan infrastruktur yang membudayakan peradaban berjalan kaki dan bersepeda seselesainya mengatasi korona. Sepada bakal makin sering berseliweran masuk ke kantor-kantor elite dan pejalan kaki berpakaian rapi yang mungkin menenteng kopi dari kafe ternama akan kian meramaikan trotoar. Wajah Ibu Kota akan lebih manusiawi setelah pandemi nanti.
”Kota yang manusiawi adalah kota yang ramah pada pesepeda dan pejalan kaki,” ucap Puput.