Kluster STIP Bertambah Lagi, Total Kini Ada 36 Kasus
Pada Sabtu sore dilaporkan ada 31 taruna STIP dirawat di Wisma Atlet Kemayoran. Angka itu bertambah menjadi total 36 taruna yang dirawat di sana malam ini. Jumlah itu kemungkinan masih akan bertambah.
JAKARTA, KOMPAS — Kasus positif Covid-19 di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran di Marunda, Jakarta Utara, terus bertambah. Terbaru, ada tambahan lima taruna STIP yang menjalani isolasi di Wisma Atlet mulai Sabtu (17/10/2020) malam karena terkonfirmasi terpapar.
”STIP malam ini kirim lima taruna positif,” tutur Letnan Kolonel Laut dokter gigi M Arifin, Komandan Lapangan Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, dalam pesan singkat. Dengan demikian, sejauh ini total 36 taruna STIP yang dirawat di Wisma Atlet.
Jumlah taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran di Marunda, Jakarta Utara, yang diketahui terpapar Covid-19 dan menjalani isolasi di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, sudah mencapai 36 orang. Sekolah dan kampus lain, terutama yang menerapkan konsep asrama, diminta menunda kegiatan belajar-mengajar jika belum siap dengan protokol kesehatan.
”Dengan adanya dua kampus yang sudah menjadi kluster, ini menjadi pelajaran, kalau belum siap memasukkan mahasiswanya, jangan dulu,” tutur Letnan Kolonel Laut dokter gigi M Arifin, Komandan Lapangan Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Sabtu (17/10/2020), di Jakarta. Selain kampus STIP, sebelumnya Institut Perguruan Tinggi Ilmu al Quran (PTIQ) yang berlokasi di Cilandak, Jakarta Selatan, mengirimkan 225 mahasiswanya yang positif ke Wisma Atlet.
Kampus berasrama seperti STIP sangat rentan menjadi pusat penularan, apalagi jika tarunanya berasal dari sejumlah daerah. Arifin mengatakan, bisa saja taruna datang dari daerah rawan penularan, atau mungkin selama perjalanan menggunakan angkutan umum dari tempat asal ke Jakarta tertular dari penumpang lainnya.
Arifin menjelaskan, pada Jumat (16/10/2020) sekitar pukul 22.30, sebanyak 15 taruna STIP datang ke Wisma Atlet untuk ikut dirawat di sana. Mereka diketahui positif setelah tes usap diadakan untuk 30 orang di STIP sebagai bagian dari pelacakan kontak erat.
Sebelumnya, pada Kamis (15/10/2020) pukul 11.50, sudah ada 16 taruna yang lebih dulu menghuni Wisma Atlet. Dengan demikian, total 31 taruna STIP menjalani perawatan di sana. ”Kami jadikan satu semua di lantai 24 Tower (Menara) 5,” ujar Arifin.
Baca juga: Waspadai Kemunculan Kluster Sekolah-Kampus
Menara 5 serta Menara 4 merupakan bagian dari Flat Isolasi Mandiri Kemayoran, yang dikhususkan bagi pasien positif Covid-19 tanpa gejala atau hanya bergejala ringan. Adapun pasien bergejala dipusatkan di Menara 6 dan 7 RSDC Wisma Atlet.
Awal mula kluster di STIP diketahui karena seminggu sebelumnya salah satu taruna mengeluh sakit dan melapor ke petugas kesehatan di sana. Taruna yang bersangkutan menjalani tes dan ternyata positif. Setelah itu, kampus menggelar pelacakan kontak erat yang hingga kini belum berakhir. ”Kita tunggu hasilnya saja, mudah-mudahan sisanya negatif, tidak ada penambahan lagi,” tuturnya.
Meski pasien yang dirujuk ke Wisma Atlet terus bertambah, Arifin memastikan tingkat hunian Wisma Atlet masih dalam batas aman, rata-rata di bawah 50 persen. Di Flat Isolasi Mandiri, Menara 4 terisi 46,64 persen dan tersisa 825 tempat tidur, serta Menara 5 terisi 35,48 persen dan tersisa 1.013 tempat tidur. Di RSDC, Menara 6 terisi 56,85 persen dan tersisa 561 tempat tidur, sedangkan Menara 7 terisi 45,50 persen dan tersisa 860 tempat tidur.
Kondisi baik tersebut, menurut Arifin, masih merupakan efek dari pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta pada 14 September-11 Oktober. Namun, per 12 Oktober, PSBB dilonggarkan kembali dengan pemberlakuan PSBB transisi sehingga menimbulkan kekhawatiran pasien Wisma Atlet melonjak.
Pengalaman pada PSBB transisi fase pertama 5 Juni hingga sebelum 14 September, tingkat hunian Menara 6 dan 7 hampir penuh sehingga Menara 4 dan 5 dibuka untuk isolasi pasien tanpa gejala dan bergejala ringan, serta membantu mengurai kepadatan di Menara 6 dan 7. Begitu Menara 4 dan 5 beroperasi, hanya dalam 3-4 hari okupansinya hampir 80 persen.
Ketaatan masyarakat menjalankan protokol kesehatan jadi kunci agar situasi itu tidak terulang dalam PSBB transisi fase kedua saat ini. Meski demikian, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DKI Jakarta Baequni Boerman menilai sulit berharap warga taat protokol kesehatan. Sebab, edukasi ke masyarakat hingga akar rumput belum optimal hingga enam setengah bulan sejak pandemi bermula.
Pemerintah memang memberikan perhatian pada masyarakat kelas menengah ke bawah, tetapi baru fokus pada dukungan terhadap kehidupan ekonomi melalui bantuan sosial. Sisi edukasi Covid-19 tertinggal. ”Kalau ditanya ke masyarakat akar rumput, masih banyak warga yang tidak percaya Covid-19 ini ada,” ujar Baequni.
Baca juga: Melihat Wajah Ibu Kota dari ”Wabah” Bersepeda
Sebagai gambaran, hasil survei Badan Pusat Statistik tanggal 7-14 September terhadap perilaku masyarakat di masa pandemi Covid-19, ada 17 dari 100 responden yang menyatakan sangat tidak mungkin dan tidak mungkin tertular Covid-19. Semakin rendah tingkat pendidikan, semakin besar persentase responden yang menyatakan sangat tidak mungkin dan tidak mungkin terinfeksi.
Karena itu, Baequni kembali mendorong agar pemerintah dan pemerintah daerah menerjunkan tenaga kesehatan guna memberi penyuluhan secara rutin di lingkungan warga. Idealnya, satu tenaga kesehatan ditempatkan di setiap rukun warga (RW). Tenaga kesehatan bisa dokter, perawat, atau sarjana kesehatan masyarakat.
Evaluasi berkala lantas dilakukan terhadap pendampingan. Jika ternyata memang pendampingan tenaga kesehatan kurang efektif, alternatif solusi bisa dicari lagi. Namun, sepanjang pandemi, Baequni belum melihat ada pemerintah daerah yang menjalankan metode pendampingan itu.
Selain pemberlakuan kembali PSBB transisi, gelombang unjuk rasa menentang pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi UU juga menjadi faktor risiko lonjakan kasus positif Covid-19 di Jakarta. Demonstrasi mengakibatkan timbulnya pengumpulan massa dengan lemahnya kepatuhan menjalankan protokol kesehatan.
Itu terbukti dengan adanya terduga perusuh demo yang diamankan Kepolisian Daerah Metro Jaya ternyata reaktif tes cepat Covid-19. Sejauh ini, sepuluh orang di antaranya terkonfirmasi positif melalui tes PCR.
Baca juga: Polda Metro Tangkap 1.377 Terduga Perusuh, Sebagian Besar Pelajar
Selain pada pengunjuk rasa, kegiatan demo juga mengancam kesehatan petugas, seperti sudah terjadi di Kabupaten Bekasi. Dalam keterangannya pada Sabtu, Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Komisaris Besar Hendra Gunawan menyebutkan, delapan polisi di wilayahnya positif Covid-19.
Mereka diketahui terlibat pengamanan dan penanganan demo dalam pekan sebelumnya, yakni pada 5-8 Oktober. ”Ini masih diselidiki apakah terpaparnya dari tempat demo atau bukan. Saat ini, semuanya sudah isolasi mandiri,” ucap Hendra.
Namun, selain menyoroti pencegahan penyebaran Covid-19 dalam demonstrasi, pemerintah sebaiknya juga mencegah demonstrasi terjadi dengan cara menahan penerapan kebijakan yang berpotensi menimbulkan penolakan luas. Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpendapat, pemerintah tentu sudah paham jika kebijakan yang mengundang banyak penolakan tetap dilanjutkan, demonstrasi bakal terjadi.
”Kalau memang serius dalam penanganan pandemi, pemerintah pasti sudah memetakan akan ada situasi kerumunan yang merespons RUU Cipta Kerja. Pemerintah juga cenderung tidak membuka ruang dialog bagi publik. Kalau situasi dibiarkan seperti sekarang, ya, memang pemerintah tidak serius dalam menangani pandemi,” kata Pandu (Kompas.id, 8/10/2020).
Di Jakarta terdapat tambahan 974 kasus positif pada Sabtu ini sehingga total kasus positif sejak awal pandemi sebanyak 93.356 kasus. Sebanyak 2.032 orang yang terpapar meninggal bertambah 24 orang dibanding sehari sebelumnya. Adapun persentase kasus positif (jumlah orang dengan hasil tes positif dibanding jumlah orang yang ikut tes) sepekan terakhir 10 persen.
Baca juga: Tertular Demam Menanam