Dalam satu-dua minggu ke depan, okupansi Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Utara, diprediksi meningkat karena pelonggaran PSBB dan dampak dari demonstrasi RUU Cipta Kerja.
Oleh
AGUIDO ADRI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, terus menerima pasien Covid-19. Terbaru, 16 taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran atau STIP Marunda, Jakarta Utara, dan 52 warga dari kluster keluarga. Okupansi RSDC Wisma Atlet diprediksi akan meningkat dalam satu-dua minggu ke depan karena pelonggaran PSBB dan aksi demonstrasi menentang Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Komandan lapangan RSDC Wisma Atlet Kemayoran Letnan Kolonel Laut M Arifin mengatakan, Kamis (15/10/2020) sekitar pukul 11.50, pihaknya menerima 16 taruna terkonfirmasi positif dari STIP Marunda.
”Ke-16 taruna tersebut kami masukkan ke tower (menara) 5 agar mudah diawasi karena ini bagian dari kluster sekolah/kampus taruna. Ini baru pertama kali untuk sekolah taruna. Tidak ada gejala berat, mereka bergejala ringan dan ada yang tidak bergejala,” kata Arifin saat ditemui di RSD Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran.
Masalah besar kita ada dua, yaitu pelonggaran dan demonstrasi yang sama-sama berefek pada keluarga. (Pandu Riono)
Arifin mengatakan, berdasarkan koordinasi dengan petugas kesehatan STIP dan pihak kampus, saat ini mereka sudah melakukan tes usap sebanyak 30 taruna dan masih menunggu hasilnya. Jika dari 30 taruna tersebut hasilnya positif, mereka akan langsung dibawa ke Wisma Atlet bergabung bersama 16 taruna lainnya di menara 5.
”Selain 30 taruna itu, pihak sekolah juga masih telusur dan lacak taruna-taruna yang kontak erat dengan kasus positif. Jadi, dari informasi, seminggu lalu salah satu taruna merasa sakit dan melapor ke petugas kesehatan. Kemudian taruna itu dites dan hasilnya positif. Pihak kampus langsung lacak kontak erat dan ketemu total 16 taruna yang positif,” tutur Arifin.
Temuan kasus di kluster sekolah/kampus, menurut Arifin, cukup mengagetkan karena selama ini yang masuk perawatan dan isolasi di Wisma Atlet didominasi dari kluster perkatoran, kluster keluarga, kluster pekerja lapangan, dan umum. Sebelum kluster kampus STIP, ada kluster Institut Perguruan Tinggu Ilmu Al Qur’an (PTIQ), Jakarta Selatan. Setidaknya 200 lebih mahasiswa positif Covid-19.
”Ini perlu diwaspadai kluster sekolah/kampus, jangan sampai meluas seperti kluster perkantoran dan keluarga. Jika menyebar, akan semakin sulit dikendalikan dan okupansi di RSDC Wisma Atlet juga bisa terdampak. Sekolah yang tidak siap menjalankan protokol kesehatan ketat seharusnya tidak menjalankan dulu kegiatan sekolah, karena ini sifatnya juga mengumpulkan massa. Intinya, apa pun yang mengumpulkan massa jangan dulu,” kata Arifin.
Selain kluster sekolah/kampus STIP, lanjut Arifin, pihaknya juga menerima pasien dari kluster keluarga sebanyak 52 orang. Adapun kluster keluarga tersebut berasal dari Puskesmas Pasar Minggu sebanyak 12 pasien. Selanjutnya dari Setia Budi sebanyak 4 kepala keluarga dengan jumlah 14 pasien. Dan terakhir, Rabu (14/10/2020), dari Puskesmas Duren Sawit sebanyak 6 kepala keluarga dengan jumlah pasien 26 orang.
”Terus bertambah ini jumlah kluster keluarga, angka persisnya harus saya pastikan dulu, tapi setiap tower ada kluster keluarga. Sepekan ini cukup banyak dari kluster keluarga. Untuk kluster keluarga Duren Sawit itu ada penularan dari kantor. Lalu yang di Setia Budi ada satu keluarga tertular dari sang ibu yang sebelumnya belanja di pasar. Ibu itu lalu menularkan ke enam anggota keluarganya,” kata Arifin.
Arifin melanjutkan, berdasarkan pembaruan data hari ini, jumlah pasien di RSDC Wisma Atlet, di menara 4, tingkat okupansinya mencapai 45,28 persen dan masih tersisa 846 tempat tidur. Sementara di menara 5 tingkat okupansi mencapai 35,92 persen, masih tersisa 1.006 tempat tidur; di menara 6 tingkat okupansi mencapai 56,11 persen, masih tersisa 570 tempat tidur; dan di menara 7 tingkat okupansi mencapai 46,30 persen, masih tersedia 846 tempat tidur.
”Secara keseluruhan rata-rata keterisian tempat tidur 50 persen. Ketersedian tempat tidur untuk menerima pasien masih cukup banyak, tetapi kita harapkan ini stabil tidak meningkat satu-dua minggu ke depan. Trennya dalam dua minggu terakhir menurun karena efek dari PSBB ketat kemarin,” lanjut Arifin.
Meski tingkat keterisian sekitar 50 persen, menurut Arifin, diprediksi dalam satu-dua minggu ke depan akan ada kenaikan tingkat okupansi karena pelonggaran PSBB dan runtutan aksi demonstrasi menentang Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Pelonggaran PSBB, lanjut Arifin, bisa menimbulkan lonjakan kasus positif dan okupansi RSD Covid-19 Wisma Atlet akan kembali penuh seperti saat setelah pelonggaran PSBB ketat pertama kali dilakukan di Jakarta.
”Dulu pernah naik saat setelah pelonggaran PSBB ketat pertama. Aktivitas warga dan ekonomi berdampak pada banyaknya kasus dan okupansi di Wisma Atlet sangat tinggi. Dalam waktu 4 hari saja hampir penuh di tower 4, tower 5 juga hampir penuh karena banyak OTG yang masuk,” kata Arifin.
Pelonggaran PSBB dan awal normal baru saat itu, lanjut Arifin, sangat memengaruhi pergerakan dan membuat banyak warga terpapar karena rendahnya menjalankan kepatuhan protokol kesehatan.
”Nah, saat ini jangan sampai meningkat kasusnya, protokol kesehatan harus ketat. Dan ini ditambah ada aksi demonstrasi, potensi tertular tinggi, apalagi protokol kesehatan tidak patuh. Intinya dalam masa pelonggaran ini, kita patuh protokol kesehatan. Jangan berkumpul, masker, cuci tangan,” kata Arifin.
Sementara itu, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyayangkan kemunculan kluster sekolah atau kampus. Aturan untuk tidak melakukan kegiatan belajar seharusnya ditaati dan dipatuhi.
”Artinya, pengawasan sekarang harus lebih ditingkatkan di semua lini. Pemerintah perlu tegas dalam kasus kluster sekolah/kampus. Kegiatan belajar atau kegiataan apa pun di lingkungan sekolah/kampus tidak boleh dulu,” kata Pandu.
Selain itu, tambah Pandu, adanya pelonggaran di Jabodetabek, khususnya di Jakarta, akan membuat arus massa kembali ramai. Hal ini akan semakin berisiko pada penularan yang lebih luas terutama di perkantoran yang bisa berujung pada penyebaran di keluarga. Jika tidak ada pengetatan dan pengawasan protokol kesehatan, wilayah Jabodetabek akan semakin terjerat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, setiap kepala daerah dan pemerintah pusat kembali memetakan permasalah penyebaran di perkantoran.
”Tugas selanjutnya adalah pengawasan 50 persen di kantor, ini harus dan penting mengawasi protokol kesehatan. Juli-Agustus sebenarnya orang sudah mulai masuk kantor. Kemudian mudah sekali penyebarannya karena tidak ada kontrol dan pengawasan ketat. Tak heran, Agustus-September kemarin angka kasus di perkantoran meningkat. Ini yang perlu diantisipasi dan jangan sampai kecolongan lagi. Dampaknya di keluarga, ini sudah terjadi dan semakin tinggi,” kata Pandu.
Pandu menuturkan, setiap kebijakan pelonggaran akan selau berisiko terhadap peningkatan status atau kenaikan jumlah kasus. Selain masalah pelonggaran yang menimbulkan pergerakan massa di Jabodetabek dan perkantoran, peristiwa demonstrasi juga semakin menambah permasalahan dalam penanganan pandemi Covid-19.
Dua masalah tersebut, menurut Pandu, dikhawatirkan menimbulkan lonjakan kasus dalam satu-dua minggu ke depan. ”Masalah besar kita ada dua, yaitu pelonggaran dan demonstrasi yang sama-sama berefek pada keluarga. Runtutan demo kemarin banyak anak muda turun dan mereka sangat berisiko tertular dan kemungkinan akan berstatus tanpa gejala. Kalau pulang rumah atau kos. Ini yang kita khawatirkan, meluasnya paparan di keluarga dan perkampungan juga,” tutur Pandu.
Pandu melanjutkan, tes kesehatan massif aktif harus digencarkan lagi oleh pemerintah. Selain itu, hasil tes juga harus cepat keluar maksimal dalam satu hari agar penelusuran dan pelacakan kontak erat dengan kasus positif segera dilakukan. Penelusuran suspek atau kontak erat juga perlu lebih gencar dan sebanyak mungkin minimal 20 orang.
”Pemerintah harus bergerak cepat, harus segera. Pelacakan harus gencar. Yang suspek, yang positif, segera dibawa dan masuk ruang isolasi yang sudah disiapkan agar kluster keluarga tidak semakin meluas,” kata Pandu.