Peran Media Sosial di Balik Gerakan Pelajar Bekasi Terlibat Demonstrasi
Para pelajar juga mengaku sama sekali tak tahu apa yang akan mereka sampaikan saat tiba di tempat demonstrasi jika saja tidak dicegah polisi. Ajakan ikut unjuk rasa muncul di beranda akun media sosial mereka.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Seruan melalui media sosial menjadi alasan 50 pelajar sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di Bekasi, Jawa Barat, tergerak mengikuti unjuk rasa di Ibu Kota. Puluhan pelajar yang dicegah di Stasiun Bekasi dan sejumlah titik perbatasan di Kota Bekasi yang sempat bermalam di kantor polisi telah dikembalikan kepada orangtua masing-masing, Rabu (14/10/2020).
Ramdan (14), pelajar sekolah menengah pertama di Babelan, Kabupaten Bekasi, saat ditemui di Kantor Polres Metro Bekasi Kota, Rabu siang, mengatakan tertarik mengikuti unjuk rasa karena ada ajakan di media sosial Facebook. Setelah membaca ajakan yang diunggah di media sosial, para pelajar menghubungi beberapa temannya dan mereka saling mengajak untuk berpartisipasi dalam unjuk rasa yang berlangsung di kawasan Istana Negara, Selasa (13/10/2020).
”Mungkin akun fake, ya, yang saya ikuti, unggahannya muncul di beranda. Di situ ada ajakan supaya kami pelajar jangan tinggal diam,” kata Ramdan.
Pelajar itu juga mengaku sama sekali tak tahu apa yang akan mereka sampaikan saat tiba di tempat demonstrasi jika saja tidak dicegah polisi.
Ramdan bersama lima temannya kemudian memutuskan untuk berangkat ke Jakarta pada Selasa pagi dari Babelan. Mereka terlebih dahulu menumpang angkot untuk kemudian berpindah menggunakan kereta rel listrik dari Stasiun Bekasi. Di stasiun, para pelajar itu dicegah polisi dan dibawa ke kantor polisi.
Pelajar itu mengatakan tertarik mengikuti demonstrasi karena rasa penasaran. Mereka ingin merasakan langsung keseruan demonstrasi yang selama ini hanya diamati dari jauh, yaitu lewat televisi. Pelajar itu juga mengaku sama sekali tak tahu apa yang akan mereka sampaikan saat tiba di tempat demonstrasi jika saja tidak dicegah polisi.
”Hanya mau ikut meramaikan saja, saya belum pernah ikut demo. Tetapi, enggak menyangka jadi seperti ini (ditahan polisi),” kata Ramdan.
Pengakuan berbeda disampaikan Valerio (14), pelajar SMP dari Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Ia mengatakan bersama dua temannya dicegah polisi di kawasan perbatasan Medan Satria, Kota Bekasi, saat menumpang truk yang mengarah ke Jakarta. Mereka dituduh ke Jakarta untuk mengikuti aksi. Padahal, para pelajar itu mengaku akan ke kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, untuk berlibur sekaligus mengamen.
”Mau liburan, ngamen, tetapi enggak tahu (ada) polisi. Kami kan enggak lari, tetapi malah ditangkap. Kata polisi dikira kami mau demo,” ucapnya.
Sementara itu, Rina (40), orangtua dari salah satu di antara 50 pelajar yang ditangkap polisi, mengatakan, ia tidak menyangka akan mendapat kabar dari polisi bahwa anaknya ditangkap dan sementara ditahan di kantor polisi. Sebab, pada Selasa pagi, anaknya pamit untuk bermain bersama beberapa temannya.
”Saya khawatir seharian, saya cari ke tempat-tempat dia biasa bermain juga tidak ketemu. Anak saya tidak biasa ke mana-mana, kalau keluar untuk bermain juga karena diajak teman,” katanya.
Puluhan pelajar yang dicegah polisi karena diduga akan mengikuti unjuk rasa di Ibu Kota itu terlebih dahulu dibina dan dinasihati polisi sebelum dikembalikan kepada orangtua masing-masing. Mereka dikumpulkan di salah satu aula Polres Metro Bekasi Kota pada Rabu siang.
Di tempat itu, para pelajar dinasihati dan dibimbing untuk mengabdi kepada orangtua hingga diajak berdoa bersama. Saat dipertemukan dengan orangtua masing-masing, mereka juga diminta untuk menyampaikan ungkapan maaf.
Kepala Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Wijonarko mengatakan, pembinaan kepada para pelajar itu sudah dilakukan sejak Selasa malam. Orangtua para pelajar juga dipanggil untuk menjemput anak-anaknya.
”Kami hadirkan orangtuanya sehingga kami harapkan para pelajar tersebut dapat minta maaf kepada orangtua. Sekaligus kami juga memberikan informasi kepada orangtua agar bisa jadi bahan introspeksi dalam mendidik anak-anaknya,” kata Wijonarko.
Peristiwa pelajar ikut turun ke jalan, lanjutnya, diharapkan jadi bahan evaluasi bagi semua pihak. Pengawasan bersama pun kian penting agar anak-anak itu tidak mudah terprovokasi oleh ajakan-ajakan yang tidak diketahui kebenaran dan sumbernya.
Sebelumnya, saat unjuk rasa sejumlah kelompok massa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja terjadi di Ibu Kota pada Selasa, Polres Metro Bekasi Kota mengerahkan petugas kepolian untuk berjaga-jaga di 11 titik perbatasan dan enam obyek vital di Kota Bekasi. Polisi melakukan penyekatan untuk mencegah warga agar tidak mengikuti unjuk rasa di Ibu Kota.
Wakil Kepala Polres Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Alfian mengatakan, Polres Metro Bekasi Kota mengerahkan 419 personel kepolisian dibantu 252 personel TNI, 120 petugas satpol PP, dan 100 petugas dinas perhubungan untuk menjaga serta menyekat 11 titik perbatasan dan enam obyek vital di Kota Bekasi. Salah satu dari enam obyek vital itu adalah Stasiun Bekasi.
”Penyekatan di 11 titik dan enam obyek vital. Kami saat penyekatan mengimbau agar penyampaian aspirasi di wilayah Kota Bekasi saja, di DPRD Kota Bekasi atau Pemkot Bekasi. Supaya tidak terlalu padat di Jakarta,” kata Alfian, Selasa (13/10/2020).