Usaha Hiburan di Kota Bekasi Kembali Beroperasi hingga Pukul 23.00
Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, kembali melonggarkan pembatasan operasionalisasi aktivitas usaha di malam hari. Pembatasan sebagian besar unit usaha yang awalnya hanya sampai pukul 18.00 itu, kini tak lagi berlaku.
Oleh
AGUIDO ADRI/STEFANUS ATO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, kembali melonggarkan pembatasan operasionalisasi aktivitas usaha di malam hari. Pembatasan sebagian besar unit usaha yang awalnya hanya sampai pukul 18.00 tersebut, kini tak lagi berlaku. Tempat hiburan, seperti klub malam, bar, karaoke, dan pub, diizinkan beroperasi hingga pukul 23.00.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi Abi Hurairah mengatakan, pembatasan operasionalisasi unit usaha di Kota Bekasi yang didasarkan Maklumat Wali Kota Nomor 440/6068/Setda.TU tidak lagi berlaku. Di maklumat itu, pembatasan jam operasionalisasi hanya berlaku dari 2 Oktober-9 Oktober 2020.
”Untuk sementara, berlaku Surat Edaran (SE) Wali Kota Bekasi tanggal 29 September 2020,” kata Abi, Minggu (11/10/2020), saat dihubungi dari Jakarta.
Berdasarkan SE Wali Kota Bekasi Nomor 556/1294/Set.Covid-19, aktivitas hiburan umum, seperti klub malam, bar, karaoke, pub, dan bilyar, diperbolehkan beroperasi sampai pukul 23.00. Sementara panti pijat dan arena permainan anak dibatasi sampai pukul 21.00.
Adapun untuk operasionalisasi tempat makan dan kafe, pelanggan diizinkan makan di tempat sampai pukul 21.00. Setelah lewat dari jam tersebut, para pelaku usaha rumah makan atau kafe dibolehkan melayani pelanggan dengan sistem take away (dibawa pulang).
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menambahkan, Pemerintah Kota Bekasi belum memperpanjang pembatasan operasionalisasi usaha saat malam hari yang sebelumnya dibatasi hanya sampai pukul 18.00 karena masih menanti instruksi dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. ”Kami masih menunggu instruksi dan tindak lanjut,” kata Rahmat.
Keputusan bersama
Kebijakan penerapan jam malam di Kota Bekasi tidak terlepas dari keputusan bersama para kepala daerah di Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek); Gubernur Jawa Barat; dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan. Keputusan pembatasan jam operasionalisasi kegiatan usaha diambil dengan tujuan mendukung kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat DKI Jakarta.
Adapun selama masa pembatasan operasionalisasi usaha di Kota Bekasi, belum terlihat ada penurunan kasus Covid-19. Berdasarkan data pada 8 Oktober 2020, akumulasi kasus Covid-19 di daerah itu mencapai 4.556 kasus. Dari jumlah itu, 3.748 kasus sembuh, 676 kasus masih dirawat atau isolasi mandiri, dan 132 kasus meninggal dunia. Berdasarkan data pada 6 Oktober 2020, akumulasi kasus Covid-19 di Kota Bekasi sebanyak 4.001 kasus. Artinya selama di hari terakhir masa pembatasan operasionalisasi usaha, ada penambahan 555 kasus baru.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, terkait PSBB transisi di DKI Jakarta, pihaknya masih menunggu rapat evaluasi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
”Kami akan rapat koordinasi dulu, rencana Selasa (13/10/2020). Saat ini belum ada arahan dari Pak Gubernur. Kami akan evaluasi pasti dan tunggu instruksi Pak Gubernur untuk penyelarasan kebijakan PSBB transisi di Jakarta. Salah satu yang akan diselaraskan ialah terkait dine-in,” tutur Dedie.
Dedie melanjutkan, di luar penyelarasan kebijakan PSBB transisi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tetap fokus pada penanganan pandemi khususnya di kluster keluarga dan kluster perkantoran. Selain itu, Pemkot Bogor saat ini dalam tahap finalisasi penggunaan fasilitas non-kesehatan, seperti hotel dan apartemen, untuk ruang isolasi pasien Covid-19 bergejala ringan dan pasien tanpa gejala (OTG).
”Upaya kami menurunkan tingkat okupansi di rumah sakit rujukan di bawah 60 persen, saat ini masih di atas 70 persen lebih. Kami cukup terbantu dengan keberadaan BNN Lido yang memiliki 122 tempat tidur untuk menampung pasien OTG,” kata Dedie, melanjutkan.
Berdasarkan pembaruan data, kasus terkonfirmasi positif di Kota Bogor mencapai 1.579 kasus, selesai isolasi dan sembuh mencapai 1.062 kasus, masih sakit atau dalam perawatan 490 kasus, dan meninggal 57 kasus.
Pengamat kebijakan Publik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, mengatakan, setiap kebijakan publik yang dibuat pemerintah perlu dievaluasi agar bisa diketahui efektivitasnya. Hasil evaluasi itu pula yang seharusnya menjadi pedoman dalam mengambil keputusan selanjutnya.
”Idealnya, ketika membuat kebijakan, dibuat perencanaan, mulai dari target, sasaran, dan siapa yang mengerjakan. Misalnya, kebijakan jam malam, harus ada laporan pelaksanaannya sesuai yang direncanakan atau tidak,” kata Adi.
Ia menambahkan, keputusan untuk melanjutkan atau mengakhiri jam malam di Kota Bekasi tak harus menunggu instruksi pemerintah pusat. Pemerintah daerah bisa memutuskan untuk melanjutkan atau membatalkan kebijakan serupa berdasarkan hasil evaluasi selama penerapan jam malam. Keputusan itu bisa diambil setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Keputusan untuk melanjutkan atau mengakhiri jam malam di Kota Bekasi tak harus menunggu instruksi pemerintah pusat. Pemerintah daerah bisa memutuskan untuk melanjutkan atau membatalkan kebijakan serupa berdasarkan hasil evaluasi selama penerapan jam malam. Keputusan itu bisa diambil setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Keputusan daerah untuk sementara kembali ke kebijakan sebelumnya juga dinilai aneh, bahkan lucu. Sebab, kebijakan pembatasan harusnya diputuskan sebelum masa berlaku kebijakan itu selesai agar tidak ada jeda atau kekosongan.
”Ini memang ada kegamangan dari pemerintah sejak awal. Akhirnya ada kesulitan untuk mengambil keputusan,” kata Adi.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, menambahkan, daerah-daerah penyanggah Jakarta, termasuk Kota Bekasi, melakukan pembatasan operasionalisasi aktivitas usaha untuk mendukung PSBB ketat Jakarta. Oleh karena itu, di saat DKI kembali pada PSBB transisi, daerah-daerah sekitar Jakarta bisa meniru strategi pelonggaran di Ibu Kota.
”Strategi pelonggaran PSBB transisi (DKI Jakarta) ditiru saja. Semua kegiatan di masyarakat harus teregistrasi, mau dine in harus terdaftar, berkunjung ke mana pun harus terdaftar. Tujuannya, kalau ada kasus yang sifatnya lokal, dan bisa dilacak, agar penanganannya pun lokal,” ucap Pandu.