Rumah ibadah dapat kembali dibuka untuk umum pada masa PSBB transisi di Jakarta. Protokol kesehatan di rumah ibadah tidak boleh longgar.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Publik diperbolehkan beribadah kembali di rumah ibadah pada masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi jilid II di DKI Jakarta, yakni pada 12-25 Oktober 2020. Pengurus rumah ibadah bertekad memberlakukan protokol kesehatan dengan ketat saat menyambut warga.
Sekretaris Ketua Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa Pangeran Arsyad Ihsanulhaq mengatakan, pada masa PSBB transisi, masjid hanya akan dibuka untuk publik saat shalat Jumat. Jemaah diminta untuk membawa alas shalat sendiri, mengenakan masker, diukur suhu tubuhnya, dan mematuhi semua protokol kesehatan di masjid.
”Saat ini shalat lima waktu belum akan diselenggarakan di masjid ini. Kami hanya akan melaksanakan shalat Jumat dimulai pekan ini. Bukan berarti kami melarang shalat berjemaah. Ini langkah antisipasi untuk meminimalkan kemungkinan infeksi Covid-19. Sebab, masjid ini sering didatangi orang dari beragam daerah, tidak hanya Jakarta,” tutur Pangeran saat dihubungi, Senin (12/10/2020).
Sebelumnya, Masjid Agung Sunda Kelapa tutup selama pandemi, kemudian buka kembali saat PSBB transisi jilid I pada Juni 2020. Masjid kembali ditutup saat Pemda DKI Jakarta mengetatkan PSBB pada September 2020. Masjid akan buka kembali selama PSBB transisi bulan ini.
Pemda DKI Jakarta menetapkan PSBB transisi untuk kedua kalinya karena kasus penularan Covid-19 melambat. Penambahan kasus positif Covid-19 dan kasus aktif harian cenderung stabil sejak 13 September 2020. Tanda penurunan kasus positif harian turun tujuh hari terakhir walaupun masih tinggi (Kompas, 12/10/2020).
Menurut data Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, angka reproduksi penularan (Rt) di Jakarta pada awal September adalah 1,14. Angka itu sekarang turun menjadi 1,07. Angka 1 artinya seseorang berpotensi menulari satu orang lainnya.
Langkah pencegahan
Pangeran mengatakan, khatib diminta untuk memberi khotbah singkat saat shalat Jumat, yakni 10-15 menit. Ini dilakukan agar jemaah tidak berada di dalam ruangan terlalu lama dan berisiko tertular virus korona baru. Adapun saf dibuat berjarak untuk meminimalkan kontak fisik antarjemaah.
”Jemaah masing-masing diberi jarak 2 meter. Dengan pengaturan itu, kapasitas jemaah di ruang ibadah utama hanya mencapai 16 persen,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, semua tempat yang kembali dibuka pada masa ini wajib melakukan pendataan digital atau manual. Karyawan dan pengunjung wajib mengisi buku tamu dan menulis nama lengkap, nomor telepon, nomor induk kependudukan, serta jam hadir dan jam pulang.
Jemaah masing-masing diberi jarak 2 meter. Dengan pengaturan itu, kapasitas jemaah di ruang ibadah utama hanya mencapai 16 persen.
”Semua warga ikut bertanggung jawab mencegah penularan Covid-19. Jika satu tempat tidak disiplin, satu kota yang harus merasakan akibatnya. Kita harus benar-benar disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M (mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak). Pemerintah juga akan terus meningkatkan 3T (testing, tracing,treatment),” tutur Anies dalam siaran pers, Minggu (11/10/2020).
Belum semua dibuka
Sementara itu, Wakil Kepala Bidang Peribadatan Masjid Istiqlal Abu Hurairah Abdul Salam menyebutkan, masjid belum akan dibuka untuk publik dalam waktu dekat. Shalat di masjid hanya berlaku untuk pihak internal sampai saat ini. Adapun semua kegiatan di masjid, seperti pengajian, kajian, dan majelis taklim, dialihkan ke ruang virtual.
Ia menambahkan, Masjid Istiqlal sebenarnya mampu menerapkan protokol kesehatan—khususnya menjaga jarak—karena kapasitasnya mencapai 200.000 orang. Namun, ia mengakui bahwa risiko paparan Covid-19 tetap ada walau protokol kesehatan sudah dijalankan.
”Belum ada arahan untuk membuka masjid. Imam Besar tidak bisa memutuskan ini sendirian karena harus berkoordinasi dengan pengurus-pengurus lain,” kata Abu.
Ketua Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom menyambut baik PSBB transisi agar ekonomi kembali bergeliat. Untuk itu, segala aktivitas yang tidak berhubungan dengan ekonomi tetap harus dibatasi dengan ketat, termasuk beribadah di rumah ibadah.
Gomar mengimbau agar gereja-gereja tetap melaksanakan ibadah virtual. Ibadah di gereja, menurut dia, rawan terhadap risiko Covid-19 karena ibadah dilaksanakan di ruangan tertutup dengan penyejuk ruangan (AC). Belum lagi, jemaat biasanya bernyanyi selama ibadah. Bernyanyi merupakan salah satu sumber penyebaran percikan (droplet).
”Ibadah di rumah secara virtual tidak akan mengurangi makna hakiki beribadah. Mengikuti protokol kesehatan tentu akan mengurangi risiko penyebaran, tapi tidak bisa dijamin sepenuhnya,” kata Gomar.