Pemkot Bogor terus berupaya menurunkan tingkat okupansi rumah sakit rujukan dengan menyediakan satu hotel berkapasitas 300 kamar.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menyiapkan satu hotel berkapasitas 300 kamar khusus untuk isolasi mandiri pasien Covid-19 tanpa gejala atau OTG. Pemkot Bogor masih menunggu penilaian kelayakan hotel oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Wakil Wali Kota Bogor, yang juga Wakil Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor, Dedie A Rachim, mengatakan, kasus konfirmasi positif Covid-19 masih bertambah. Hal itu menyebabkan tingkat okupansi di rumah sakit rujukan kini lebih dari 70 persen, melampaui standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 60 persen.
”Kasus positif terus bertambah, pasien di rumah sakit juga masih bertambah. Oleh karena itu, kita percepat penambahan ruang isolasi atau tempat tidur di fasilitas nonkesehatan. Saat ini, kita siapkan satu hotel dengan 300 kamar untuk pasien OTG,” kata Dedie di Jakarta, Senin (12/10/2020).
Berdasarkan pembaruan data, jumlah konfirmasi positif mencapai 1.613 kasus, selesai isolasi atau sembuh 1.112 kasus, masih sakit 444, dan meninggal 57 kasus.
Dedie mengatakan, Pemkot Bogor sudah berkoordinasi dan mengusulkan satu hotel tersebut ke Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) untuk dilakukan penilaian kelayakan fasilitas hingga kesiapan tenaga medis dan peralatan medis. Berdasarkan arahan BNPB, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 harus terlebih dahulu menilai kelayakan hotel tersebut dan membuat berita acara, kemudian menyampaikan ke BNPB.
”Kami terus berupaya menambah tempat tidur terutama untuk fasilitas nonkesehatan agar okupansi di rumah sakit rujukan di bawah 60 persen. Kita sudah punya BNN Lido dengan 122 tempat tidur, yang terisi ada 39 tempat tidur. Semoga satu hotel ini segera cepat terealisasi. Selain itu, baru saja kami juga menambah dua ventilator di RSUD Kota Bogor,” tutur Dedie.
Sekretaris Daerah Kota Bogor Syarifah Sofiah melanjutkan, sebelum hotel itu digunakan, Pemkot Bogor harus sudah menghitung pembiayaannya ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat agar pihak hotel tidak dirugikan.
”Yang terpenting tadi disampaikan tidak merugikan hotel, karena akan dilihat dari harga minimum charge, terus nanti dibayar. Jadi, ada beberapa skema dengan BPKP,” tutur Syarifah.
Kemudian untuk pengawasan dan pengendalian akan dibantu oleh unsur TNI dan Kementerian Kesehatan. TNI akan mengawasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), dan lainnya. Sementara, Kemenkes akan melakukan pelatihan kepada karyawan-karyawan hotel meski sebagian besar akan diisi tenaga medis dalam penanganannya.
”Untuk tenaga medis dan lain-lain, nanti diajukan dan dikoordinasikan dengan BNPB, kemudian yang jelas dari BNPB pun dananya nanti ditempatkan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sehingga BPBD harus menunjuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Syarifah.
Perhatian
Dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo menyebut Kota Depok sebagai satu dari 13 kota lainnya di Indonesia yang harus menjadi perhatian dalam penanganan pandemi Covid-19.
Berdasarkan data yang diperoleh Presiden, peningkatan penanganan pandemi Covid-19 ditunjukkan oleh Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi contoh bagi provinsi lain untuk mengendalikan pandemi di wilayah masing-masing dengan terus memantau pengendalian secara ketat dan meningkatkan jumlah pemeriksaan, penelusuran, dan perawatan pasien Covid-19.
Dalam arahannya, Ppresiden meminta agar peta jalan pemberian vaksin Covid-19 sudah dapat dipaparkan dalam minggu ini.
”Selain itu, dalam dua minggu ke depan, prioritas penanganan pandemi ditujukan pada 12 kabupaten/kota yang memiliki kasus aktif yang cukup tinggi dan menyumbang 30 persen dari total kasus aktif nasional,” kata Presiden Jokowi.
Adapun 12 kabupaten/kota yang menjadi prioritas tersebar di Kota Ambon, Jakarta Utara, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Jayapura, Kota Padang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Pekanbaru, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur.
Berdasarkan data terakhir pada Minggu (11/10), kasus konfirmasi aktif mencapai 1.564 kasus (28,10 persen) sehingga total kasus konfirmasi positif mencapai 5.565. Adapun pasien sembuh mencapai 3.843 kasus (69,06 persen) dan meninggal mencapai 158 kasus (2,84 persen).
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok Sri Utomo mengatakan, berdasarkan data kasus Covid-19 tersebut, penanganan pandemi di Kota Depok memang perlu menjadi perhatian tidak hanya di wilayah Jawa Barat, tetapi juga secara nasional. Diketahui Kota Depok wilayah tertinggi di Bodetabek, bahkan di Jawa Barat.
Sri melanjutkan, berkantornya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi salah satu contoh bahwa Kota Depok yang berbatasan langsung dengan pusat episentrum Covid-19, Jakarta, perlu perhatian dan penanganan yang lebih kuat. Namun, langkah Gubernur Kamil perlu diperkuat lagi dengan perhatian langsung dan langkah implementasi kebijakan dari pemerintah pusat.
Sejak berkantor di Kota Depok, Kamil memberikan penanganan kebijakan dengan terus menambah jumlah tes usap secara massif hingga sekitar 22.000 tes dan mengerakan tim untuk melacak kontak erat minimal 24 orang per kasus atau dalam dua hari 90 persen kontak erat harus di tes usap. Selain itu, penambahan di ruang isolasi dan tempat tidur di rumah sakit rujukan juga sudah dilakukan. Namun, penambahan tersebut belum mengurangi tingkat okupansi yang tinggi di sejumlah rumah sakit rujukan.
”Kota Depok memang perlu perhatian khusus sejak awal karena kasus jumlah kasus yang terus bertambah. Kemarin sudah dibantu Pak Gubernur Kamil, perlu lebih diperkuat lagi. Konsentrasi, baik pikiran, tempat, apa pun dibantu di Kota Depok, terutama dari pemerintah pusat. Banyakyang kita butuh, seperti alat kesehatan kita butuh, isolasi mandiri untuk OTG, penanganan kasus, jaring pengaman sosial, dan lainnya. Maka mari kita kerja sama,” kata Sri.
Sri berharap perhatian dari Presiden Jokowi segera terealisasi segera penanganannya karena salah satu yang harus menjadi perhatian saat ini, yaitu arus pergerakan penduduk ke DKI Jakarta, diprediksi akan semakin tinggi karena kebijakan PSBB transisi.