DKI Antisipasi Lonjakan Kasus dan Perkuat Penelusuran
PSBB transisi bukan berarti pelonggaran protokol kesehatan. Semua pihak harus tetap memakai masker, menjaga jarak, tempat usaha maksimal terisi 50 persen, dan mematuhi aturan pencegahan penularan Covid-19 lainnya.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menerapkan kebijakan PSBB transisi. Dinas-dinas terkait berupaya mengantisipasi lonjakan kasus, mulai dari menambah kapasitas tempat perawatan hingga pencatatan pengunjung untuk memperkuat penelusuran kasus, selain juga mengintensifkan pengawasan dan penindakan.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti yang ditemui di DPRD DKI Jakarta, Senin (12/10/2020), menjelaskan, untuk antisipasi lonjakan kasus Covid-19, Dinkes DKI memastikan ada 28 rumah sakit swasta yang bergabung sebagai RS rujukan Covid-19 sehingga sekarang ada sekitar 90 rumah sakit rujukan. Kemudian, hotel di DKI Jakarta yang dijadikan tempat isolasi mandiri bagi mereka yang positif, tetapi tanpa gejala kini ada lima hotel dari sebelumnya tiga hotel.
DKI juga menyiapkan tiga wisma milik pemprov. Sementara pemerintah pusat membuka satu menara di Flat Isolasi Mandiri di Kemayoran. ”Untuk yang disiapkan DKI, ruang isolasi kita terpakai 62 persen, sedangkan ICU 70 persen. Adapun flat isolasi yang disiapkan pemerintah pusat terisi 50 persen. Kami berharap keperluan untuk isolasi mandiri terpenuhi,” kata Widyastuti.
Selain menyiapkan ruang perawatan dan isolasi, Dinkes DKI juga menyiapkan lagi tambahan tenaga kesehatan. Dari tenaga kesehatan baru yang direkrut di awal September sebanyak 1.100-an orang, pada bulan ini Dinkes DKI kembali merekrut tenaga kesehatan baru. Ditargetkan akan ada 1.000 tenaga kesehatan baru.
”Tentu bukan hanya semata-mata menyiapkan faskes, tetapi ini adalah bagaimana kerja tim kolaborasi dengan masyarakat. Tetap kita meminta warga untuk berperilaku hidup sehat, mematuhi protokol juga,” kata Widyastuti.
Jadi, lanjut Widyastuti, sebanyak berapa pun tempat yang disiapkan, tanpa dibarengi upaya preventif dalam hal perilaku, tentu menjadi suatu kesia-siaan. ”Tentunya ini kolaborasi bersama segenap masyarakat bukan hanya RT/RW,” ucapnya.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin menjelaskan, memasuki PSBB transisi, ada data penurunan pelanggaran masker. Apabila saat PSBB transisi (sebelum PSBB ketat) dalam satu minggu bisa didapati lebih dari 20.000 pelanggaran, saat PSBB ketat pelanggaran dalam sepekan turun ke 9.300-an pelanggaran.
”Artinya ada penurunan pelanggaran mendekati 60 persen. Dari situ kita bisa melihat bahwa masyarakat memang sudah disiplin,” kata Arifin.
Untuk itu, karena di PSBB transisi juga ada sejumlah aspek kegiatan yang dilonggarkan, Satpol PP tetap fokus pada operasi dan penindakan; bahwa yang ditindak ini bukan hanya mereka yang tidak membawa masker, melainkan juga mereka yang memakai masker secara tidak benar.
”Artinya, sama seperti yang kita lakukan saat PSBB transisi sebelum PSBB ketat. Maka, di PSBB saat ini juga demikian. Masker wajib digunakan secara benar. Jadi, kalaupun dia menggunakan masker dan menggunakannya tak benar saat kita sedang operasi atau patroli, tentunya tetap dikenai tindakan,” tuturnya menegaskan.
Sahat Parulian, Wakil Kepala Satpol PP DKI Jakarta yang ditemui di DPRD DKI Jakarta, menambahkan, selain tetap fokus pada operasi dan penindakan, Satpol PP bersama dinas terkait akan melakukan sosialisasi yang meminta setiap tempat usaha, kafe, restoran, atau tempat-tempat usaha yang memungkinkan timbulnya kerumunan untuk membuat buku daftar pengunjung.
Dijelaskan Parulian, buku itu akan menjadi catatan yang bisa dipergunakan untuk penelusuran kasus Covid-19.
Arifin menambahkan, pengisian buku catatan pengunjung itu seiring dengan pembatasan kapasitas dalam satu tempat makan kafe atau restoran sesuai ketentuan Pergub DKI Nomor 101 Tahun 2020.
”Di sana memang diminta kepada semua pengelola rumah makan lain sebagainya itu diminta untuk ada buku catatan pengunjung. Jadi, orang yang melakukan aktivitas di sana harus mengisi buku pengunjung. Para pengunjung itu isi nama, nomor HP,” kata Arifin.
Petugas dari dinas UMKM, dinas pariwisata, juga Satpol PP segera menyosialisasikan ini. ”Hanya dinas yang menangani ini harus menyiapkan supaya formatnya sama. Tujuannya adalah supaya semua orang tercatat, pergerakannya terkendali kalau dia melakukan aktivitas di tempat makan. Maka, ketika ada kasus positif di satu tempat makan, catatan itu akan mempermudah pelacakan,” papar Arifin.
Selain itu, Arifin mengatakan, ada aplikasi JAKI. Melalui aplikasi, sejumlah informasi disampaikan. Di antaranya tentang informasi kesehatan dan seluk beluk Covid-19 sehingga masyarakat dapat informasi faktual.
”Jadi, masyarakat juga punya antisipasi berkenaan dengan pola protokol kesehatan yang harus dipedomani. Jadi, itu juga tidak kita tinggalkan. Ya, mudah-mudahan cara-cara semacam itu, apakah edukasi langsung maupun yang lewat sosial media, berguna,” ujarnya.
Raperda Covid-19
Terpisah, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan, meski Jakarta sekarang kembali menerapkan PSBB transisi, pemprov tidak boleh melupakan pengawasan ketat kepada masyarakat. Langkah itu harus dilakukan sembari DPRD menuntaskan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang penanggulangan Covid-19.
”Kita minta kepada pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) untuk bisa mem-back-up apa yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah mengenai PSBB transisi,” kata Prasetio.
Untuk itu, ia meminta Bapemperda segera menuntaskan harmonisasi naskah peraturan daerah tentang PSBB bersama eksekutif. Tujuannya supaya DKI Jakarta segera memiliki aturan hukum yang kuat terkait penanganan Covid-19.
Pantas Nainggolan, Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta, menyatakan, harmonisasi diharapkan bisa tuntas supaya segera bisa melakukan konsultasi perda kepada Kemendagri sebelum disahkan sebagai perda tentang penanggulangan Covid-19.