Polda Banten Kawal Unjuk Rasa, Cegah Ricuh di Serang Terulang
Polisi mengingatkan, penyelenggara aksi unjuk rasa juga mempunyai kewajiban, salah satunya menaati batas waktu aksi yang hanya sampai pukul 18.00.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aksi unjuk rasa anti-Undang-Undang Cipta Kerja oleh kelompok mahasiswa di Kota Serang, Banten, diwarnai kericuhan pada Selasa (6/10/2020) malam. Kepolisian Daerah Banten menyatakan bakal terus mengawal demonstrasi di wilayah hukumnya agar bentrokan serupa tidak terulang.
”Polri tentu akan mengawal setiap kegiatan unras (unjuk rasa) masyarakat agar setiap kegiatan tersebut berlangsung aman dan kondusif,” kata Kepala Bidang Humas Polda Banten Komisaris Besar Edy Sumardi dalam keterangan tertulis pada Rabu (7/10/2020) pagi.
Polda dan kepolisian resor jajaran melakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok massa yang berencana demo agar menghindari terjadinya kericuhan. Edy mengatakan, kekuatan personel pengamanan belum berubah setelah kerusuhan pada hari Selasa. Jumlah personel gabungan di tingkat Provinsi Banten sekitar 3.000 orang, sedangkan di Serang ada 600-700 personel.
Berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum. Namun, Edy mengingatkan, penyelenggara unjuk rasa juga mempunyai kewajiban, salah satunya menaati batas waktu aksi yang hanya sampai pukul 18.00.
Pada hari Selasa, personel Polda Banten membubarkan secara paksa demo mahasiswa di depan kampus Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten, di Serang, karena aksi ini melewati batas waktu yang ditentukan.
”Hari ini (Selasa), kami melakukan pengamanan terkait aksi demo mahasiswa. Namun, karena sudah melebihi jam untuk demo, saya perintahkan personel untuk membubarkan mahasiswa yang demo tersebut,” ujar Kepala Polda Banten Inspektur Jenderal Fiandar.
Fiandar menambahkan, terdapat peserta aksi yang melemparkan petasan dan batu ke arah petugas sehingga polisi menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air dari water canon guna memukul mundur mereka. Polda Banten pun menggandeng Wakil Rektor UIN SMH Prof Ilzamudin Ma’mur untuk membujuk mahasiswa bubar.
Sebanyak tiga personel Polri terluka karena terkena pelemparan batu, yaitu Kepala Biro Operasi Polda Banten, anggota Kepolisian Sektor Kasemen Kepolisian Resor Serang Kota, serta anggota Brigade Mobil (Brimob) Polda Banten. Demo lantas berakhir setelah berlangsung sekitar 8 jam.
Edy menyebutkan, Polri sudah memiliki prosedur operasional standar guna menanggulangi unjuk rasa berdasarkan Peraturan Kepala Polri (Perkap) No 16/2006 tentang Pengendalian Massa dan Perkap No 01/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Ketentuan-ketentuan itu telah mengatur urutan tindakan, mulai dari pengamanan oleh petugas pengendalian massa (dalmas) awal saat situasi hijau (aman), pengamanan oleh pasukan dalmas saat kuning (tidak tertib), kemudian pengamanan oleh pasukan penanggulangan huru-hara (PHH) Brimob jika masuk situasi merah (ricuh).
Edy mengimbau pengunjuk rasa agar tidak terprovokasi oleh orang-orang yang hanya ingin memanfaatkan kerusuhan. ”Di masa pandemi Covid-19 ini, kita semua agar tetap menjaga protokol kesehatan,” ucapnya.
Sementara itu, di Jakarta, situasi relatif terkendali tanpa ada aksi ricuh setelah pengesahan Rancangan UU Cipta Kerja menjadi UU. Namun, setidaknya 18 remaja—diduga sebagian merupakan pelajar—dikumpulkan dan diperiksa polisi di sekitar Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa sore. Mereka diduga hendak bergabung dalam kericuhan jika ada demonstrasi di sana.
”Mereka lihat beredar SMS-SMS (pesan singkat), WA (Whatsapp), bahwa demo ini chaos (ricuh). Mereka mau ke sana, mau ikut-ikutan,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.
Namun, dari hasil pemeriksaan, mereka sama sekali tidak terkait dengan kelompok buruh yang menentang pengesahan UU Cipta Kerja.