Perda Covid-19 DKI Harus Atur dan Jamin Hak-Kewajiban Semua Pihak
Memasuki hari kedua pembahasan raperda penanggulangan Covid-19, Bapemperda meminta pemprov menyiapkan kajian lebih detail. Pembahasan berikutnya, Rabu, ditargetkan lebih terfokus tentang aturan yang harus ada di perda.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki hari kedua rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah atau Bapemperda DPRD DKI Jakarta, rancangan peraturan daerah tentang penanggulangan pandemi di Ibu Kota dirasa masih terlalu luas dan memunculkan perdebatan, serta belum mencapai kesepakatan. Sejumlah hal yang muncul di antaranya sanksi dan belum seimbangnya hak dan kewajiban publik ataupun pemerintah.
Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan seusai rapat Bapemperda dengan agenda penelitian pasal-pasal raperda tentang Penanggulangan Covid-19 bersama pihak eksekutif di DPRD DKI Jakarta, Selasa (6/10/2020), menjelaskan, raperda yang dibahas terlalu luas.
”Kalau luas, waktu yang dibutuhkan lebih panjang. Kalau waktunya singkat, seharusnya bisa disampaikan dalam bentuk yang lebih sederhana dari perda tersebut,” katanya.
Selain itu, Bapemperda juga menemukan hal-hal baru yang menjadi bahan perdebatan. Soal sanksi, misalnya, sejumlah anggota Bapemperda mengemukakan bentuk-bentuk sanksi yang bisa dkenakan kepada pelanggar protokol Covid-19.
Namun, Gembong Warsono, anggota Bapemperda DPRD DKI Jakarta, mengingatkan, meski perda dibentuk supaya ada aturan hukum yang mengikat dan kuat, sebaiknya sanksi jangan dikedepankan. Yang seharusnya menjadi fokus dengan adanya perda ini adalah munculnya kesadaran dari masyarakat.
”Perda ini jangan semata-mata ingin menghukum masyarakat. Rohnya kita balik, bagaimana perda ini bisa menyadarkan masyarakat. Ini tuannya rakyat, tetapi kita harus mengatur mereka. Jadi, semangatnya jangan menghukum mereka, tetapi bagaimana membangun kesadaran kolektif masyarakat supaya pelanggaran bsia diperkecil,” kata Gembong.
Untuk itu, kata Gembong, sanksi jangan dikedepankan. ”Apabila rakyat salah, lalu dihukum. Jangan begitu. Namun bagaimana membuat masyarakat sadar, dengan patuh protokol kesehatan. Pencegahan kita utamakan. Namun, sanksi juga tetap kita masukkan. Sebab, kalau tidak ada sanksi, juga tidak ada efek jera,” katanya.
Untuk bisa membangun kesadaran kolektif masyarakat, ia berharap Pemprov DKI yang memiliki perangkat aparatur hingga ke titik masyarakat terkecil. ”Kalau memang perlu tambahan tunjangan, kita atur,” kata Gembong.
Nainggolan melanjutkan, selain hal-hal itu, Bapemperda menilai, raperda itu terkesan menuntut terlalu banyak dari masyarakat, sementara yang diberikan kurang memadai. ”Istilahnya masyarakat harus begini, harus begini, harus begini, tetapi dukungan terhadap itu kurang nyambung,” katanya.
Bapemperda, kata Nainggolan, menginginkan ada hak dan kewajiban yang seimbang yang perlu diterima masyarakat di masa pandemi Covid-19. Hal itu didorong diatur dalam satu pasal khusus dalam raperda penanggulangan Covid-19 yang sedang dibahas.
Disebutkan Nainggolan, dalam rancangan perda yang dibahas, dalam Pasal 5 poin d Bab II tentang Tanggung Jawab dan Wewenang, Pemprov DKI Jakarta hanya mengatur mengenai pemberian perlindungan dan kepastian hukum bagi petugas dan aparat dalam menjalankan tugasnya. Sementara, perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19 belum ada.
”Jadi ada saling memberi dan menerima sehingga ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Itulah yang kami (DPRD) ingin hadirkan dari perda ini. Kami berharap DPRD sebagai bagian dari pemerintahan juga bisa memperjuangkan aspirasi-aspirasi masyarakat yang sudah kami rekam selama ini dan kami berusaha supaya pemerintah bertanggung jawab,” ujar Nainggolan.
Bapemperda, katanya, meminta Pemprov DKI Jakarta segera mengkaji hak dan kewajiban yang akan diberikan kepada masyarakat untuk kemudian dibahas bersama. Ia menyebut contoh, misalnya, hak masyarakat dalam bentuk jaminan ketersediaan fasilitas lokasi isolasi mandiri bagi pasien orang tanpa gejala (OTG) Covid-19.
Selain hak, anggota Bapemperda DPRD DKI Jakarta, Ferrial Sofyan, menambahkan, peningkatan tanggung jawab pemerintah sebagai dasar pemberian hak kepada masyarakat juga perlu dituangkan dalam Rancangan Perda Covid-19. Dengan ketentuan tersebut, diharapkan Pemprov DKI dapat menghitung dengan rinci kebutuhan alokasi anggaran sebagai upaya pemenuhan hak warga.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, pihaknya melakukan kegiatan isolasi mandiri dengan merujuk kepada aturan-aturan pemerintah pusat melalui peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes).
Sementara Yayan Yuhanah, Kepala Biro Hukum Setdaprov DKI Jakarta, memastikan pihaknya akan memasukkan pasal-pasal tersebut agar penerapan perda penanggulangan Covid-19 dapat lebih optimal di tengah masyarakat.
Nainggolan melanjutkan, dengan raperda yang masih luas, untuk penelitian pasal-pasal pada hari ketiga,Rabu ini, ia akan mencoba langkah lain, misalnya dengan mengambil kesepakatan bersama dengan eksekutif. Kesepakatan yang dimaksud seperti aturan apa yang harus dimasukkan, dikeluarkan dari raperda, ataupun ditambahkan.
”Jadi lebih kami sederhanakan saja. Karena perda ini akan diikuti dengan aturan pelaksana melalui pergub (peraturan gubernur). Jadi perda ini betul-betul hanya sebuah kumpulan norma-norma hukum yang bisa jadi landasan eksekusi melalui pergub. Jadi hal-hal teknis biarlah itu menjadi domainnya dari eksekutif, tetapi landasan normanya akan kami siapkan,” kata Nainggolan.
Terpisah di luar rapat penelitian, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menekankan bahwa untuk perlindungan kepada petugas di garda terdepan juga harus diperhatikan.
Ia menyebut para petugas dari dinas kesehatan, dinas perhubungan, satpol PP, serta dinas penanggulangan kebakaran dan penyelamatan harus diperhatikan dengan tidak memotong tunjangannya.
”Yang terjun ke lapangan langsung. Jadi harus diperhatikan karena risikonya itu tinggi sekali. Kalau dia masih bisa disembuhkan, jelas tidak ada masalah. Tapi kalau tidak bisa disembuhkan, itu berisiko dia hilang, meninggal. Nah, ini kami enggak mau,” kata Prasetio.