Sesama tak berpunya, memangsa yang dinilai lebih beruntung dibanding yang lain. Dua pemulung pun tega menghabisi sesama rekannya demi uang tunai tak sampai Rp 1 juta. Aksi itu diyakini telah terjadi berkali-kali.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Kejahatan dengan tujuan merampas harta benda orang lain tak harus menyasar kelompok berduit. Selagi ada kesempatan dan target mudah dijangkau, kejahatan dapat terjadi di mana saja. Hidup senasib sebagai sesama kaum marjinal pun harus berakhir dengan pembunuhan demi harta benda yang nilainya tak seberapa.
P (49) dan K (34) tertunduk lesu sembari menahan rasa sakit saat dihadirkan di lobi Polres Metro Bekasi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Balutan perban putih di salah satu bagian kaki keduanya merupakan hadiah timah panas dari polisi akibat melawan petugas saat ditangkap di Grogol, Jakarta Barat.
P dan K terlibat penganiayaan terhadap pemulung berinisial UR (78) dan M (63) yang saat itu sedang tertidur di emperan rumah toko wilayah Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, 29 September dini hari. Akibat dari penganiayaan itu, UR tewas dan M masih dirawat di rumah sakit. Penganiayaan itu bertujuan menguasai harta kedua korban terutama uang tunai yang jumlahnya tak sampai Rp 1 juta.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, K dan P bekerja sebagai pemulung dan selama ini saling mengenal dengan korban. K pada suatu kesempatan pernah menawarkan kepada salah satu dari kedua korban itu untuk membeli gerobaknya.
Pelaku dan korban saling kenal, mereka sesama pemulung. Pelaku mengincar uang tunai milik korban. Setidaknya sudah lima kali pelaku melakukan hal yang sama.
”K ini mau menjual gerobaknya seharga Rp 100.000, tetapi ditawar korban Rp 50.000. Di situ, ada satu kalimat dari korban yang tidak diterima oleh tersangka. Ia kemudian mengajak temannya P dan merencanakan penganiayaan,” kata Yusri.
Setelah rencana dimatangkan, K dan P, pada 29 September 2020 sekira pukul 03.00 menghampiri kedua korban sembari membawa balok. Benda tumpul itu digunakan kedua pelaku untuk memukul bagian kepala kedua korban hingga salah satunya tewas dan korban lain menderita luka berat dan masih dirawat di rumah sakit.
Seusai menganiaya, kedua pelaku mengambil uang tunai milik UR, Rp 750.000 dan milik M, Rp 100.00. Para pelaku lalu kabur dan bersembunyi di daerah Grogol, Jakarta Barat, kurang lebih selama empat hari sebelum ditangkap polisi pada 5 Oktober 2020.
Menyasar pemulung
Tersangka berdasarkan pengakuan kepada polisi, sudah berulang kali merampas harta benda sesama pemulung selama kurun waktu 9 bulan terakhir. Sejauh ini, sudah lima pemulung yang menjadi korban kejahatan para tersangka itu. Kejahatan yang mereka lakukan pun tergolong sadis karena sebelum merampas harta korban, mereka terlebih dahulu menganiaya korban.
”Sasaran utama mereka adalah pemulung. Hampir semua korban rata-rata dipukul pakai balok di area kepala,” ucap Yusri.
Kasus yang juga mengakibatkan korban meninggal terjadi pada 15 Agustus 2020 malam di Tegal Gede, Cikarang Utara. Saat itu, K diam-diam dari kejauhan memperhatikan seorang pemulung atau tukang balon yang sedang menghitung uangnya.
K kemudian mendekati korban, mengambil balok kayu, memukul kepala korban, mengambil uang itu dan melarikan diri. Sementara korban yang tak berdaya ditolong oleh sejumlah warga terdekat dan dilarikan ke rumah sakit untuk dirawat. Namun, korban meninggal pada keesokan harinya.
Akibat dari perbuatan kedua tersangka itu, mereka disangka melanggar Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan dan Pasal 365 KHUP tentang Pencurian, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun.
”Kami masih dalami kemungkinan untuk dijerat dengan Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana). Masih kami lihat kemungkinan ada perencanaan dalam membunuh,” ujar Yusri.
Libatkan psikiater
Polisi sejauh ini masih menyelidiki alasan para pelaku yang lebih memilih merampas harta benda para korban sesama pemulung. Sejumlah korban yang harta bendanya dirampas, rata-rata dilakukan pelaku saat malam hari atau di saat korban tertidur.
”Menurut keterangan awal karena lebih mudah dan mereka sudah saling tahu,” tutur Yusri.
Polisi berencana mengandeng psikiater untuk memeriksa kejiwaan para tersangka. Ini karena para tersangka terlihat tenang mengeksekusi korbannya. Mereka juga tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan saat diambil keterangannya oleh polisi.
Berdasarkan analisa psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, kejahatan dengan sasaran menguasai harta milik orang lain tak harus menyasar korban dengan kedudukan tinggi atau orang yang berharta. Para pelaku menyasar sesama rekan pemulung karena dinilai target kejahatan sudah tersedia dan mudah dijangkau.
”Insentifnya lumayan. Sumber daya yang diperlukan untuk melakukan kejahatan tidak perlu canggih. Risiko dari kejahatan itu lebih mudah untuk dikendalikan,” kata Reza.
Adapun terkait kejiwaan pelaku, kemungkinan psikopat atau pengaruh narkotika bisa dikesampingkan. Ketenangan dalam menganiaya dan membunuh tidak terlepas dari jam terbang atau kejahatan yang sudah sering dilakukan pelaku.
”Indikasinya itu karena pengalaman pelaku. Kita kesampingkan kalau pelaku itu psikopat atau (dalam) pengaruh narkoba,” kata Reza.