Selama 23 Hari, Anak dengan Autisme Diculik dan Diperkosa
Dari Sunter, Jakarta Utara, pelaku melarikan korban ke Boyolali, Jawa Tengah, serta ke Jombang, Jawa Timur. Media sosial berkontribusi membantu polisi mengidentifikasi tersangka dan meringkusnya.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Personel Kepolisian Daerah Metro Jaya membekuk seorang pedagang bakso berinisial PBA (39) di Jombang, Jawa Timur, yang menculik anak dengan autisme berusia 15 tahun. Dari pemeriksaan, pelaku diketahui juga memerkosa korban hingga 14 kali.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Senin (5/10/2020), di Jakarta, mengatakan, sebelum menculik, PBA biasa berjualan di sekitar Danau Sunter, Jakarta Utara. Korban—tidak disebutkan identitasnya—juga kerap berada di sana sehingga mereka diduga saling tahu sejak sekitar satu bulan sebelum penculikan.
”Korban memang sering berada di sekitar tempat tersangka bersama teman-temannya bekerja, sering meminta-minta di sana. Itulah mengapa mungkin dia kenal korban,” kata Yusri.
PBA yang seorang duda mengaku tertarik pada korban. Kejahatan terhadap korban berjalan selama 23 hari, dimulai dengan penculikan pada 8 September malam di kawasan Danau Sunter dan berakhir dalam penangkapan di Jombang, Rabu (30/9/2020).
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Jean Calvijn Simanjuntak menambahkan, berdasarkan fakta dari berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka dan korban, PBA sudah memerkosa korban sebanyak 14 kali dalam kurun 23 hari tersebut, termasuk tiga kali di sebuah kos-kosan daerah Sunter. Adanya persetubuhan juga dibuktikan dengan visum et repertum terhadap korban. Persetubuhan terhadap anak di bawah umur masuk kategori pemerkosaan.
Kronologi kejadiannya, pada 8 September 2020 pukul 22.00, PBA mendatangi korban yang sedang duduk-duduk di pinggir Danau Sunter. Ia mengiming-imingi korban dengan uang Rp 50.000 agar mau ikut ke kosnya. Di sana, tersangka memaksa korban membuka pakaian dan memerkosanya. PBA lantas mengurung korban di kos Sunter sembilan hari lamanya. Setiap kali PBA berjualan bakso, pintu kos dikunci dari luar.
Setelah itu, pelaku mengajak korban pergi ke Jombang dengan alasan hasil penjualan di Jakarta sedang sepi. Mereka berboncengan sepeda motor. Di tengah perjalanan, keduanya transit di Boyolali, Jawa Tengah, menyewa kamar kos dekat terminal selama dua hari.
Di Boyolali, PBA menggelapkan gerobak milik juragan tahu. PBA tidak sadar bahwa pemilik gerobak punya kamera pemantau (CCTV) di depan rumah. Saat tahu jadi sasaran penggelapan, juragan gerobak memviralkan rekaman dan foto PBA yang tengah berboncengan sepeda motor dengan korban. Kasus ini viral di media sosial di Boyolali. (Calvijn Simanjuntak).
PBA dan korban lantas bergeser ke Jombang. Selama sepekan di sana, PBA beralih profesi menjadi penjual tahu untuk biaya hidup sehari-hari mereka berdua. Tanggal 30 September, tim dari Unit V Subdirektorat III/Reserse Mobil Ditreskrimum Polda Metro Jaya meringkus PBA di salah satu kos, dengan korban juga berada di sana.
Media sosial turut berkontribusi membantu polisi melacak pelaku. Calvijn menuturkan, PBA di Boyolali melakukan penggelapan sehingga wajahnya dan korban yang ia culik disebarluaskan di dunia maya.
Di Boyolali, PBA sempat kembali berjualan bakso lewat kemitraan dengan salah satu juragan bakso. Ia menyewa gerobak beserta isinya untuk berdagang. Namun, rupanya PBA punya niat licik. Ia menjual gerobak bakso tersebut seharga Rp 500.000 sebelum kabur ke Jombang.
PBA tidak sadar bahwa pemilik gerobak punya kamera pemantau (CCTV) di depan rumah. Menyadari peralatannya digelapkan, juragan tersebut menyebar rekaman CCTV saat PBA berboncengan dengan korban datang ke rumahnya, beserta foto-foto PBA dan korban. ”Kasus ini viral di media sosial di Boyolali,” ujar Calvijn.
Sementara itu, selain melapor ke polisi, keluarga korban juga menyebarkan informasi hilangnya korban lewat media sosial. Ada warganet yang lantas mendapati keterkaitan antara informasi hilangnya korban dan kabar penggelapan gerobak bakso di Boyolali. Karena itu, Calvijn mengatakan, tim pun mendapatkan petunjuk tambahan untuk mengidentifikasi pelaku dan menemukan tempat pelariannya.
Selain proses hukum, lanjut Calvijn, Polda Metro Jaya juga fokus pada pemulihan trauma korban. Psikolog dari Rumah Sakit Tingkat I R Said Sukanto atau RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, digandeng guna memberikan pendampingan psikologis terhadap korban.
Yusri mengatakan, PBA dijerat dengan Pasal 76E juncto Pasal 82 dan/atau Pasal 76F juncto Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta dilapis dengan Pasal 330 dan 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukumannya 5-15 tahun penjara.
Kasus berulang
Sebelum kasus ini, kejahatan seksual pada Juni juga menimpa seorang perempuan berkebutuhan khusus, SP (21), yang merupakan warga Kampung Belakang, Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Ia diperkosa oleh tiga oknum petugas keamanan salah satu RS, berinisial BH (24), EEM (24), dan AP (21).
”Dari hasil pemeriksaan, tiga pelaku yang merupakan oknum petugas satpam di salah satu RS swasta di wilayah Kalideres itu terbukti melakukan tipu muslihat dengan membujuk korban melakukan persetubuhan,” ucap Kepala Kepolisian Sektor Kalideres Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat Komisaris Slamet, Senin (22/6/2020).
Peristiwa itu terjadi pada Minggu (7/6/2020). Awalnya, SP yang penyandang disabilitas mental sedang berjalan di dekat rumahnya. Ia lalu berjumpa dengan salah satu tersangka dan diajak berkeliling membonceng sepeda motor. Akhirnya, tersangka mengajak korban ke sebuah kos.
Di sana, BH, EEM, dan AP memerkosa SP. Lalu, ketiganya kembali mengajak korban untuk pergi. Kali ini, ke sebuah penginapan. Mereka lagi-lagi memerkosa SP di penginapan tersebut (Kompas.id, 22/6/2020).