Kala Serba Tak Tentu di Masa Pandemi, Perhatikan Peningkatan Kualitas Pekerja Transportasi
Upaya Pemprov DKI untuk mengintegrasikan layanan berbagai jenis angkutan umum dalam Jaklingko harus disertai upaya peningkatan kualitas para awak semua angkutan. Hal ini agar kualitas layanan setara di semua moda.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa tahun terakhir, integrasi layanan angkutan umum di DKI Jakarta terus diupayakan terwujud. Namun, pekerjaan rumah masih harus dituntaskan khususnya dari aspek kualitas pekerja transportasi supaya bisa menghadirkan kualitas layanan angkutan umum dengan standar sama.
Dalam webinar bertema ”Pekerja Transportasi dalam Masa Integrasi Angkutan Umum” yang digelar Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) bekerja sama dengan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta, Kamis (1/10/2020), terungkap adanya keinginan standar pelayanan angkutan umum yang sama dari setiap moda angkutan umum di DKI Jakarta. Sementara di sisi lain, aspek keterampilan, pengetahuan, jenjang karier, dan kesejahteraan pekerja transportasi khususnya pengemudi menjadi hal yang harus diperhatikan.
Haris Muhamaddun, Ketua DTKJ, menyatakan, dalam layanan transportasi, awak angkutan umum baik itu awak bus, kereta api, maupun kapal adalah ujung tombak layanan. Mereka perlu mendapat perhatian khusus.
Apalagi, saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah membangun sistem transporatasi umum yang terintegrasi, mulai dari bus kecil, bus sedang, bus besar, hingga ke angkutan perkeretaapian, perbaikan perlu dilakukan agar bisa menghadirkan layanan transportasi yang tidak saja berkeselamatan, tetapi juga berkesehatan. Jawabannya yaitu melalui Jaklingko.
Damantoro, Ketua MTI DKI Jakarta, mengungkapkan, pengalaman bertransportasi di Ibu Kota hari ini, tuntutannya sudah berbeda sejak MRT Jakarta beroperasi. MRT Jakarta menghadirkan level layanan yang bagus sehingga ketika penumpang berganti dengan moda angkutan lanjutan, ia akan
meminta supaya angkutan umum lainnya memiliki layanan setara MRT.
Untuk bisa menghadirkan layanan angkutan yang setara di semua moda angkutan, diperlukan standardisasi layanan. Standar layanan itu dihadirkan melalui para pengemudi angkutan baik darat, laut, maupun perkeretaapian. Para pengemudi itu harus memiliki standar yang sama. Artinya, di sana perlu ada pembekalan pelatihan keterampilan dan kompetensi bagi para pengemudi.
Belum semua pengemudi mendapat kesempatan pelatihan atau pendidikan kompetensi untuk meningkatkan kualitas layanan.
Namun, dalam webinar tersebut terungkap belum semua pengemudi mendapat kesempatan pelatihan atau pendidikan kompetensi untuk meningkatkan kualitas layanan.
Seperti yang diungkapkan Tilam Simbolon yang mewakili pengemudi bus kecil atau angkutan kota yang bergabung dalam Koperasi Wahana Kalpika (KWK) JakLingko. Sejak bergabung dalam Jaklingko tiga tahun terakhir, ia rasakan pendapatannya membaik.
Sebagai bagian dari Jaklingko, semua pengemudi diberi pelatihan, ada aturan yang mesti dipatuhi dalam layanan, hingga kondisi kendaraan juga dipantau dinas perhubungan. Namun, ia meminta supaya KWK diberi ruang lebih dan juga kesempatan bagi para pengemudi Jaklingko untuk mendapat pendidikan dan pelatihan lebih supaya bisa memberikan layanan transportasi lebih baik dan juga dari aspek kesejahteraan.
Pengalaman serupa diungkakan Bambang Sugiyanto. Sopir dari PT Mayasari Bakti yang bergabung sejak 1994 itu awalnya sebagai sopir untuk bus reguler. Ia menjelaskan, sebagai sopir bus reguler, ia tidak memiliki pengetahuan tentang aturaan dan standar pelayanan.
Bambang memiliki pengalaman baru saat berpindah sebagai sopir bus Transjakarta. PT Mayasari selain mengoperasikan bus sendiri, juga tercatat sebagai salah satu operator bus PT Transportasi Jakarta yang tergabung dalam sistem bus cepat massal (bus rapid transit/BRT) milik Pemprov DKI Jakarta.
Bambang yang bergabung sebagai sopir BRT pada 2019 merasakan perubahan seperti pendapatan yang tetap, lalu ada prosedur pelayanan angkutan yang mesti ia patuhi dan jalankan. Standar pelayanan itu berbeda dengan ketika ia masih di bus reguler. Hal demikian juga dirasakan Mahmudi, pramudi utama PT Transportasi Jakarta.
Nasikin, pengemudi bajaj yang turut hadir dalam webinar itu, menyatakan, saat pandemi, pendapatannya tak menentu dan ia terbentur juga oleh protokol kesehatan yang diterapkan selama pandemi. Ia meminta perhatian lebih dari pemerintah.
Pengalaman berbeda dikisahkan masinis kereta, baik dari MRT Jakarta, LRT Jakarta, maupun KRL. Seperti Doni Setiawan, masinis MRT Jakarta. Doni menjelaskan, untuk bisa menjadi masinis MRT Jakarta, setelah lulus dari Akademi Perkeretaapian Madiun, ia masih harus mengikuti sejumlah pelatihan untuk bisa membawa rangkaian kereta MRT Jakarta.
Hal demikian juga berlaku bagi M Rizal Echo J, masinis LRT Jakarta, ataupun Dicky Atmaja, masinis KRL. Dicky menyatakan ada syarat jam terbang yang mesti dipenuhi hingga pelatihan yang mesti dijalani untuk mendapatkan lisensi ataupun sertifikasi. Lalu ada standar pelayanan minimal yang mesti dipahami untuk bisa memberikan pelayanan.
Dari webinar tersebut Damantoro mengungkapkan, ada sejumlah poin yang bisa diteruskan kepada dinas perhubungan melalui DTKJ. Di antaranya ialah kebutuhan akan pelatihan atau pengembangan untuk meningkatkan profesionalitas sebagai pekerja transportasi. Kemudian karena di DKI Jakarta sudah ada sistem angkutan Jaklingko, angkutan yang belum tergabung dalam sistem itu sebaiknya bisa diajak bergabung untuk meningkatkan layanan dan profesioanlitas.
Massdes Arouffy, Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menambahkan, sebagai regulator, dishub mempunyai komitmen untuk meningkatkan eksistensi para pekerja transportasi di DKI Jakarta, khususnya rekan-rekan pramudi di angkutan darat, air, dan rel. Untuk angkutan darat, sudah dimulai dari pramudi Transjakarta.
Dishub mendiklatkan ribuan pramudi untuk mendapatkan sertifikasi. Dishub juga mensyaratkan pengemudi memiliki sertifikasi pengemudi angkutan umum (SPAU). Selain itu, untuk penampilan pramudia Transjakarta, juga ada ketentuan sendiri, yang berbeda dari pramudi reguler. Juga aturan jam kerja kurang lebih 8 jam sehari, aspek kesejahteraan dan tunjangan juga diperhatikan.
”Itu semua kami masukkan dalam standar pelayanan minimal. Dishub ingin terus meningkatkan harkat dan martabat pramudi di semua moda supaya tenang dalam bekerja,” ujar Massdes.
Haris menambahkan, dengan pengalaman yang diungkapkan para pramudi dari berbagai latar belakang itu, akan menjadi masukan dari DTKJ kepada Dishub DKI untuk bisa terus melakukan perbaikan dan peningkatan transportasi umum.