Tanpa Ketegasan, Pembatasan Waktu Operasional Kegiatan Usaha di Bekasi Bisa Sia-sia
Seperti Bogor, Kota Bekasi mulai besok membatasi aktivitas usaha tempat makan, pusat perbelanjaan, hingga tempat hiburan hanya sampai pukul 18.00. Kebijakan ini jadi pertaruhan pemerintah dalam mengendalikan Covid-19.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, memastikan pembatasan waktu operasional tempat usaha di Kota Bekasi akan diawasi ketat oleh petugas gabungan dari satuan polisi pamong praja, Polri, dan TNI. Hal ini agar efektivitas kebijakan ini bisa diukur dan tidak terlalu lama berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat. Tanpa ketegasan, kebijakan ini berpotensi tak efektif, sia-sia, dan mempertaruhkan wibawa pemerintah.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, melalui Maklumat Wali Kota Nomor 440/6086/SETDA.TU, membatasi kegiatan hiburan umum dan taman bermain anak mulai dari 2 Oktober sampai 7 Oktober 2020 dengan waktu operasional hanya sampai pukul 18.00. Aktivitas usaha rumah makan, restoran, dan kafe juga dilarang untuk makan di tempat setelah pukul 18.00. Kebijakan ini juga berlaku bagi pasar tradisional, pasar swasta, pedagang kaki lima, pusat perbelanjaan, dan pelaku usaha perdagangan lain.
”Ini permintaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta pastinya atas instruksi presiden. Jadi, kami di daerah menyesuaikan dan saya keluarkan maklumat,” kata Rahmat, Kamis (1/10/2020), di Bekasi.
Selama masa pembatasan tujuh hari yang akan dimulai dari 2 Oktober hingga 7 Oktober, seluruh sumber daya yang dimiliki akan dikerahkan untuk mengawasi kebijakan ini agar berjalan maksimal dan dipatuhi pelaku usaha dan masyarakat. Momentum pembatasan ini juga akan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk terus mengingatkan warga agar patuh pada protokol kesehatan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi Abi Hurairah mengatakan, sosialisasi pembatasan operasional aktivitas usaha sudah berjalan sejak kemarin dan akan berlanjut hingga besok. Tindakan tegas kepada para pelaku usaha yang masih mengabaikan aturan pembatasan itu akan dimulai pada 3 Oktober.
”Besok kami masih memberikan pengertian. Tetapi setelah itu sudah tidak bisa, kami mulai tegas, mulai dari teguran sampai penyegelan,” kata Abi.
Pengawasan pembatasan kegiatan operasional aktivitas usaha itu akan melibatkan unsur aparatur sipil negara Kota Bekasi, petugas satuan polisi pamong praja, Polri, dan TNI. Pengawasan juga akan melibatkan satuan kerja perangkat daerah, kecamatan, kelurahan, RW, RT, dan sukarelawan.
Ketegasan menentukan
Kepala Dinas Pariwisata Kota Bekasi Tedi Hafni menambahkan, ketegasan dalam pengawasan pembatasan operasional tempat usaha saat malam hari termasuk usaha kepariwisataan, seperti usaha hiburan, rumah makan, dan kafe, tidak bisa ditawar. Sebab, kebijakan pembatasan selama tujuh hari akan jadi bahan evaluasi untuk melihat dampaknya dalam mengendalikan kasus Covid-19 di daerah itu.
”Selama satu minggu uji coba ini diharapkan bisa ada penurunan penyebaran kasus Covid-19. Kebijakan ini akan menjadi pertimbangan untuk kembali ke kebijakan lama atau kalau penyebarannya masih masif, tidak menutup kemungkinan kebijakan pembatasan akan lebih ketat lagi,” katanya.
Adapun berdasarkan data pada 28 September, akumulasi kasus Covid-19 di Kota Bekasi mencapai 3.322 kasus. Rinciannya, 3.024 orang sembuh, 184 kasus masih dirawat, dan yang dinyatakan meninggal ada 111 orang.
Sementara itu, berdasarkan data dari Tempat Pemakaman Umum Padurenan atau pemakaman khusus Covid-19 warga Kota Bekasi, jumlah pemakaman positif Covid-19 di tempat itu hingga 28 September mencapai 147 pemakaman. Adapun warga yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 mencapai 261 pemakaman.
Selama ini pembatasan yang terkesan setengah hati dinilai telah mengorbankan masyarakat secara luas, baik itu dari aspek kesehatan maupun ekonomi.
Pengamat kebijakan publik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, mengatakan, kesuksesan pelaksanaan kebijakan pembatasan operasional aktivitas usaha di Kota Bekasi ada pada pengawasan ketat dan penerapan sanksi tegas bagi pelanggar. Selama ini, penanganan Covid-19 tidak berjalan efektif karena kurangnya koordinasi dan implementasi kebijakan di masyarakat.
”Selain itu, harus ada program yang rinci. Selama ini, setelah ada kebijakan, tidak jelas siapa yang akan melaksanakan sehingga semua pada bingung, siapa yang harus bertanggung jawab. Jadi, misalnya wali kota menugaskan ke kepala dinas tertentu, terus ke bawah lagi siapa, sehingga pelaksanaannya bisa serentak sampai ke unsur pemerintah terkecil, yaitu RT dan RW. Kalau dilakukan secara rinci, masing-masing akan tahu tugasnya,” kata Adi.
Pembatasan operasional aktivitas usaha, kata Adi, merupakan pertaruhan pemerintah. Jika kebijakan ini tak efektif, semakin merusak wibawa pemerintah dalam mengambil kebijakan. Padahal, selama ini pembatasan yang terkesan setengah hati dinilai telah mengorbankan masyarakat secara luas, baik itu dari aspek kesehatan maupun ekonomi.
”Sudah banyak sektor ekonomi, mulai dari kuliner, transportasi, hingga perhotelan, yang sudah merugi dan tutup. Kalau penanganannya terlalu lama, ini berbahaya, negara bisa bangkrut,” katanya.