Covid-19 Menurunkan Minat Kontraktor Jepang Ikut Proyek Fase 2a MRT Jakarta
Covid-19 kembali berimbas pada pembangunan MRT Jakarta fase 2. Setelah membuat pembangunan mundur tiga bulan, kali ini segmen 2 terhambat karena minat kontraktor Jepang untuk ikut serta proyek tersebut turun.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 berimbas pada pembangunan fase 2a segmen 2 dari Harmoni ke Kota. Minat para kontraktor Jepang untuk turut dalam lelang pengadaan kontraktor berkurang yang berdampak terjadinya gagal tender sehingga MRT Jakarta mengupayakan sejumlah langkah supaya pembangunan tetap sesuai jadwal.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Rabu (30/9/2020), dalam forum jurnalis MRT Jakarta yang digelar secara daring, menjelaskan bahwa dalam pembangunan fase 2 MRT Jakarta koridor selatan-utara dibagi dalam dua fase, yaitu fase 2a dan 2b. Lalu untuk fase 2a dari Bundaran Hotel Indonesia-Kota sejauh 6,3 kilometer itu pembangunannya dibagi dalam dua segmen, segmen 1 dari Bundaran Hotel Indonesia ke Harmoni dan segmen 2 dari Harmoni ke Kota.
”Yang paling terdampak adalah segmen 2 ini,” kata William.
Dikatakan paling terdampak karena untuk proses awal pekerjaan yang dimulai dengan lelang pengadaan kontraktor itu sudah mengalami gagal tender dua kali. Dua kali tender gagal terjadi, William melanjutkan, karena kontraktor merasa bahwa risiko proyek lebih besar dan dalam situasi pandemi Covid-19, konsekuensi yang harus dipikul cukup besar.
Seperti diketahui, untuk pembangunan fase 2 MRT Jakarta ini, sama seperti untuk pembangunan fase 1 MRT Jakarta, Pemerintah Indonesia dan Pemprov DKI Jakarta mendapatkan pinjaman untuk pembangunan dari Pemerintah Jepang melalui Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).
Dengan mendapat pinjaman dari JICA, sifat pinjamannya adalah tight loan, yaitu kontraktor utama adalah kontraktor Jepang. Untuk bisa membangun di Indonesia, kontraktor Jepang itu menggandeng kontraktor asal Indonesia.
Seperti yang diberitakan Kompas pada Februari 2020, untuk paket kontrak (CP) 201 pada segmen 1 dari Bundaran HI ke Harmoni, kontraktor yang membangun adalah perusahaan Jepang, Shimizu, yang ber-joint venture dengan BUMN Karya Adhi Karya, atau disebut SAJV. Kontraktor gabungan itu akan mengerjakan paket pekerjaan pertama di fase 2a sepanjang 2,8 kilometer berbentuk konstruksi bawah tanah.
Di trase sepanjang 2,8 kilometer dari Bundaran HI ke Harmoni akan ada dua stasiun, yaitu Stasiun Thamrin dan Stasiun Monas. Proses konstruksi sudah dimulai sejak Juni lalu.
Untuk segmen 2, terdiri daripaket pekerjaan CP 202 Harmoni-Glodok dan CP 203 Glodok-Kota. Untuk segmen ini dijadwalkan bisa tuntas di Maret 2026.
Untuk bisa menyelesaikan sesuai jadwal, William melanjutkan, terkait dengan kendala itu, saat ini MRT Jakarta sedang berkonsultasi dengan Pemerintah Jepang.
”MRT Jakarta mengharapkan dukungan Pemerintah Jepang dan JICA untuk kiranya bisa mendorong dan memotivasi para kontraktor Jepang untuk berkontribusi pada pembangunan fase 2 karena pembangunan ini mempersyaratkan kontraktor harus Jepang,” kata William.
Selain kontraktor pembangun, ujar William, indikasi berkurangnya minat untuk berkontribusi pada pembangunan fase 2 ini juga terbaca pada menurunnya minat kontraktor penyedia sistem perkeretaapian yang masuk dalam paket pekerjaan CP 205 dan paket penyediaan kereta atau CP 206.
Selain kontraktor pembangun, indikasi berkurangnya minat untuk berkontribusi pada pembangunan fase 2 ini juga terbaca pada menurunnya minat kontraktor penyedia sistem perkeretaapian yang masuk dalam paket pekerjaan CP 205 dan paket penyediaan kereta atau CP 206.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Sivia Halim, kata William, juga terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan JICA dibantu Kementerian Perhubungan dan Kementerian Luar Negeri untuk mendorong agar ada perhatian lebih serius. Apalagi MRT Jakarta merupakan proyek strategis nasional sehingga MRT Jakarta berharap Pemerintah Indonesia memberi prioritas yang tinggi dan juga berharap Pemerintah Jepang memberi perhatian yang sangat serius supaya CP 202-206 tidak terhambat dengan minat kontraktor Jepang.
Damantoro, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) wilayah DKI Jakarta, berpendapat, terkait hambatan itu justru menjadi kesempatan bagi BUMN Karya untuk membuktikan mereka sudah belajar banyak dari saat ikut dalam fase 1 MRT Jakarta.
Namun, karena adanya syarat pinjaman yang ketat itu, justru di sini dibutuhkan keterlibatan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan, Bappenas, juga Kementerian Luar Negeri untuk bisa menegosiasi Pemerintah Jepang. Menegosiasi supaya pekerjaan bisa dikerjakan BUMN Karya karena Indonesia juga memerlukan stimulan untuk pemulihan ekonomi.
”Kementerian Luar Negeri perlu terlibat karena ini bilateral,” kata Damantoro.
Hal lain yang ia lihat adalah dengan upaya negosiasi itu, maka MRT Jakarta punya kesempatan lagi untuk me-review dan merevisi desain. Desain yang belum terhubungkan dengan desain kawasan berorientasi transit (TOD) bisa diperbaiki, lalu desain yang belum terintegrasi dengan moda angkutan lain bisa diperbaiki untuk terintegrasi supaya tidak tertatih-tatih lagi seperti di fase 1.
”Namun, perbaikan ini harus tetap dikerjakan sesuai time frame yang disepakati,” kata Damantoro.
Imbas pandemi Covid-19 pada fase 2a ini, dalam catatan Kompas sebelumnya juga sudah terjadi. Waktu pembangunan fase 2a sudah mundur tiga bulan, dari seharusnya dimulai Maret 2020 mundur ke Juni 2020.