Balap Liar di Senayan Tak Henti Mengganggu Publik sejak Setengah Abad Silam
Warga dan pengguna jalan terganggu akibat balapan liar. Selain karena biasanya kendaraan dipasang knalpot bersuara bising, keselamatan pengguna jalan juga terancam para pebalap yang memacu mobil dengan kecepatan tinggi.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya menilang setidaknya 12 pengemudi mobil yang terlibat balap liar di daerah Senayan dan sekitarnya di Jakarta. Fenomena balap liar terekam sudah akrab dengan Ibu Kota sejak berpuluh tahun lalu dan menimbulkan gangguan bagi warga.
Direktur Lantas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo menjelaskan, pihaknya dua kali menindak pebalap liar dengan penanganan tilang pada akhir pekan lalu. Seorang pebalap liar ditilang pada Jumat (25/9/2020), sedangkan 11 pebalap ditilang Sabtu (26/9/2020) dini hari.
Sambodo menyebutkan, pada Sabtu pukul 01.00-03.00, Satuan Patroli Pengawalan Ditlantas Polda Metro Jaya menilang 11 pengemudi mobil yang melakukan balap liar di Jalan Gerbang Pemuda, Jakarta Pusat, atau tepatnya di depan kompleks TVRI.
”Barang bukti yang disita dari pelanggar tersebut adalah SIM (surat izin mengemudi) atau STNK (surat tanda nomor kendaraan)-nya, dan ada juga yang di sita mobilnya karena saat ditilang tidak dapat menunjukan STNK-nya,” ucapnya melalui keterangan tertulis, Senin (28/9/2020).
Sejak 1960-an atau 1970-an, sebagian anak muda berusia belasan tahun menjadikan jalan-jalan di Jakarta sebagai sirkuit. (arsip Kompas)
Kesebelas pebalap liar itu dijerat dengan Pasal 297 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bunyinya, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 Huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 3 juta.
Sementara itu, pada Jumat, Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya menindak pengemudi mobil berinisial RN yang video balap liarnya direkam dan mulai Jumat (18/9/2020) viral di media sosial.
”Pelanggar mengakui telah berbalapan dengan seorang pengemudi lainnya pada Kamis (17/9/2020), tetapi yang bersangkutan tidak saling kenal, hanya bertemu pada saat balapan,” ujar Sambodo.
Dalam video yang sudah tersebar luas, balapan melibatkan dua mobil, yang satu berwarna putih, lainnya kuning putih. Teks video menyebutkan, balapan terjadi di kawasan Senayan.
Polisi mampu mengidentifikasi mobil kuning putih yang kemudian diketahui sebagai mobil Honda Brio milik NG. Petugas pun memanggil NG pada Senin (21/9/2020) untuk mengonfirmasi. NG mengaku mobil itu miliknya, tetapi yang menggunakan untuk balapan adalah RN, anaknya.
Sambodo menambahkan, RN mengklaim tidak ada taruhan dalam balapan ini. Ia dan pengemudi mobil lainnya saling berbicara dari kendaraan masing-masing, lalu bersepakat adu cepat ilegal.
RN menghadapi ancaman hukuman yang sama seperti 11 pebalap liar yang ditilang setelah dia. Adapun identitas pengemudi kompetitor RN masih didalami Ditlantas.
Pedagang nasi goreng di Gelora Bung Karno, Abas (46), menyatakan, dirinya sangat terganggu dengan maraknya balapan liar di Senayan dan sekitarnya. Pertama, kendaraan yang digunakan untuk balapan biasanya dimodifikasi dengan pemasangan knalpot bersuara bising. ”Ada yang bunyinya seperti meriam, dor, dor, dor begitu,” katanya.
Kedua, balapan liar mengganggu, bahkan membahayakan pengguna jalan lainnya. Abas menuturkan, pengelola balapan liar biasanya memblokade jalan terlebih dahulu saat pebalap sedang bersiap-siap melesat. Setelah balapan dimulai, arus lalu lintas dibuka kembali, tetapi pengguna jalan lain berbagi ruang dengan peserta balapan yang memacu mobil dengan kecepatan tinggi.
Abas mencontohkan, terdapat pebalap liar yang melakukan tabrak lari di kawasan sekitar Senayan, yang selanjutnya kabur ke arah Palmerah. Di dekat Pasar Palmerah, ia menabrak pengendara lain lagi. Selain itu, ada pula pebalap yang menabrak halte.
Sejak Abas pertama kali berjualan di area GBK tahun 1999, balapan liar sudah menjadi pemandangan akrab hampir setiap akhir pekan. Dulu, lintasan balap yang umum digunakan adalah Jalan Asia Afrika-Hotel Mulia-Jalan Asia Afrika.
Pada 1967, ada 127 kecelakaan dengan beberapa korban jiwa akibat kebut-kebutan di Jakarta.
Kini, pebalap liar memfavoritkan lintasan Jalan Gerbang Pemuda untuk balapan pada jalur lurus (drag race). Jika petugas sedang berjaga di jalan tersebut, pebalap liar akan beralih ke Jalan Asia Afrika. Mereka biasanya adu cepat pada Sabtu dini hari atau dikenal sebagai malam Sabtu. Jarang yang balapan liar hari Minggu dini hari.
Harian Kompas merekam, sejak 1960-an atau 1970-an, sebagian anak muda berusia belasan tahun menjadikan jalan-jalan di Jakarta sebagai sirkuit. Bahkan, sejumlah remaja di Bandung (Jawa Barat), Medan (Sumatera Utara), dan Manado (Sulawesi Utara) juga menggemarinya.
Pada 1967, ada 127 kecelakaan dengan beberapa korban jiwa akibat kebut-kebutan di Jakarta. Otoritas keamanan berinisiatif mengumumkan nama mereka, nama orangtua dan jabatan atau pangkatnya, serta alamat tempat tinggalnya lewat media massa. Ini sebagai bentuk sanksi sosial agar anak-anak muda itu jera (Kompas, 8/4/2018).
Namun, di tahun 2016, muncul ide untuk memfasilitasi para pengebut jalanan untuk balapan di sirkuit-sirkuit nonpermanen resmi. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang kala itu berpangkat Inspektur Jenderal dan menjabat Kepala Polda Metro Jaya, mengatakan, jika Gubernur DKI (saat itu Basuki Tjahaja Purnama) setuju, sejumlah tempat di setiap wilayah disediakan bagi pebalap.
”Kami kumpulkan adik-adik yang sering balap biar tidak ke mana-mana. Lengkapi diri dengan helm, fasilitas kami siapkan, kami kumpulkan, tempatnya kami jaga, kita tonton bareng-bareng,” ucap Tito. Namun, kenyamanan publik tetap dipertimbangkan dalam mengeksekusi rencana itu (Kompas, 14/1/2016).