Jakarta Harus Perketat Mobilitas dan Dorong RT-RW Ikut Cegah Covid-19
PSBB kembali diperpanjang di Jakarta. Pemprov diminta memperketat aktivitas masyarakat untuk betul-betul bisa menekan persebaran virus serta terbuka atas data pengujian ataupun hasil pemonitoran dan evaluasi detail.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan terjadi pelandaian pertambahan kasus selama pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, 14-26 September, sehingga PSBB diperpanjang kembali untuk menekan kasus. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya dan pengamat mempertanyakan angka akumulasi yang dipergunakan sebagai dasar perpanjangan, sementara ahli epidemiologi meminta pemprov mencermati angka positivity rate, memperketat lagi sektor yang dibatasi, serta pemprov harus bekerja keras di tingkat RT dan RW.
Seperti diketahui, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, pada Kamis (24/9/2020) dalam keterangan tertulis yang disampaikan melalui siaran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemprov DKI Jakarta menjelaskan, mulai tampak tanda-tanda pelandaian kasus positif dan kasus aktif di Jakarta seiring dengan berkurangnya mobilitas warga saat dilakukan pengetatan PSBB yang dimulai 14 September.
Pada PSBB transisi, tepatnya pada 30 Agustus, dengan menyandingkan kasus positif, angka sembuh, dan angka meninggal terdapat 7.960 kasus aktif. Lalu, pada 11 September atau masih pada periode PSBB transisi, dengan menyandingkan tiga faktor itu ada 11.824 kasus aktif sehingga dari akhir Agustus sampai 11 September terjadi pertambahan kasus aktif sebanyak 49 persen atau 3.864 kasus.
Lalu, selama 12 hari pada periode PSBB, per 23 September tercatat kasus aktif ada 13.277. Artinya, dari 12 September ke 23 September terjadi penambahan jumlah kasus aktif sebanyak 1.453 kasus. Atau, apabila dibandingkan antara penambahan kasus di PSBB transisi dan di PSBB, penambahan masih terjadi, tetapi berkurang menjadi 12 persen.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, menyatakan, terkait pelandaian kasus di Jakarta, Ombudsman menyoroti, bisa jadi data itu sebagai pengaruh dari proses tracing. Namun, yang menjadi kekhawatiran Ombudsman adalah data akumulasi kasus yang disampaikan, baik naik maupun turun, itu adalah berdasarkan uji spesimen, bukan dari data murni hasil proses tracing.
Karena, seperti diketahui, pada tes swab atau uji usap, satu orang yang diuji bisa diambil sampelnya beberapa kali. Harapannya, lanjut Teguh, ada validitas data yang diambil sebagai sampel dan diuji. ”Ini yang masih perlu kami konfirmasi,” kata Teguh.
Mencermati data positivity rate yang dimuat dalam laman resmi corona.jakarta.go.id pada 26 September terdapat 8.918 orang yang dites. Total spesimen yang dites ada 10.911 sampel dengan positivity rate spesimen harian 17,4 persen. Sementara dari jumlah orang dites, kasus positif ada 985 orang dan kasus negatif 7.933 sehingga positivity rate kasus baru harian 11 persen.
Bila dilihat lebih jauh, pada 14-26 September, jumlah orang yang dites per hari mulai dari 5.000-an hingga 12.000-an orang. Angka positivity rate kasus baru harian pada periode itu antara 9,1 peren dan 17 persen.
Kemudian pada periode 30 Agustus -13 September, jumlah orang yang dites per hari bervariasi, kisarannya antara 4.800 dan 12.000 orang per hari dengan tingkat positivity berbeda-beda setiap harinya, ada pada kisaran 10-16 persen.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia dalam paparan kasus harian menjelaskan, meski dari hasil uji 26 September terdapat 985 kasus positif, totalnya ada 1.186 kasus lantaran terdapat akumulasi data sebanyak 201 kasus dari tanggal 24 dan 25 September baru dilaporkan.
Untuk rate tes PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 85.042. Jumlah orang yang dites PCR sepekan terakhir sebanyak 68.847. Adapun jumlah kasus aktif di Jakarta sampai saat ini sebanyak 13.265 (orang yang masih dirawat/isolasi). Sementara jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini 71.370 kasus.
Dari jumlah total kasus tersebut, total orang dinyatakan telah sembuh sebanyak 56.413 dengan tingkat kesembuhan 79 persen dan total 1.692 orang meninggal dunia dengan tingkat kematian 2,4 persen, sedangkan tingkat kematian Indonesia sebesar 3,8 persen.
Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 11,1 persen, sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 7,9 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Sementara Trubus Rahadiansyah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, menyatakan, data yang disampaikan Pemprov DKI Jakarta sebagai dasar memperpanjang kebijakan kurang detail dan komprehensif. Itu karena yang diungkapkan adalah data akumulasi.
Seharusnya pemprov bisa memaparkan hasil monitoring dan evaluasi saat PSBB dari semua aspek dan sektor secara menyeluruh. Apabila dikatakan penyebaran virus karena mobilitas orang, jelas Trubus, hasil pembatasan di sektor-sektor yang dibatasi tidak terungkap.
Sektor transportasi, Trubus memberi contoh, selama ini hasil pembatasan di sektor angkutan umum yang dipaparkan, baik dari KRL, MRT, maupun Transjakarta. Namun, data hasil pembatasan untuk pengguna roda dua dan juga roda empat tidak muncul.
Apalagi, yang diterapkan adalah PSBB rasa transisi. Itu karena selain 11 sektor yang diizinkan beroperasi, masih ada sektor-sektor non-esensial yang juga dibolehkan beroperasi meski dibatasi, seperti pasar, tempat ibadah, dan pusat perbelanjaan.
Tri Yunis Miko Wahyono, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), menjelaskan, apabila PSBB yang diberlakukan di Jakarta itu diperpanjang, satu hal yang juga harus dicermati, yaitu positivity rate. Apabila angkanya masih lebih tinggi dari standar, pengetatan masih harus dilakukan.
Untuk itu, ia mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk sebaiknya memperketat aktivitas masyarakat di sektor-sektor yang penting saja. Selebihnya betu-betul dibatasi dan kalau masih harus beraktivitas, yang perlu saja.
Kemudian untuk pasar, kios-kios juga sebaiknya dipasang tirai sehingga menghalangi kontak penjual dan pembeli, pusat perbelanjaan juga sebaiknya diatur.
Karena PSBB di Jakarta juga berkaitan erat dengan daya tampung di ruang ICU dan ruang isolasi, maka sambil memperpanjang PSBB, pemprov bisa menambah kapasitas faskes. Pemprov juga harus bekerja keras mengajak RT dan RW untuk mengetahui jika ada warga yang positif sehingga warga di sekitarnya tahu dan bisa diajari cara menjaga jarak dan membantu tetangga yang positif. Untuk itu, warga harus diajari untuk terbuka mengenai kondisinya. ”Selama ini tidak ada keterbukaan itu dan edukasi ke masyarakat tidak sampai," tegasnya.
Trubus menambahkan, dalam PSBB yang diperpanjang, pemerintah juga mesti terbuka menjelaskan langkah-langkah pengetatan di tingkat RT atau RW. Kemudian, langkah-langkah penanganan untuk RW merah atau kuning itu akan bagaimana harus dijelaskan kepada masyarakat.