Tinggi, Jumlah Anak Terlibat Kecelakaan di Jadetabek
Selama ini, penanganan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak hanya menggandeng balai pemasyarakatan untuk pemulihan sosial, sedangkan layanan pemulihan trauma sebenarnya juga dibutuhkan anak.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Jumlah anak yang terlibat kecelakaan lalu lintas, baik sebagai korban maupun tersangka, tergolong tinggi di wilayah hukum Kepolisian Daerah Metro Jaya di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Karena itu, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya bermitra dengan balai pemasyarakatan dan psikolog anak membuat program pelayanan anak yang tersangkut kasus kecelakaan.
Direktur Lantas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo menuturkan, program itu bernama Pelayanan Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) pada Perkara Lalu Lintas. ”Program diimplementasikan melalui Ruang Pelayanan Anak Terpadu yang berada di semua unit laka lantas di wilayah hukum Polda Metro Jaya,” ucapnya dalam keterangan tertulis pada Jumat (25/9/2020).
Sambodo mengatakan, peluncuran program tersebut dipicu oleh masih sangat tingginya jumlah ABH dalam perkara lalu lintas di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Tahun 2018, ada 559 anak yang terlibat laka lantas. Jumlah itu naik 64,7 persen tahun 2019 menjadi 921 orang. Adapun pada semester pertama tahun ini tercatat 395 anak terlibat laka lantas.
Selain itu, Ditlantas Polda Metro Jaya juga mendata, ABH perkara lantas yang berstatus pelajar pada 2018 sebanyak 239 orang, pada 2019 ada 368 orang, dan pada semester pertama 2020 berjumlah 210 orang.
Sambodo menambahkan, psikolog anak yang dilibatkan berasal dari Asosiasi Psikolog Forensik Indonesia (Apsifor). Mereka bakal melakukan wawancara, pendampingan saat pemeriksaan, serta penyajian data psikologi anak untuk kepentingan diversi dan proses penyidikan perkara laka lantas anak, baik sebagai pelaku, korban, maupun saksi.
Keterlibatan psikolog jadi hal yang baru dalam penanganan kasus ABH perkara laka lantas. Selama ini, penanganan hanya melibatkan balai pemasyarakatan yang menyasar pendalaman kondisi sosial anak, sedangkan layanan psikolog sebenarnya juga dibutuhkan guna pemulihan trauma bagi anak yang berstatus sebagai anak yang berkonflik dengan hukum atau tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan.
”Nantinya, data dari hasil penelitian psikolog anak dan balai pemasyarakatan ini digunakan untuk menyusun program pencegahan dan penanganan laka lantas yang melibatkan anak,” ujar Sambodo.
Sebelumnya, Neneng Heryani, Kepala Balai Anak Handayani Jakarta—bagian dari Kementerian Sosial—menyatakan, penanganan ABH harus bersandar pada prinsip, anak merupakan korban meski juga merupakan pelaku (Kompas, 17/3/2020).