Pandemi yang melarang terbentuknya kerumunan membuat masyarakat memilih menonton pertandingan secara tidak langsung, baik melalui televisi maupun secara daring.
Oleh
Krishna P Panolih (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Menonton pertandingan olahraga kini tak bisa seperti dulu lagi, datang dan mendukung langsung tim favorit di lapangan olahraga. Pandemi yang membatasi kerumunan dan mengharuskan ada jarak fisik antarorang membuat muncul pilihan untuk menonton pertandingan secara tidak langsung, baik melalui televisi maupun daring.
Kecamuk pandemi Covid-19 berdampak sangat besar pada dunia olahraga. Sejumlah ajang kelas dunia, seperti Olimpiade di Tokyo yang seharusnya dilaksanakan akhir Juli lalu, terpaksa ditunda hingga tahun depan. Begitu juga Pekan Olahraga Nasional ke-20 yang akan digelar di Papua pun diundur setahun lagi.
Namun, di Indonesia, seiring dengan penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru, aktivitas olahraga dimulai kembali. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada 11 Juni lalu mengeluarkan Surat Edaran Nomor 6.11.1/Menpora/VI/2020. Bertajuk ”Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 pada Kegiatan Kepemudaan dan Keolahragaan”, setiap cabang olahraga bisa memulai kegiatannya dengan acuan tersebut.
Namun, tidak banyak anggota masyarakat yang mengetahui hal tersebut. Hal Ini terlihat dari jajak pendapat Kompas pertengahan Agustus lalu. Sekitar separuh responden menyatakan tidak tahu akan edaran Kemenpora itu. Ketidaktahuan ini bisa dimaklumi mengingat pada bulan itu masih berlangsung PSBB dan pemberitaan media massa tentang Covid-19 mendominasi. Sosialisasi akan peraturan ini juga tampaknya tidak terlalu gencar.
Di sisi lain, keputusan Kemenpora tersebut jelas bukan hal yang mudah bagi para pengurus cabang olahraga. Banyak persyaratan ketat yang harus dipenuhi. Selain mengatur jenis aktivitas olahraga, ada tiga tahapan yang harus dilalui.
Di tahap terakhir, bisa menghadirkan penonton, dengan sejumlah peraturan ketat protokol Covid-19, seperti mencegah kerumunan. Namun, ada sejumlah cabor yang tidak membolehkan kehadiran penonton, yakni sepak bola dan basket.
Menonton langsung
Meski demikian, jika nantinya ada acara olahraga yang bisa ditonton langsung, tidak serta-merta membuat orang bersemangat untuk menonton. Hanya 12,5 persen yang bersedia untuk datang menonton langsung di arena pertandingan.
Alasan sebagian (42 persen) yang muncul adalah datang langsung ke arena olahraga sebagai hiburan, setelah tinggal di rumah saja berbulan-bulan. Kejenuhan akan situasi pandemi bisa berkurang salah satunya dengan menonton langsung acara olahraga, seperti sepak bola.
Menurut Rui Biscaia dari Technical University of Lisbon and Colleagues (2012), ada aspek zeitgeist (sikap yang terbentuk dari suasana hati dalam jangka waktu tertentu) yang terwujud dalam kegembiraan. Artinya, tetap terhibur, tak peduli apakah tim favorit menang atau kalah.
Rasa gembira dan bangga juga terlihat dari jajak pendapat Kompas pada September 2018. Mayoritas responden (96,5 persen) menyatakan bangga terhadap prestasi Indonesia saat Asian Games ke-18 lalu meski Indonesia menempati peringkat keempat.
Selain itu, ada emosi positif yang dirasakan para fans setelah menikmati pertandingan di stadion dan ini cenderung membuat mereka ingin kembali lagi. Hal ini diungkapkan seperempat lebih responden.
Tak ada yang bisa menggantikan rasa girang, heboh, atau penasaran dalam menonton langsung olahraga. Michael Mandelbaum, penulis The Meaning of Sports, dikutip dari laman Tesh.com, menyebut tiga hal yang membuat sebuah kompetisi (olahraga) menarik, yaitu ketegangan, terlihat nyata, dan koherensi hingga tontonan tersebut selesai. Tak ada yang bisa tahu apa yang akan terjadi dan itulah yang menyenangkan.
Rasa senang ini juga dipicu oleh hormon dopamine yang membuat orang tak terlalu mempermasalahkan siapa lawan siapa teman (dalam olahraga) karena berbaur dalam kebahagiaan menonton olahraga.
Tidak langsung
Meski menonton langsung di arena olahraga terasa lebih seru, separuh lebih responden memilih menonton secara tidak langsung di masa pagebluk ini. Media yang digunakan adalah melalui daring (51 persen) dan televisi (1,3 persen).
Pertimbangannya, 43,8 persen responden melihat alasan keselamatan dan kesehatan, serta sepertiga tidak ingin menambah korban yang terpapar Covid-19. Alasan tersebut benar karena sudah ada beberapa kasus Covid-19 karena pertandingan olahraga. Salah satunya adalah turnamen tenis Adria Tour di kawasan Balkan pada pertengahan Juni lalu. Empat petenis dan dua pelatih terpapar covid-19, termasuk petenis nomor satu dunia Novak Djokovic.
Menikmati tontonan lewat siaran langsung di televisi, streaming Youtube, atau siaran tunda bisa menjadi alternatif yang tak kalah menggairahkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mempertimbangkan tontonan olahraga secara virtual sebagai salah satu sarana hiburan masyarakat pada masa pandemi.
Alternatif tontonan pertandingan virtual adalah e-sport (olahraga elektronik) yang sudah diuji coba saat Asian Games 2018. Salah satunya adalah Valentino Rossi dalam MotoGP yang bisa dinikmati penonton sambil merasakan ”kencangnya” motor melalui game controller.
Pilihan lainnya adalah acara daring termasuk live chat bersama atlet top, seperti petenis Roger Federer atau Andy Murray, yang dikemas dalam acara ”Airbnb Talks With Olympians”. Dalam acara berbayar ini, penonton bisa menikmati berbagai cerita, tips praktis, dan lainnya dari para atlet, yang tentu saja bisa memotivasi penontonnya.
Tak ada jawaban pasti kapan masyarakat bisa kembali menikmati pertandingan olahraga dengan datang langsung ke arena. Namun, bukan tidak mungkin akan ada bentuk baru tontonan olahraga secara virtual menggunakan kecanggihan teknologi, yang mungkin tidak kalah seru dibandingkan dengan hadir langsung di lapangan pertandingan.