DPRD DKI Jakarta Dorong Inisiatif Pembentukan Perda PSBB
DPRD DKI Jakarta mendorong inisiatif pembentukan perda tentang PSBB yang di dalamnya juga akan mengatur pemberian sanksi atau denda. Dengan perda, tindakan pengawasan dan penindakan akan berdasar hukum kuat.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 masih terjadi dan di DKI Jakarta angka kasus positif terus bertambah. DPRD DKI Jakarta mendorong inisiatif penyusunan peraturan daerah tentang pembatasan sosial berskala besar yang di dalamnya juga akan mengatur mengenai pemberian sanksi ataupun denda dan penindakan.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, Jumat (18/9/2020), mengatakan, pandemi Covid-19 belum jelas kapan akan berakhir. Untuk itu dibutuhkan peraturan daerah (perda) yang kuat melandasi setiap tindakan pengawasan ataupun penindakan mengingat urgensinya.
”DPRD akan membuat perda PSBB (pembatasan sosial berskala besar) melalui jalur inisiatif DPRD DKI Jakarta. Bukan usulan eksekutif,” jelasnya melalui pesan singkat.
DPRD, lanjut Ketua DPRD DKI, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan kepolisian daerah. Dari koordinasi itu akan dibentuk perda mengenai aturan pelanggaran di masa PSBB. Perda serupa, jelasnya, sudah ada di sejumlah provinsi lain di Indonesia, seperti Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat.
Pras, panggilan akrab Prasetio, telah meminta Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta melakukan kajian sebagai syarat pengajuan penyusunan perda. Menurut Pras, sesuai Pasal 239 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di luar program pembentukan peraturan daerah, karena keadaan luar biasa atau berstatus darurat, pembentukan perda berdasarkan inisiatif diperkenankan.
”Saya berharap pembahasan perda bisa lebih cepat,” katanya.
Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah, yang dikonfirmasi secara terpisah terkait inisiatif DPRD itu, melalui pesan singkat menjelaskan, Biro Hukum Pemprov DKI saat ini tengah menyusun rancangan perda terkait PSBB. Namun, saat dikonfirmasi kembali mengenai target pembahasan, tidak ada penjelasan lagi.
Terkait perda itu, Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta sudah mengingatkan Pemprov DKI Jakarta bahwa selama pandemi dan selama penerapan PSBB, upaya mendisiplinkan masyarakat tidak bisa dengan peraturan gubernur, tetapi harus dengan perda. Dengan perda, setiap tindakan pengawasan, penindakan, serta pemberian denda ataupun sanksi bisa kuat.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, mengatakan, untuk pelaksanaan PSBB kedua ini, Pemprov DKI Jakarta kembali mendasarkan aturan pemberian penindakan atau sanksi bagi pelanggar melalui Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.
”Sanksi itu hanya boleh ada karena ada kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah. Di tingkat daerah itu hanya dimiliki oleh perda. Karena itu, sejak awal kami mendorong Pemprov dan DPRD DKI Jakarta aktif membuat perda terkait sanksi PSBB,” kata Teguh.
Teguh mengingatkan Pemprov DKI Jakarta bahwa peraturan gubernur hanya boleh mengatur tata laksana sebuah kebijakan. Seperti PSBB, peraturan gubernur mengatur bagaimana PSBB dilakukan, siapa bertanggung jawab atas apa. Namun, ketika sudah menyangkut pemberian sanksi, harus ada persetujuan yang akan diberi sanksi, dalam hal ini diwakili DPRD.
Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI Jakarta Mujiyono juga sepakat bahwa segala kebijakan terkait sanksi dan denda pada masa pandemi harus diatur dalam perda. ”Kami sudah sering mengajak eksekutif, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta, untuk membuat perda. Pergub saja tidak cukup untuk memberikan sanksi atau denda,” ujar anggota Fraksi Partai Demokrat itu.
Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDI Perjuangan yang juga anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, sepakat dengan inisiatif yang disampaikan Ketua DPRD DKI. DPRD memang harus segera mendorong inisiatif pembentukan perda ini. ”Bahan raperda sudah ada, bisa berawal dari pergub yang sudah ada,” ujarnya.
Karena sifatnya mendesak, sementara pandemi ternyata tidak jelas kapan berakhirnya, Gembong meyakini pembentukan perda tidak akan bertele-tele. ”Dengan perda, pemberian sanksi hukum, sanksi denda dengan nominal tertentu, akan memiliki dasar hukum yang kuat,” tegas Gembong.