Pencarian Kasus Aktif dan Penelusuran, Cara DKI Temukan Orang Tanpa Gejala
Ombudsman Jakarta Raya menilai DKI menilai kemampuan menelusuri kasus Covid-19 positif hingga menemukan orang tanpa gejala. Namun, perlu pelibatan hingga kelurahan agar efektif melacak dan mendeteksi sebaran wabah.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DKI Jakarta sudah memiliki mekanisme penemuan kasus Covid-19 melalui active case finding atau pencarian kasus aktif. Meski belum bisa menyasar semua warga, cara itu membantu petugas kesehatan menelusuri dan menemukan kasus hingga orang tanpa gejala.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, Rabu (16/9/2020), menjelaskan, saat ditemukan kasus positif, sudah pasti dilakukan langkah active case finding. ”Karena ACF (active case finding)ini juga seperti efek domino. Satu kontak ditelusuri ke kontak lain,” ujarnya.
Meski demikian, Teguh mengakui, dengan cara itu belum bisa menyasar sepenuhnya warga DKI Jakarta. Itu karena meski saat ini kemampuan tes reaksi rantai polimerase (PCR) yang dilakukan DKI sudah empat kali dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pengolahan di laboratorium untuk spesimen masih bertumpuk. Lalu, ada satu individu diambil beberapa kali sampel dan dihitung sebagai data keseluruhan.
Artinya, kalau DKI mau mendapatkan semua kasus, active case finding harus bisa dibuat menyeluruh dan dibarengi kemampuan laboratorium kesehatan daerah melakukan pengujian.
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat Erizon Safari secara terpisah menjelaskan, selama ini orang tanpa gejala juga didapati melalui active case finding dan penelusuran atau tracing.
Hasil dari penelusuran itu selama ini mendapati adanya pasien positif dengan status orang tanpa gejala (OTG). Itu sebagian besar temuan. Dengan cara itu saja, kemampuan DKI Jakarta sudah mencapai sepertiga dari yang sudah dilakukan nasional.
Dengan penduduk DKI Jakarta sebanyak 10 juta jiwa dan hendak dilakukan tracing ataupun active case finding lalu dilakukan pemeriksaan periodik, sebetulnya itu adalah hal ideal.
Hanya, lanjut Erizon, bagaimana dengan kemampuan logistik DKI, apakah bisa memenuhi atau tidak. Yang dimaksud dengan kemampuan logistik adalah tenaga kesehatan, laboratorium untuk mendiagnosis, hingga kemampuan laboratorium untuk menguji sampel.
Saat ini, dengan kemampuan dan kapasitas yang bervariasi, kemampuan laboratorium menguji sampel paling cepat tiga hari. Apabila spesimen yang dites makin banyak, antrean pengujian di laboratorium bisa terjadi.
Teguh menambahkan, dengan adanya upaya tracing, upaya itu tidak mungkin dilakukan sendiri oleh dinas kesehatan. Upaya ini harus masuk ke dalam skema pencegahan dan deteksi keseluruhan. ”Jangankan OTG, yang pernah berkontak dengan suspek saja masih banyak yang tidak mau jujur atau disembunyikan,” kata Teguh.
Ombudsman menyarankan itu karena pencegahan transmisi Covid-19 merupakan tanggung jawab bersama. ”Kalau mau tuntas cepat, jika mau dibuat bisa menyasar masyarakat, perusahaan dan instansi juga,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta Achmad Firdaus menyampaikan, untuk menambah tempat isolasi bagi orang tanpa gejala, dinas siap menyediakan tempat, yaitu wisma atlet yang ada di setiap wilayah kota. ”Itu, kan, ada ruangan, kamar untuk atlet. Tempat tidur ada, toilet juga ada,” jelasnya.
Sejauh ini, ketersediaan itu sudah dilaporkan secara tertulis kepada Pelaksana Tugas Asisten Sekretaris Daerah Provinsi Bidang Kesejahteraan Rakyat. ”Jadi, selain gelanggang olahraga atau GOR di tiap kota, juga ada wisma atlet,” ujar Firdaus.