Masker ”Scuba” Masih Digemari meski Minim Filtrasi
Meskipun filtrasi tidak efektif, masih banyak orang memakai masker jenis ”scuba” saat keluar rumah.
JAKARTA, KOMPAS — Meski tidak pernah dianjurkan, masih banyak warga yang gemar mengenakan masker scuba di tempat-tempat umum. Padahal, masker jenis ini dianggap tipis dan elastis sehingga filtrasi yang dihasilkan tidak terlalu efektif.
Pada Rabu (16/9/2020) sekitar pukul 10.00, KRL dari Bogor tiba di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Begitu pintu KRL dibuka, para penumpang berhamburan keluar. Di antara mereka masih banyak dijumpai penumpang yang mengenakan masker jenis scuba.
Salah satunya Toto (63), pengguna KRL asal Cinere, Depok. Sejak Covid-19 merebak di Tanah Air, ia mengaku selalu mengenakan masker jenis scuba setiap berkegiatan di luar rumah. Menurut dia, masker scuba cenderung lebih nyaman dibandingkan dengan masker jenis lain.
”Nyaman aja, ya, karena bahannya lentur, tidak kaku. Di rumah, anak dan cucu juga pakai ini (masker scuba) karena warnanya macem-macem,” katanya saat ditemui di Stasiun Manggarai.
Baca juga: Bahan Masker Menentukan Efektivitas Pencegahan Covid-19
Toto beranggapan, selama ini masker yang ia kenakan tersebut sudah cukup untuk melindungi dirinya dari partikel droplet. Ia tidak mengetahui jika penggunaan masker scuba tidak dianjurkan karena bahannya yang cenderung tipis dan elastis.
”Saya belum pernah dengar (scuba dilarang) ya, yang penting tertutup. Selama ini tidak pernah dapat penjelasan,” katanya.
Karim (43), pengguna KRL asal Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, juga selalu mengenakan masker jenis scuba. Pria yang setiap hari selalu menggunakan KRL untuk berangkat ke tempat kerjanya di kawasan Juanda, Jakarta Pusat, ini mengaku tidak memiliki masker kain tiga lapis.
”Enak aja pakai (scuba) ini, adem. Kalau masker kain kayaknya panas dan pengap,” katanya sembari buru-buru masuk ke dalam gerbong KRL.
Baca juga: Kenakan Masker, Jangan Buat Orang Lain Tertular Covid-19
Tidak hanya masker scuba, beberapa pengguna KRL di Stasiun Manggarai bahkan terlihat hanya mengenakan buff. Mereka dengan mudahnya keluar dan masuk stasiun meskipun banyak petugas yang berjaga di pintu masuk.
Buff juga kerap dikenakan oleh para pengemudi ojek daring untuk menutupi mulut dan hidung. Salah satunya Husodo (50), pengemudi ojek daring asal Senen, Jakarta Pusat. Sambil menunggu penumpang di taman, ia menutupi separuh wajahnya menggunakan buff.
Saat ditanya, Husodo mengaku tidak hanya mengenakan buff. Ia juga membawa masker di dalam tasnya. Saat ditunjukkan, ternyata masker tersebut adalah masker jenis scuba.
”Pakai masker, sih. Karena, sebelum antar penumpang, kami harus mengisi laporan kesehatan dulu. Di laporan kesehatan itu harus nyantumin foto pakai masker,” katanya.
Husodo mengaku hanya mengenakan buff saat menunggu penumpang di pangkalan. Hanya saja, di pangkalannya tersebut terdapat puluhan pengemudi ojek daring yang juga menunggu penumpang.
Alhasil, kerumunan pun tidak terhindarkan. Jarak antarpengemudi tidak lebih dari setengah meter. Bahkan, beberapa pengemudi terlihat tidak mengenakan masker karena sedang merokok.
Laris diburu orang
Menurut Ojik (42), penjual masker di kawasan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, masker scuba yang ia jual selalu laris. Setiap hari ia dapat menjual masker seharga Rp 5.000 itu sebanyak 50-70 buah dengan omzet sekitar Rp 300.000 per hari.
”Masker kain enggak begitu (laris). Orang banyak nyari yang ini karena enggak pengap. Buat anak-anak juga banyak motifnya,” kata pria yang sebelumnya berjualan minuman tersebut.
Saking larisnya, Ojik bahkan tidak menarik uang muka kepada pembeli yang memesan masker dalam jumlah banyak. Ia tidak khawatir meskipun pembeli tersebut sudah berhari-hari tidak mengambil pesanannya.
”Ini ada pesanan 30 buah, tetapi belum diambil berhari-hari. Kalau orangnya enggak dateng, santai saja, pasti laku kayak gini mah. Gak minta DP juga kemarin,” katanya.
Hindari masker scuba
Vice President Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba sebelumnya mengimbau kepada para pengguna KRL untuk menghindari penggunaan masker jenis scuba dan buff untuk menutupi mulut dan hidung. Pengguna diminta menggunakan masker yang efektif menyaring droplet.
”Gunakan setidaknya masker kain yang terdiri dari minimal dua lapisan,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (16/9/2020).
PT KCI melalui unggahannya di Instagram pada Sabtu (12/9/2020) juga menerangkan efektivitas dari beberapa jenis masker. Masker N95 dinilai memiliki efektivitas sebanyak 95-100 persen, masker bedah 80-95 persen, masker kain tiga lapis 50-70 persen, dan masker scuba 0-5 persen.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, masker yang baik digunakan saat ini adalah masker kain tiga lapis. Sementara untuk masyarakat yang sedang sakit atau merasakan gejala Covid-19 bisa menggunakan masker bedah.
”Masker kain yang bagus adalah berbahan katun dan berlapis tiga. Hal ini penting karena kemampuan filtrasi partikel virusnya akan lebih baik,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Selasa (15/9/2020).
Wiku menegaskan, masker jenis scuba dan buff hanya memiliki satu lapisan sehingga dinilai terlalu tipis. Alhasil, kemampuan partikel virus untuk menembus masker tersebut menjadi semakin besar.
”Masker scuba juga sering ditarik ke bawah hingga dagu sehingga fungsi masker menjadi tidak ada. Untuk itu, gunakan masker dengan cara yang tepat untuk melindungi area batang hidung, mulut, dan pipi,” ucapnya.
Sebelumnya, para peneliti dari Duke University, Durham, North California, Amerika Serikat telah menjabarkan efektivitas jenis-jenis masker untuk mencegah Covid-19 dalam studi ”Low-cost Measurement of Facemask Efficacy for Filtering Expelled Droplets During Speech”. Studi ini dipublikasikan di laman ScienceMag pada Jumat (7/8/2020) (Kompas, 10 Agustus 2020).
Hasilnya, masker N95 paling efektif menahan transmisi percikan dari hidung dan mulut saat berbicara. Efektivitasnya diberi skor 0 persen. Dalam hal ini, semakin mendekati 0 persen, semakin baik pula efektivitas sebuah masker.
Sementara untuk masker medis tiga lapis memiliki skor 0-0,1 persen. Adapun skor untuk masker katun-propilena, katun, dan N95 dengan katup pernapasan adalah 0-0,2 persen.
Bandana dan neck fleece memiliki efektivitas yang paling rendah dari semua jenis masker yang diuji. Bandana memiliki skor 0,2-1,2 persen, sedangkan neck fleece 0,6-1,2 persen. Dapat dikatakan, mengenakan neck fleece sama halnya dengan tidak mengenakan masker sama sekali.