RS Rujukan Covid-19 Penuh, Kota Depok Darurat Fasilitas Kesehatan
Kota Depok darurat ketersediaan fasilitas kesehatan di rumah sakit rujukan Covid-19. Bahkan untuk penanganan pasien gejala berat sudah terisi 100 persen.
Oleh
AGUIDO ADRI
·6 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Total pasien positif Covid-19 dalam penanganan di Kota Depok mencapai 856 orang. Akibatnya, rumah sakit di Kota Depok mengalami darurat ruang perawatan dan ruang isolasi khusus pasien gejala berat. Rumah sakit Bogor dan Bekasi akan dijadikan rujukan untuk pasien dari Kota Depok.
Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, kondisi rumah sakit di Kota Depok yang menangani pasien Covid-19 dengan gejala berat sudah terisi 100 persen. Bahkan ketersediaan intensive care unit (ICU) dan high care unit (HCU) sebagai ruang perawatan pun sudah habis.
”Ada 19 rumah sakit rujukan di Depok. Kapasitas untuk pasien Covid-19 bergejala ringan terisi 63 persen, pasien bergejala sedang terisi 81 persen, dan pasien berat sudah 100 persen. Total pasien mencapai 856,” kata Idris saat menerima kunjungan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di RSUD Kota Depok, Selasa (15/9/2020) petang.
Idris mengatakan, pemkot memiliki dua alat tes cepat molekuler (TCM) dan reaksi rantai polimerase (PCR) di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda). Namun, mereka kekurangan alat konversi berupa cartridge untuk digunakan pada mesin TCM. Pemkot Depok sempat mendapat cartridge tersebut dan membagikan ke RSUD Kota Depok dan Labkesda.
”Alat tersebut sudah habis dan kami sudah kembali memesannya, tetapi belum datang. Untuk alat PCR juga sudah kami pesan, kepastiannya besok, tetapi ukurannya kecil hanya 36 sampel. PCR di Labkesda reagennya masih tersedia,” katanya.
Upaya untuk mengatasi keterbatasan fasilitas kesehatan juga dilakukan dengan menambah 6 ruang ICU menjadi 8 ruang. "Memang butuh waktu. Terkait renovasi di ruang isolasi, kami punya ruang khusus sebanyak 16 ruang isolasi, itu ada sedikit permasalahan yaitu butuh waktu 2 minggu revonasi,” lanjut Idris.
Idris mengakui, total tes usap belum mencapai 1 persen dari jumlah penduduk Kota Depok. Total yang sudah menjalani tes baru 14.500.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Depok, Alif Noeriyanto mengatakan, dalam dua bulan terakhir Kota Depok mengalami lonjakan kasus aktif atau jumlah pasien yang sedang dirawat, hingga 390 persen. Pada 15 Juli jumlah pasien sebanyak 159 pasien, angka itu terus meningkat tajam, hingga pada 12 September tercatat sebanyak 844 pasien.
“Tingginya angka kasus tersebut, membuat kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19 semakin menipis. Jika Pemkot Depok tidak segera menyiapkan ruang isolasi atau ruang perawat akan menambah beban bagi tenaga medis yang menangani pasien. Selain itu, arus keluar dan masuk pasien lama dan baru akan melambat, karena pasien di rumah sakit butuh perawatan yang lebih lama. Kondisi para tenaga medis yang juga harus diperhatikan,” kata Alif.
Terkait tingginya kasus positif dan ketersedian ruang perawatan serta ruang isolasi yang semakin menipis, Ridwan Kamil berpesan, Pemkot Depok harus serius menangani pandemi Covid-19 dengan menjalankan PSBM secara ketat dan efektif, serta penegakan aturan.
Tingginya angka kasus tersebut, membuat kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19 semakin menipis. Jika Pemkot Depok tidak segera menyiapkan ruang isolasi atau ruang perawat akan menambah beban bagi tenaga medis yang menangani pasien. (Alif Noeriyanto)
“Pengetatan Pak Wali, ya. Kalau ada zona merah tolong kondisikan dengan pengetatan pengawasan PSBM selama dua minggu. Sementara kami upayakan penambahan fasilitas kesehatan. Bodebek harus satu kesatuan dalam penangan Covid-19. Kalau Depok darurat, tempat lain (Bogor dan Bekasi) saya kondisikan untuk menerima rujukan dari Depok,” kata Kamil.
Alif menambahkan, Pemkot Depok harus meniadakan sistem isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 tanpa gejala. Dalam kondisi kasus Covid-19 melonjak tajam di Depok sejak Agustus 2020, jumlah pasien tanpa gejala mendominasi dan banyak yang isolasi mandiri di rumah.
Hal itu, menurut Alif, berdampak pada meningkatnya penularan Covid-19 di lingkungan lokal atau terjadi transmisi lokal. Ia menyarankan agar Pemkot Kota Depok bisa menggunakan hotel sebagai fasilitas kesehatan untuk merawat pasien covid-19.
Fasilitas kesehatan Bogor
Di Kota Bogor, pasien dengan status orang tanpa gejala dan pasien dengan gejala ringan tidak lagi dirawat di RS rujukan. Pemerintah Kota Bogor mengambil langkah ini agar ketersedian ruang perawatan atau ruang isolasi pasien Covid-19 di rumah sakit tidak penuh.
Ketua Satuan Tugas penanganan Covid-19 Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, sejak akhir Agustus dan awal September jumlah kasus positif meningkat, sehingga tingkat keterisian tempat tidur di RS rujukan Covid-19 mencapai 70-84 persen. Kondisi tersebut, membuat Pemkot Bogor segera menunjuk sejumlah rumah sakit untuk menjadi rujukan, serta menyediakan ruang perawatan dan ruang isolasi untuk penanganan pasien Covid-19.
Dedie mengatakan, berdasarkan data pembaharuan pada Minggu (13/9/2020), dari 21 rumah sakit rujukan penanganan pasien Covid-19, tersedia 340 tempat tidur dengan tingkat keterisian 156 tempat tidur atau 45,9 persen.
Selain itu, RS rujukan Covid-19 di Kota Bogor tidak hanya menerima pasien dari warga Kota Bogor saja, tetapi juga menerima pasien dari luar Kota Bogor. Adapun pasien dari Kabupaten Bogor sebanyak 44 orang, pasien dari daerah lain sebanyak 37 orang, dan sebanyak 75 pasien dari Kota Bogor.
”Dari awal kami sudah antisipasi melonjaknya kasus positif. Oleh karena itu, kami segera mengambil langkah cepat untuk penanganan pasien Covid-19 dengan menambah rumah sakit rujukan, seperti Rumah Sakit Marzoeki Mahdi dan Rumah Sakit Hermina. Di RSUD Kota Bogor juga sudah menambah tempat tidur,” kata Dedie, Selasa.
Dedie melanjutkan, RS rujukan hanya menerima pasien dengan gejala sedang dan berat. Sementara untuk pasien gejala ringan dan orang tanpa gejala (OTG), Pemkot menyediakan nonfasilitas kesehatan di Pusat Rehabilitasi Narkoba milik Badan Narkotika Nasional di Lido, Kabupaten Bogor.
”Kebijakan ini diambil pemkot sebagai antisipasi lonjakan kasus ekstrem. Jika OTG dirawat di rumah sakit dikhawatirkan ketersediaan tempat tidur tidak mencukupi. Kami masih menjajaki lokasi lain untuk menambah fasilitas kesehatan untuk penanganan pasien Covid-19,” kata Dedie.
Gedung dua lantai milik BNN tersebut, lanjut Dedie, memiliki 23 kamar dengan 122 tempat tidur untuk menangani pasien Covid-19 yang berkategori ringan dan OTG. Sementara untuk tenaga kesehatan disediakan 20 kamar dengan jumlah 40 tempat tidur.
Meski gedung BNN merupakan nonfasilitas kesehatan, Pemkot Bogor tetap memperhatikan standar pelayanan dan protokol kesehatan agar kesehatan para tenaga kesehatan terjaga sehingga bisa maksimal memberikan pelayanan kepada pasien.
Dedie melanjutkan, Pemkot Bogor tidak hanya fokus pada penanganan Covid-19 di tingkat lokal, tetapi juga terus berusaha bersinergi dengan wilayah lain agar penanganan kasus positif tidak semakin tinggi dan menekan jumlah penularan.
Oleh karena itu, seiring kebijakan PSBB di Jakarta, Pemkot Bogor siap membantu dan mendukung Jakarta, terutama dalam penanganan pasien Covid-19. Selain Jakarta, sesuai arahan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, wilayah Bodebek harus saling bersinergi.
”Kami siap membantu pelaksanaan PSBB atau penanganan pandemi di Jakarta, seperti fasilitas kesehatan, rumah sakit, dan ruang isolasi atau bahkan tempat pemakaman khusus Covid-19. Kita coba carikan solusi bersama. Prinsipnya, membantu dan menyinkronkan apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” katanya